Pada siaran RRI Pro 1 Surakarta, Selasa (12/8), yang dipandu oleh Aditya Wardhana, Sunarman Sukamto, Direktur Pusat Pengembangan,Pelatihan dan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Solo dan penasihat Komisi Disabilitas Daerah (KDD) mengatakan bahwa pada momen sarasehan dengan komunitas difabel di Kota Surakarta ditemukan realita bahwa hanya sembilan difabel yang mendapat bansos Program Keluarga Harapan (PKH), dari 100 lebih yang hadir saat itu. Temuan lainnya, hanya 60 persen teman difabel yang mendapatkan akses informasi terkait bantuan sosial, utamanya PKH, sebab mereka mengalami kesulitan. Ada usul sanggah tapi mereka tidak bisa mengakses karena keterbatasan.
Salah seorang pendengar pada saat siaran mempertanyakan tentang pendataan difabel yang kemudian dijawab bahwa setiap komunitas disabilitas punya data. Jadi sebenarnya pendataan bisa dimulai dari data anggota yang ada di komunitas. “Beberapa kali kami dialog dengan Dinsos. Katanya sudah ada perbaikan dan penerima baru. Tetapi ketika bantuan turun, teman-teman banyak yang tidak mendapat,”ujar Sunarman. Ia mengusulkan adanya perbaikan data. Sebaiknya data dari komunitas bisa diadopsi oleh dinsos. Terkait dengan perbaikan atau perkembangan data, idealnya bisa dilakukan per tiga bulan.
Fitria, pendengar siaran juga, menanyakan apa saja program yang selama ini diberikan oleh dinas sosial. Sedangkan pertanyaan lain disampaikan oleh difabel netra lansia, dari Klaten terkait kerentanan multi yang disandangnya. Dan bagaimana BPJS Kesehatan mengkaver kebutuhan caregiver sebab ada difabel yang hidup sebatang kara alias sendiri tanpa keluarga sedangkan kebutuhan caregiver bisa disediakan lewat bidan desa. Pertanyaan berikutnya adalah skema Program Keluarga Harapan (PKH) dan kebutuhan alat bantu, sesuai kebutuhan dan kesehatan. Menurut Sunarman, disinilah terlihat multi kerentanan, sehingga dibutuhkan extra cost namun negara lalai. Ia juga mengabarkan terkait kebijakan terbaru bahwa kementerian sosial akan mengutamakan bantuan sosial untuk disabilitas, lansia dan disabilitas mental psikososial.
Terkait keterlibatan difabel dalam perencanaan pembangunan di lokal, selama ini mereka telah dilibatkan di musrenbang, bahkan seratus persen dinas sudah melibatkan difabel. Apakah kemudian semua kebijakan sudah terproyeksi atau terimplementasi, masih belum tahu. Sunarman menambahkan jika sebenarnya afirmasi kebijakan bisa dilakukan oleh Kemendagri dengan membuat Surat Edaran (SE) ke dinas dukcapil dari daerah sampai kota/kabupaten. Hal ini yang kemudian mendorong kelompok difabel kelurahan mendapatkan pemberdayaan, sebab kelurahan punya data dan terus diperbaiki. Upaya pemberdayaan bisa berupa keterlibatan difabel dalam program-program pemerintah seperti mengakses dana desa untuk pemberdayaan kelompok, koperasi merah putih melibatkan difabel, BUMDES juga melibatkan difabel dan mempekerjakannya. Termasuk Sekolah Rakyat, terlepas konsepnya seperti apa. Karena jika demikian difabel akan terlupakan, apalagi ada beberapa difabel lansia kesulitan menyekolahkan anak, padahal mereka layak untuk diperjuangkan.
Hery Mulyono, Plt Kepala Dinas Sosial Surakarta, pada kesempatan siaran yang sama mengatakan bahwa dari data dan peta kemiskinan di Surakarta, banyak difabel yang belum merasakan manfaat PKH. Kota Surakarta memiliki aplikasi e-sik dan 1800-an difabel yang tercatat. Ia lantas menyatakan bahwa penentuan PKH, mekanismenya pengajuan dari kabupaten/kota tapi yang menentukan Kemensos berdasar Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DT SEN). (Ast)