Publikasi

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Beberapa persoalan mengalami terus keberulangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sukoharjo. Persoalan-persoalan tersebut antara lain : visum terhadap korban masih berbayar, pemberian bantuan dilakukan rombongan ke rumah korban oleh dinas dengan pakaian seragam, belum tersedia psikolog yang memadai selain di RSUD Ir.Soekarno, respon kasus masih birokratif, belum ada pendampingan anak korban saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), petugas kepolisian (PPA) ketika bertanya pada korban anak sifatnya kasar dan tidak punya perspektif, pemulihan korban hanya dalam kegiatan pemberian bantuan sembako, akses test DNA masih berbayar, korban masih mendapat stigma, perbaikan akses layanan korban diberikan secara kasus per kasus, belum menjadi sistem layanan yang integrasi dan komprehensif. Demikian identifikasi penanganan kasus yang dilakukan oleh Jaringan Layanan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Sukoharjo (JLPAK2S) dalam diskusi yang digelar di Ruang Anawim, Yayasan YAPHI, Kamis (16/1).

Add a comment


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati berlarian di dalam kelas. Ketika ia sudah diam berdiri di pojok, ia segera dihampiri oleh teman-temannya, memberitahukan jika acara akan segera dimulai. Arul namanya. Tubuhnya gempal dengan wajah bulat tak menghalangi kelincahan dirinya. Arul menjawab pertanyaan dengan santai.Ia mengatakan  senang jika tiba waktunya bermain dengan teman-teman dari Yayasan YAPHI. Katanya, permainan yang diadakan saat kunjungan dua bulan sekali selalu membawa kegembiraannya. Sebab, katanya  lagi, selain diajak berpikir, juga  bermain layak dan semestinya diperoleh anak-anak seusianya.

Add a comment

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang

Berbagai masalah terkait pendidikan masih menjadi “PR” bagi pemangku kewajiban di Kota Surakarta. Problem yang dimaksud kaitannya dengan pelaksanaan PPDB dengan zonasi, kurikulum merdeka, serta masih tingginya Angka Putus Sekolah (APS) dan Angka Tidak Sekolah (ATS). Kota Surakarta  yang dikenal sebagai Kota Budaya dan memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2024 sebesar 84,41, mengalami peningkatan sebesar 0,87 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 83,54. IPM adalah salah satu indikator untuk mencapai pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka pencapaian pembangunan manusianya semakin baik. IPM diukur berdasarkan tiga tujuan akhir pembangunan yang salah satu ukurannya : pengetahuan, yang dinilai berdasarkan kemampuan baca tulis dan rata-rata tahun bersekolah.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Ratusan pasang mata menatap ke atas panggung Wayang Kampung Sebelah (WKS) pada Sabtu malam, 14/12 di Lapangan Segitiga, Kerten, Laweyan. Surakarta. Tak hanya ditonton oleh masyarakat sekitar, helatan Yayasan Yaphi dalam rangka penutupan Hari HAM sebagai rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) dengan mendatangkan masyarakat petani yang didampinginya yakni dari Sambirejo Sragen, Paranggupito Wonogiri, masyarakat Porang Paring, serta masyarakat jaringan seperti KOMPAK, Jaringan Peduli Sungai Juwana (Jampisawan), Jaringan Visi Solo Inklusi, Forum Peduli Kebenaran dan Keadian Sambirejo (FPKKS), Komasipera, JPPAS, MPPS dan lainnya.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Surakarta dikatakan sebagai pelopor Kota Inklusi, bahkan juga terdepan dalam penerbitan payung hukum perlindungan dan pemenuhan hak difabel yakni terbitnya Perda nomor 2 tahun 2008 tentang Kesetaraan Difabel, yang kemudian digantikan dengan Perda nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyandang Disabilitas.  Namun, bukan berarti masyarakat lengah dengan prestasi tersebut, sebab sudah semestinya sadar bahwa predikat inklusi bukan hanya sekadar plakat atau slogan saja, tetapi semestinya sudah “mendarah daging” di setiap benak warganya. Berlatar belakang itulah kemudian Jaringan Visi Solo Inklusi, yakni sebuah wadah sekumpulan  aktivis  penyandang disabilitas baik sebagai pribadi maupun dari berbagai komunitas  menyerukan isu inklusi disabilitas dan inklusi sosial di Kota Surakarta. Salah satu kegiatan yang dihelat adalah Diskusi, Kajian Kritis Hukum tentang Aksesibilitas yang Ramah Difabel bekerja sama dengan Yayasan YAPHI pada Senin (9/12).

Add a comment