Membahas tentang krisis iklim, Yeni Rosa Dayanati, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Perempuan Bumi menjelaskan tentang Gas Rumah Kaca dan Efek Rumah Kaca. Ia mengemukakan Rumah Kaca sering bisa dilihat antara lain di peternakan, pertanian jamur tiram, kuping, dan jamur merang itu banyak ditanam di rumah kaca. Kalau gas rumah kaca itu apa? atau efek rumah kaca yang menimbulkan gas itu apa sih?
Pada saat beraktivitas manusia juga menimbulkan gas, contohnya apa saja sih? misalnya pada saat aktivitas manusia itu menghasilkan karbon (CO2) atau karbondioksida. Kalau manusia menghirup udara yang dihirup adalah oksigen. Pada saat mengeluarkan nafas, yang dikeluarkan adalah CO2 atau karbondioksida. Karbondioksida paling banyak dihasilkan oleh pembakaran dari bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas yang dipakai di pabrik-pabrik,serta kegiatan manusia misalnya penggunaan bensin untuk mengendarai mobil. Di Jakarta, listriknya dihasilkan oleh pembangkit listrik yang berbahan batu bara. Kemudian pembukaan lahan, penambangan hutan, juga dapat melepaskan karbondioksida. Operasi minyak itu menghasilkan gas juga tuh misalnya energi industri transportasi.
“Kalau kita lihat kotoran sapi itu menghasilkan gas metan kalau karbondioksida ini dari bahan bakar fosil. Kalau ini flow gas klorinasi namanya itu dari freon AC, dari kulkas itu juga menghasilkan gas dan kemudian ini pembusukan daun-daunan, misalnya gambut tanah yang tergenang segala macam menghasilkan gas juga, namanya nutrisi,”terang Yeni Rosa Damayanti.
Kotoran sapi bisa menimbulkan gas karena dibanding zaman dulu, orang zaman sekarang itu lebih banyak makan daging, apalagi orang-orang di negara maju, dia makan steak hamburger. Apalagi di produksi dagingnya seperti orang Amerika, ratusan juta orang sumber dagingnya dari mana? Dari peternakan-peternakan raksasa. Peternakan-peternakan raksasa itu lokasinya di Amerika maupun di Amerika Latin. Kotoran sapinya itu antara lain yang menimbulkan gas metan. Ada banyak kegiatan manusia yang menghasilkan gas. Gas tersebut kemudian dia membentuk atau menimbulkan lapisan di permukaan bumi dan lapisan tersebut itu fungsinya atau lapisan itu bekerja seperti rumah kaca. Dia bekerja seperti rumah kaca, jadinya itu itu mirip seperti dinding rumah kaca. Dia melingkupi bumi seluruh dunia akibat ada gasnya. Gasnya membentuk seperti dinding rumah kaca. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah kaca yang berfungsinya ada sinar matahari masuk ke rumah kaca tanaman dan suhunya biasanya lebih hangat daripada di luar supaya tanaman hidup. Kalau tubuhnya dingin tanamannya mati, apalagi di negara-negara yang musim dingin, jadi pada saat gas itu membentuk dinding seperti dinding rumah kaca, maka sinar, apa panas dari matahari itu, akan menemukan dua reaksi berbeda. Suhu di bumi juga menjadi lebih hangat menjadi pemanas, makanya disebut dengan pemanasan global.
Contohnya, bagaimana gas rumah kaca terbentuk dari aktivitas manusia antara lain pembangkit listrik yang berbasis bahan bakar fosil itu menghasilkan karbon. Transportasi menggunakan bensin solar yang menghasilkan CO2, karbon industri produksi semen, baja, kimia, misalnya menghasilkan oksigen dan N2O, kemudian pertanian seperti peternakan sapi menghasilkan gas metan.
Termasuk pembakaran hutan juga menghasilkan gas meta, maka kebakarannya menjadi salah satu yang mensuplai gas rumah kaca adalah pembakaran hutan di Indonesia. Walaupun mungkin karbondioksidanya tidak sebanyak negara lain. Mungkin mobil di Indonesia tidak sebanyak di luar negeri tapi pabriknya juga tidak sebanyak di tempat-tempat lain. Jadi produksi karbonnya itu tidak sebanyak yang lain, tapi asap dari yang terbakar gas rumah kaca yang lainnya banyak, termasuk AC, hairspray.
Ini sering digunakan sebagai istilah umum yang mencakup semua gas rumah kaca, dibilangnya emisi karbon, bukan emisi karbon plus metan plus. Jumlahnya 80% lebih, karbondioksida dibandingkan gas yang lain walaupun gas-gas lain, lebih kuat menahan panasnya tapi jumlahnya paling banyak. Sebagian besarnya adalah karbondioksida makanya namanya kemudian emisi karbon. Jadi kalau mendengar kata-kata emisi karbon, bicaranya soal gas-gas yang menguap, keluarnya gas-gas produksi gas tersebut. Jadi emisi karbon terjadi ketika karbon yang tersimpan di bahan bakar fosil atau bahan organik lainnya seperti pada saat akhirnya terjadi pembakaran hutan.
Gas rumah kaca itu sebetulnya banyak, bukan cuman karbondioksida tapi ada metana, N2O dan gas-gas lainnya : emisi karbon. Sumber utama dari gas rumah kaca adalah energi fosil. Kalau mau supaya efek rumah kacanya berkurang, gas yang membentuk dinding rumah kaca ini juga mesti dikurangi produksinya. Jadi harus mengurangi emisi-emisi itu, pelepasan dari sumber ini melalui bahan bakar yang tidak menimbulkan asap atau yang tidak ada asapnya. Pengelolaan hutan pertanian berkelanjutan dan pengeluaran limbah yang baik adalah salah satu bahan bakar yang tidak mengeluarkan asap.
Jakarta sering macet kebanyakan mobil tapi ternyata pembangkit listrik di Jakarta itu bahan bakarnya adalah batubara.
Penebangan hutan tidak menghasilkan gas atau hubungannya kerusakan hutan dengan perubahan iklim. Jadi kenapa jadi pohon itu bisa hidup? Pohon hidup karena dia makan. Cara pohon makan itu, akarnya menyerap zat-zat hara di dalam tanah, ada nitrogen. Ada apa segala macam itu diserap dari tanah, dari pupuk, setelah zat hara diserap dari tanah dibawa ke daun, langsung dimakan karena tanamannya tidak dimasak.
Cara masaknya adalah dengan menggunakan cahaya matahari. Proses dimana daun-daun pohon itu memasak zat hara dengan menggunakan sinar matahari sehingga yang dihasilkan itu bisa diserap, bisa dijadikan energi oleh tanaman untuk tumbuh. Pada saat tanaman itu memasak zat hara di daun-daunnya dengan menggunakan tenaga matahari yaitu proses fotosintesa dia mengeluarkan. Pada saat memasak itu yang bekerja adalah sinar matahari dan oksigen jadi oksigen diserap digabung dengan sinar matahari. Dia kemudian memasak zat hara tersebut untuk bisa digunakan.
Selain matahari, dia membutuhkan tempat, karbon jadi bahan bakarnya, CO2, tapi pada saat itu digunakan oleh tanaman, sesudah dipakai masak sehingga karbon itu berubah menjadi oksigen. Jadi tanaman itu dia menyerap karbon dan mengeluarkan oksigen, sementara manusia menghisap oksigen dan mengeluarkan karbon. Tanaman mengisap karbon buat masak dan keluarannya adalah oksigen. Dan jumlah oksigen yang dikeluarkan oleh tanaman pada siang hari karena ada aktivitas memasak zat haranya itu, jauh lebih besar. Nah, kalau satu pohon saja mengeluarkan oksigen dalam jumlah yang banyak, bayangkan kalau 1000 pohon, sejuta pohon. Coba di hutan Kalimantan ada berapa juta pohon, di hutan Sumatera ada berapa juta pohon, saat hutan itu jadi hutan hujan tropis, seperti di Indonesia, di Amazon, dianggap sebagai paru-paru dunia karena menghasilkan oksigen. Kalau yang lain-lain menghasilkan karbon, dia malah menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak. Hutan yang paling lembab di dunia yakni hutan di Amerika. Jadi memang andalan dunia untuk menghasilkan oksigen itu diantaranya adalah hutan yang berada di daerah tropis termasuk di Amazon dan di Indonesia. Kebakaran hutan menyumbang terhadap dampak dari perusakan hutan sampai peningkatan suhu global, perubahan pola hujan banjir, kekeringan, kehilangan keanekaragaman hayati penebangan dan kerusakan hutan mengakibatkan menghilangnya penyerapan karbon dan apabila terbakar melepaskan
Ini adalah upaya untuk mengurangi atau mencegah emisi gas rumah kaca sehingga pemanasan global bisa diperlambat atau dikendalikan jadi mitigasi ini gimana caranya supaya tidak kebanyakan asapnya.
“Bagaimana cara supaya energi yang digunakan yaitu bahan bakar fosil itu diganti dengan energi yang ramah lingkungan? Pembangkit listrik di Jakarta jangan pakai batubara. Coba pakai tenaga surya, atau panas bumi atau yang lain. Kita kurangi aja penggunaan bahan bakar fosil, misalnya apakah pakai listrik? kebanyakan di rumah, malam hari tidak dimatikan lampunya. Kebutuhan listrik makin banyak sehingga makin banyak batubara yang dibakar,” jelas Yeni Rosa.
Ia kemudian berbicara panjang tentang mitigasi, yang artinya mengurangi penyebab perubahan iklim yaitu produksi gas atau emisi karbon, emisi rumah kaca. Sedangkan adaptasi adalah upaya menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim yang sudah terjadi. Suhu sudah terlanjur memanas, walaupun sekarang mengusahakan upaya emisi karbon tapi mau tidak mau sekarang harus hidup dengan kekeringan, harus hidup dengan banjir.
Kalau mencegah banjir, bagaimana supaya banjirnya itu tidak terjadi. Tapi kalau banjirnya sudah terjadi, bagaimana upaya-upaya untuk menyesuaikan diri pada saat perubahan iklim itu sudah terjadi itu yang namanya adaptasi.
Jadi intinya, adaptasi adalah menghadapi dampak perubahan iklim. Mitigasi tujuannya mengurangi emisi gas rumah kaca agar pemanasan global bisa diadaptasi. Tujuan adaptasi mengurangi kerentanan dan kerugian akibat dampak iklim. Kalau mitigasi fokusnya mengatasi penyebab. Contohnya, bagaimana caranya kita mengatasi penyebab perubahan iklim antara lain pakai transportasi publik, tidak pakai mobil pribadi. Melakukan efisiensi energi, hutan jangan ditebang. Sampah dikelola supaya tidak menghasilkan gas metan. Kalau sudah terlanjur terjadi bagaimana? Kalau sudah terlanjur terjadi, dampaknya bencana banjir seperti di NTT. Waktu badai Seroja akibat perubahan iklim terjadi, itu ada penjelasan meteorologinya. Nah, kalau sudah terlanjur banjir, sistem evakuasinya diupayakan sebaik mungkin supaya penyandang disabilitas tidak ditinggalkan saat evakuasi. Misalnya kalau mitigasi itu efeknya jangka panjang. Misalnya mengubah bahan bakar, mengubah tenaga listrik Jakarta dari batu bara menjadi energi bersih itu dampaknya memang tidak sehari dampaknya jangka panjang.
Wajib untuk melakukan efisiensi energi menggunakan dengan energi bersih atau energi terbarukan. Nah, energi terbarukan itu adalah energi yang tidak habis. Kalau minyak bumi habis karena minyak bumi itu berasal dari fosil tumbuhan yang hidup jutaan tahun yang lalu yang berubah jadi fosil berupa minyak bumi. Makanya itu disebut sebagai energi yang terbarukan kalau energi yang tidak terbarukan adalah energi yang lama-lama habis. Lalu ada pengelolaan limbah dan emisi misalnya cerobong asap yang mengeluarkan asap, menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan, lalu proses produksinya itu bersih.
Terkait resiliensi, sering dengar adaptasi mitigasi itu adalah kemampuan individu atau komunitas atau sistem atau negara untuk menghadapi menyesuaikan diri dan pulih dari dampak perubahan iklim baik jangka pendek maupun jangka Panjang. Resiliensi tidak hanya ketika bisa bertahan terhadap udara yang panas terhadap kekeringan terhadap banjir dan lain sebagainya tapi kita juga bisa bangkit lebih kuat. Jadi dampak seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, badai ini, mau tidak mau harus terjadi. Terus bagaimana harus dihadapi dan harus resilien.
Lantas pertanyaannya, mengapa resolusi itu penting? karena perubahan iklim tidak bisa dihindari. Masyarakat tidak hanya selamat, tapi juga dapat berfungsi dan berkembang setelah terjadinya bencana. Sesudah selesai banjir, ada pembangunan kembali, masyarakatnya, sistem masyarakat, kemudian, dibangun ekonominya, dibangun infrastrukturnya, dibangun dengan lebih baik lagi, menjadi masyarakat sesudah bencana, supaya dia tetap dapat berfungsi.
Resiliensi di iklim terdiri dari antara lain kapasitas untuk mengantisipasi bencana. Jadi kalau tidak bisa mengantisipasi bencana, berarti resliensi rendah. Karena begitu bencana datang maka panik sendiri. Bisa mengantisipasi kalau terjadi bencana akibat perubahan iklim, bagaimana caranya kalau kekeringan? Nah, perencanaan evakuasi misalnya banjir, evakuasinya bagaimana? Terus kapasitas menanggapi tindakan saat bencana seperti logistik, pertolongan, perlindungan kelompok rentan dan kapasitas untuk pulih dan beradaptasi memulihkan kehidupan pasca bencana, kemudian bagaimana caranya pembangunan bisa lebih baik?
Resiliensi dalam praktik misalnya di infrastruktur dilakukan dengan pembangunan tanggul drainase, dan bikin gedung itu yang tahan gempa. Rumah-rumah di Mentawai itu tidak mudah roboh, padahal kota Padang hancur-hancuran, rumah-rumahan gedung-gedung, rumah tradisional itu memang dirancang sedemikian rupa sehingga tahan gempa kemudian residensi berikutnya ekonomi dan mata pencaharian ini ada diversifikasi sumber pendapatan.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah mengapa disebutkan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang lebih rentan? antara lain dia lebih rentan bukan hanya pada saat terjadi bencana, kesulitannya luar biasa tapi juga kehilangan mata pencaharian. Sehabis bencana mencari pekerjaan itu tidak gampang. Beda dengan orang non disabilitas. Mereka dianggap sebagai kelompok yang jauh lebih rentan pada saat terjadi bencana, sosial dan komunitas. Jaringan sosial yang kuat bisa saling membantu saat bencana, dengan pelibatan kelompok rentan seperti disabilitas dalam perencanaan kebencanaan.
"Praktik untuk meningkatkan resiliensi kita adalah bagaimana caranya supaya hutan dijaga, tidak longsor, tidak ditebang. Jadi adaptasi adalah langkah untuk menyesuaikan diri agar dampaknya lebih kecil. Resiliensi itu kemampuan untuk bertahan, beradaptasi dan pulih lagi setelah dampak terjadi bahkan kita menjadi lebih kuat itu,'jelas Yeni. (Ast)