Paguyuban Petani Paranggupito Gelar Peringatan Hari Tani Nasional 2025
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 23
83 petani anggota paguyuban petani Paranggupito menghadiri peringatan Hari Tani Nasional di rumah Sokiman, Desa Gunturharjo Paranggupito Senin (15/9). Kegiatan yang diinisiasi oleh paguyuban, berangkat dari upaya bagaimana mereka berusaha selalu menyalakan semangat untuk tetap menguasai, mengelola tanah garapan mereka hingga akhirnya tanah tersebut mereka miliki. Seperti yang diucapkan oleh Mulyono bahwa ia hanya mengimbau kepada segenap anggota tentang lahirnya kesadaran-kesadaran adanya paguyuban itu untuk mengukuhkan dan memperjuangkan hak para petani dan meneguhkan bahwa apa yang mereka upayakan selama ini adalah untuk kesejahteraan petani. Terbukti bahwa para petani sudah berdaya secara ekonomi dan tercukupi secara ketahanan pangan.
Berpijak dari realita, mengapa reforma agraria tidak dilakukan di negara Indonesia, adalah dengan tetap berjuang untuk senantiasa mengolah tanah yang selama ini dihadapi sehari-hari, hingga suatu saat ada momentum pelaksanaannya. “Tinggal bagaimana kita para pejuang nanti menemukan suatu momen dan kita akan diperhadapkan pelaksanaan,”demikian kalimat Purwanto dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di hadapan para petani. Ia menambahkan bahwa petani sebagai soko guru dan pengelola serta penjaga air benar-benar terwujud dan itu lestari. Ia juga berharap para petani tetap memberi kelimpahan dan energi yang positif serta menjaga spirit untuk mengubah struktur agraria yang timpang.
Lantas timbul pertanyaan kembali, bagaimana cara meredistribusikan tanah, harapannya adalah semoga ada momentum politik atau ada kepemimpinan atau sosial politik di negara yang masih berpihak kepada para petani. “Kejadian seperti kemarin, banyak dunia luar melihat bahwa Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Kita sebagai petani yang terdidik dan terorganisir, kita jengah tapi kita tidak akan demikian. Jangan sampai kita terprovokasi dengan berbau anarkisme, yang berbau penjarahan. Kita harus meyakini bahwa apa yang kita lakukan adalah reclaiming atau membudidayakan,” imbuh Purwanto. Menurutnya, kalau stigma oleh negara bahwa petani melakukan penjarahan tanah itu tidak benar. Stigma lainnya terkait bahwa ketika masyarakat ngobrolin soal tanah dan garapan adalah komunis.
Purwanto menambahkan, jika dirunut sejarahnya, harusnya tahun 1960 ketika disahkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) semestinya masyarakat petani sudah dipenuhi hak tanahnya. Artinya jika UU PA benar dilaksanakan, maka di negara Indonesia tidak ada demo seperti kemarin. “Sejak para petani berjuang sampai sekarang tidak ada keberpihakan dari pemerintah untuk hak dikelola dan diberikan ke masyarakat petani. Kalau petani diberi kedaulatan maka persoalan kemiskinan tidak terjadi. Kepemilikan petani harusnya petani punya 2-5 H tanah tapi realitanya adalah posisi pemerintah hanya sebagai tukang blantik. Harusnya tanah diberi ke petani dan dikelola sebaik baiknya,”pungkasnya.
Sementara itu, Haryati Panca Putri, direktur pelaksana Yayasan YAPHI, mengatakan sebagai petani harus bangga sebab selama ini petani berjuang dengan derai air mata. “Tanpa petani kita tidak merasakan kemerdekaan. Perjuangan kita hari ini belum selesai maka harus terus diperjuangkan,”jelas Putri.
Warti, salah seorang perempuan petani anggota paguyuban kepada suarakeadilan.org menyatakan bahwa selama ini dia selalu bersemangat untuk mengelola lahan pertaniannya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ia menyadari bahwa ketika bergabung dengan mengikuti paguyuban, ia merasa tidak berjuang sendirian. (Ast)
Add a commentYPLAG Gelar Pemutaran dan Diskusi Film Unexpected PEACE
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 43
Pada Sabtu, 13 September 2025, bertempat di Gedung Sekretariat Bersama, Surakarta, berlangsung pemutaran dan diskusi film Unexpected PEACE yang diinisiasi oleh Yayasan Perdamaian Lintas Agama dan Golongan (YPLAG), MCC dan beberapa lainnya. Dari beberapa benua, Amerika, Eropa dan Afrika, pada tahun ini yang mendapat kepercayaan untuk penayangan pertama adalah di Asia dan kota pertama adalah Surakarta.
Add a commentAliansi Perempuan Indonesia (API) dalam Peringatan September Hitam: PROTES ADALAH HAK
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 63
Rabu, 10 September 2025
Protes merupakan hak perempuan dan hak semua warga negara. Namun hingga saat ini para pemrotes kebijakan pemerintah yang turun ke jalan, masih berada dalam jeruji besi tahanan polisi. Selama aksi dari 25 Agustus-1 September 2025, 10 orang telah meninggal, 3.337 orang ditangkap polisi, 1.042 orang luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, 20 dari 23 orang masih hilang, 60 kasus kekerasan menimpa jurnalis. Alih-alih merespon tuntutan rakyat, Presiden Prabowo Subianto justru memberikan kenaikan pangkat jabatan bagi para anggota kepolisian yang terlibat dalam kekerasan saat unjuk rasa dan melabeli aksi-aksi sebagai tindakan “makar dan terorisme” tanpa sedikit pun permintaan maaf kepada keluarga korban yang tewas dibunuh aparat. Tak cukup hanya itu, sweeping juga dilakukan para aparat di kampus untuk menangkap para mahasiswa.
Add a commentPendaftaran Gugatan atas Pernyataan Fadli Zon Terkait Penyangkalan Perkosaan Massal Mei ‘98
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 51
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas melayangkan gugatan terhadap Menteri Kebudayaan Fadli Zon ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (11/9/2025). Gugatan ini terkait pernyataan Fadli yang dinilai menyangkal pemerkosaan massal Mei 1998 dan mendelegitimasi kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998. Perwakilan kuasa hukum penggugat, Jane Rosalina, mengatakan bahwa objek gugatan adalah Tindakan Administrasi Pemerintah berupa pernyataan Menteri Kebudayaan dalam Siaran Berita Kementerian Kenudayaan Nomor : 151/Sipers/A4/HM.00.005/2025 tertulis tanggal 16 Mei 2025 (disiarkan pada 16 Juni 2025) dan telah diunggah melalui akun Instagram resmi Menteri Kebudayaan atas nama @fadlizon dan akun resmi Kementerian Kebudayaan atas nama @kemenbud tanggal 16 Juni 2025 yang menyatakan : "... laporan TGPF ketika itu hanya menyebutkan angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku. Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri... Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik sebagaimana lazim dalam praktik histiografi. Apalagi mengangkut angka dan istilah yang masih problematik...”
Hal inilah yang koalisi gugat ke PTUN Jakarta sebagai bentuk administrasi pemerintahan berupa pernyataan yang dilangsungkan oleh Fadli Zon, selaku Menteri Kebudayaan dalam siaran pers beritanya dan pernyataan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan juga dari bagaimana ada upaya adanya klarifikasi Fadli Zon atas pernyataan problematiknya pada wawancara Real Talk dengan Uni Lubis soal revisi buku sejarah yang tayang pada kanal IDN Times pada 10 Juni 2025. Pada siaran tersebut merupakan pernyataan yang problematik dan koalisi menilai telah mendelegitimasi fakta TPGF Mei 98 yang bekerja melalui mandat resmi surat dari enam surat keputusan resmi dari enam Kementerian yang telah bekerja sejak 23 Juli 1998. Tim bertugas untuk mengungkapkan fakta-fakta berkaitan pada kekerasan pada perempuan saat Mei 98, maupun kekerasan yang terjadi pada rentetan peristiwa 13, 14 Mei , 15 Mei 98. Tim lantas mengungkap para pelaku, dugaan praktik pelanggaran HAM berat dan hak asasi lainnya, inilah yang kemudian koalisi layangkan kepada Menteri kebudayaan, untuk kemudian dipertanggungjawabkan di muka pengadilan khususnya badan peradilan tata usaha negara, karena koalisi menilai tindakan yang dilakukan Fadli zon dalam pernyataannya adalah bentuk tindakan administratif pemerintahan sejalan dengan Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Seperti dikutip pada Kompas.co, Fadli Zon dikecam publik karena meragukan pemerkosaan massal pada Mei 1998 dalam wawancara bersama IDN Times. Menurut dia, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998. "Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon, dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).
“Kami juga mengajak para penggugat untuk turut serta dalam konferensi pers ini,”jelas Jane Rosalina dalam konferensi pers yang diikuti oleh suarakeadilan.org pada Kamis (11/9). Para penggugat perseorangan tersebut adalah : 1. Marzuki Darusman, Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF Mei 1998), 2. Ita F. Nadia, Pendamping korban perkosaan massal Mei '98, 3. Kusmiyati, Paguyuban Mei 1998, 4. Sandyawan Sumardi, Koordinator Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Dan Pengugat badan hukum perdata adalah, Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Kalyanamitra. (Ast)
Add a comment
Pernyataan Sikap Yayasan YAPHI
- Super User
- Suara Keadilan
- Dilihat: 94
Menyikapi situasi yang terjadi saat ini, Yayasan YAPHI menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas ketegangan yang muncul di tengah masyarakat.
Add a comment- Catatan Konsinyering RAD PD Provinsi Jawa Tengah (1)
- Pemerintah Kota Surakarta Gelar Peringatan HAN : Wujudkan Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045
- Jaringan Visi Solo Inklusi dan YAPHI Buka Kelas Relawan, Menjawab Minimnya Sensitivitas Difabel
- Catatan Talkshow GembiraFest 2025, Apa Kabar Demokrasi?