Publikasi

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sering publik membaca tulisan jargon yang kemudian menjadi ikon bagi anak muda terutama ketika tulisan tersebut menempel pada tembok-tembok atau wahana yang mudah untuk dijangkau dan dilihat di tempat strategis. Menariknya, seringnya tulisan ini mengandung pesan yang terlihat  sebagai bukan hanya ikon tapi katakanlah pembenaran. Seperti tulisan yang ada di jalan utama kota Surakarta, di sebuah dinding swalayan tertera "Psikolog itu Mahal, maka Tuhan Menciptakan Jalan Slamet Riyadi".

Tak hanya itu, ada lagi tulisan tertera di tembok-tembok  bernada nyaris sama, sunyi di sela-sela gegap-gempita perilaku anak muda menghabiskan waktu malam sekadar untuk rehat dari kegiatan sehari-hari. Tulisan tersebut juga bisa dipersepsikan sebagai wahana promosi bahwa jalan Slamet Riyadi adalah tempat yang pas buat mendinginkan suasana hati yang sedang panas atau untuk sekadar selonjor melepaskan penat sehabis kerja seharian sembari minum kopi di kafe-kafe atau kedai kopi yang tumbuh subur di sepanjang jalan.

Jargon dengan membawa-bawa nama profesi psikolog seolah-olah pembenaran bahwa di zaman sekarang kesehatan jiwa itu dinilai sangat penting untuk mendapatkan perhatian. Lantas apa hubungan antara ketertarikan generasi muda, terutama generasi Z yang bisa dipersepsikan menyukai simbol-simbol dengan isu kesadaran kesehatan mental? Perlu diketahui bahwa di bulan Oktober,  dunia memperingati hari kesehatan jiwa yang pada tahun ini bertema akses layanan kesehatan jiwa pada saat bencana dan darurat/kesulitan.

Persoalan kesehatan jiwa ini bukan hanya menjadi milik satu atau beberapa orang saja tetapi menjadi isu yang saat ini banyak disuarakan sebab keadaan dunia tidak baik-baik. Lantas kalau kita kulik lagi kalimat-kalimat atau jargon-jargon di atas bahwa biaya ke psikolog itu mahal, apakah benar demikian? Tidak sepenuhnya benar sebab para pemilik BPJS Kesehatan bisa mengaksesnya dengan mudah. Jika di DKI Jakarta di setiap puskesmas telah menyediakan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater namun itu tidak berlaku bagi di luar Jakarta, contohnya adalah kota Surakarta. Namun sejak lima bulan lalu kota Surakarta sudah memiliki layanan kesehatan psikologis dengan menyediakan psikolog di setiap puskesmas, setiap Sabtu terakhir di setiap bulan. Tentu ini kabar menggembirakan sebab lebih mendekatkan lagi akses layanan kesehatan.

Tata cara mengaksesnya adalah dengan mengantre terlebih dahulu di hari Jumat sebelumnya dan setiap psikolog hanya mampu memberikan layanan kepada 6 pasien saja dan ini penting dan perlu disosialisasikan kepada khalayak bahwa Dinas Kesehatan Kota Surakarta sudah berusaha untuk menyediakan layanan psikolog dengan cara seperti itu. Selanjutnya terkait  layanan psikolog di tempat lain, kota Surakarta bisa menjadi inspirasi. Daerah lain perlu  terus disorong bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapat layanan kesehatan seperti yang ada di undang-undang kesehatan dan undang-undang kesehatan jiwa dan tentunya Undang-undang nomor 18 tahun 2016.

Sama pentingnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental pun perlu dijaga. Pasalnya, gangguan mental bisa mengubah objektivitas individu dalam memperlakukan dirinya sendiri, berhubungan dengan sesamanya, menghadapi masalah dan lainnya. Seseorang bisa berkemungkinan melakukan self-harm akibat mental illness yang dideritanya. Untuk itu, segeralah konsultasikan situasi tersebut jika sudah mengganggu aktivitas sehari-hari.

Konsultasi ke psikolog atau psikiater mandiri  (tanpa BPJS) merupakan salah satu solusi terbaik guna mengatasi gangguan mental dan masalah kejiwaan seseorang. Mengenai dananya, biaya psikolog memang bervariasi dan beda antara ibu kota dan kabupaten/kota. Namun umumnya bisa mencapai kurang lebih Rp300-700 ribu per satu kali konsultasi. Biaya konsultasi psikolog di klinik umum dan rumah sakit Kota Surakarta  berkisar di angka Rp200.000 – Rp300.000 per sesi. Satu sesi biasanya berdurasi 45-50 menit. Namun, bagi klinik dan Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS, konsultasi pasien tidak akan dipungut biaya. Hal ini tergantung dari kebijakan masing-masing klinik atau rumah sakit yang bersangkutan.

Untuk biaya ke psikolog secara online terbilang lebih terjangkau. Namun konseling dan diagnosanya pun terbatas karena dilakukan melalui chat dan bukan tatap muka. Adapun biaya konsultasinya ada yang mulai dari Rp25 ribu, di situs KlikDokter salah satunya. Selain itu, ada juga yang berkisar antara Rp50 ribu – Rp650 ribu per sesi. Sementara untuk durasi konsultasinya ialah 30-60 menit lewat fitur chat serta video call. Keuntungannya adalah bisa memilih psikolog yang cocok dengan lebih fleksibel dan leluasa.

 

Berkomunitas, jadi Wahana Healing Difabel

Entok Darmanto, ketua Komunitas Hore-Hore yakni komunitas yang anggotanya terdiri dari puluhan sekitar 30 difabel dan bergerak dalam isu aksesibilitas layanan publik di kota Surakarta. Komunitas Hore-Hore adalah komunitas yang cair dengan lebih banyak berkegiatan dengan mengakses layanan publik yang aksesibel bagi disabilitas misalnya seperti jalan-jalan di Solo. Mulanya seperti itu, kemudian Komunitas Hore Hore melakukan kegiatan lebih luas lagi yakni pada  aksesibilitas di  tempat-tempat tamasya atau piknik.  Masing-masing anggota komunitas memiliki pekerjaan, ada yang  di perusahaan dan ada juga  yang berwirausaha. Ketika suarakeadilan.org bertanya kepada Entok Darmanto, apakah yang selama ini dilakukan olehnya bersama anggota ini untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ia memberikan jawaban bahwa di setiap kegiatan walaupun mereka tidak sedang berpiknik atau berwisata,minimal dalam satu minggu itu paling tidak dia sampai tiga kali mereka bertemu di markas atau posko yakni rumah salah seorang anggota. Mereka memiliki agenda seperti sharing antar teman, bercerita dari dari masalah keluarga, pekerjaan, masalah negeri hingga global. Dari dari apa yang mereka lakukan yakni saling sharing, saling menjaga hati, saling mengerti dan memahami keadaan diri, mereka menganggap bahwa itulah salah satu cara mereka menuju ke kesejahteraan jiwa.

Lantas, apakah  kemudian anggotanya sampai memerlukan tindakan layanan ke profesional seperti psikolog, ketika ada masalah yang menyebabkan stress atau depresi, menurut Entok sampai saat ini belum memerlukan.

Entok juga menyadari bahwa siapapun atau setiap anggota dari komunitasnya rentan untuk mengalami masalah kejiwaan Tetapi dia juga tidak menutup kemungkinan dari itu maka kampanye kesehatan jiwa juga dia lakukan kepada semua anggota komunitas yang beranggotakan 30 difabel ini.

Beberapa waktu lalu beberapa anggota Komunitas Hore-Hore  mengikuti  pelatihan bagaimana memberi pertolongan pertama secara psikologis ketika menghadapi orang yang mengalami gangguan jiwa. Pengetahuan dan pemahaman itu mereka sampaikan kepada seluruh anggota komunitas lainnya.

Jadi ketika di jalan-jalan utama kota tertulis jargon  "psikolog itu mahal", tetapi bagi Komunitas Hore-Hore hal itu tidak berlaku karena mereka memiliki wahana untuk merilis stress dan tidak menafikan bahwa datang ke psikolog adalah penting ketika diri sudah tidak sanggup lagi menahan beban psikologis. (Astuti).

Add a comment


Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang

Perdamaian diri penting bagi seorang relawan inklusi yang banyak berhadapan dengan kelompok rentan, seperti anak, perempuan, dan disabilitas. Sebab dengan perdamaian diri maka  tidak mudah mengalami burnout, tidak lelah fisik dan bisa menyeimbangkan antara pikir dan rasa. Mendampingi itu dengan tidak menyerap semua luka dan sebagai pendamping/relawan sangat dihindari terjadinya  secondary trauma.

Secondary trauma adalah tekanan emosional atau psikologis yang timbul akibat terpapar secara tidak langsung terhadap pengalaman traumatis orang lain, seperti melalui cerita, gambar, atau kesaksian langsung. Kondisi ini berbeda dari trauma langsung karena tidak melibatkan pengalaman pribadi yang traumatis, tetapi justru muncul karena empati dan paparan terhadap cerita atau bukti trauma orang lain, dan sering dialami oleh profesional seperti pekerja sosial, petugas pertolongan pertama, dan tenaga kesehatan.

Menjadi diri yang utuh, menjadi pendamping, apa yang dilakukan untuk teman disabilitas dan korban, yang mungkin relawan mengerti bahwa hanya mendampingi. Padahal harus ada di tahapan empati bukan simpati, begitu yang disampaikan oleh Dorkas Febria, fasilitator dari Yayasan YAPHI pada sesi pertama di  pelatihan  ke-3  Relawan Inklusi (Relasi), atau disebut Kelas Relasi yang dihelat oleh Yayasan YAPHI bersama Jaringan Visi Solo Inklusi di Ruang Anawim, Yayasan YAPHI, Selasa (28/10).

"Jika kita tidak memiliki batas diri, mungkin akan larut dalam luka. Sering merasakan dan mempertanyakan diri, sehingga perlu ada batasan yang kuat.  Bisa hadir secara penuh, dimana dalam melakukan pendampingan teman disabilitas dengan memberikan yang terbaik, "terang Dorkas.

Jika seorang relawan inklusi masuk kepada tanda  tidak berdamai dengan diri seperti terus menyalahkan diri sendiri, merasa tidak layak, mudah marah, frustasi, menyimpan dendam, sulit fokus, ketika mendampingi sulit tidur, gelisah, merasa lelah terus-menerus hingga menceritakan pengalaman korban kekerasan, sampai terbawa mimpi, bangun tidur segar tapi ternyata malah capek. Jadi ketika tidak bisa membatasi, maka akan merasa lelah terus-menerus.

Dorkas kemudian menyampaikan terkait perlunya  prinsip  ruang aman, bahwa setiap orang diterima artinya tanpa penilaian, pengalaman, dan perasaan semua dihargai. Ruang aman adalah orang yang aman, fasilitas yang aman, dan aktivitas yang aman. Relasi yang aman berarti bebas dari relasi kuasa, dan  hadir dalam semangat saling menghormati tanpa paksaan untuk berbagi karena setiap manusia semestinya setara. Bahkan bahasa juga harus dengan bahasa yang aman, dimana terbebas dari stigma dan candaan yang seksis.

 

"Perspektif saya langsung saya ubah, ketika mendapatkan pengetahuan tentang perdamaian diri"kata Adnan.

 

Selain memberikan pemaparan terkait perdamaian diri, sesi pertama pelatihan juga mengajak 22 peserta untuk berpraktik  mindfulness dengan hening sejenak difasilitasi oleh Vera. Vera mengajak peserta melakukan meditasi dan kemudian kembali kepada kesadaran.

Adnan, salah seorang peserta Kelas Relasi dalam forum saat sesi diskusi menyampaikan bahwa banyak manfaat yang ia peroleh ketika mendapatkan pengetahuan tentang kerelawanan. Sebab ia berterus terang, sejak beberapa waktu lalu  telah menyediakan dirinya menjadi relawan teman curhat di media sosial. Ia menceritakan pengalamannya tatkala mendampingi orang yang ingin menyakiti dirinya sendiri. Adnan kemudian mengalihkan  perhatian si orang tersebut dan kemudian lebih  mendengarkan cerita-ceritanya.

Menurut Adnan,  dengan diberinya sesi perdamaian diri, ia lantas bisa menggeser perspektifnya, alias mengubah paradigma bahwa menjadi seorang relawan harus tahu batas dan banyak hal lagi yang bisa ia pelajari. Maka dengan itu ia kemudian mempunyai waktu lebih untuk mempersiapkan diri dengan diri yang penuh terlebih dahulu. "Ada tenaga yang besar yang saya butuhkan maka saya bisa menanggapi curhat satu persatu dan siap melakukan volunteer, " ungkap Adnan. (Renny Talitha/Ast)

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Perkara 130/PUU-XXIII/2025 telah memasuki sidang ke-5 dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh  Pemohon. Sidang  lanjutan dari perkara tersebut kembali digelar pada Selasa, (21/10/2025). Sidang terkait permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang diajukakan oeh Raissa Fatikha dan Deanda Dewindaru, dua penyintas penyakit kronis karena merasa hak-hak mereka tidak dijamin akibat tidak diakuinya penyakit kronis secara eksplisit dalam definisi disabilitas.Meski tak terlihat secara kasat mata, seharusnya juga diakui sebagai difabel.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

UU nomor 1 Tahun 2023 akan berlaku dan salah satu yang jadi poin adalah banyak hal harus disesuaikan dengan UU nomor 1 tahun2023 maka RUU ini merupakan landasan penting bagi kita bagaimana menyesuaikan ketentuan-ketentuan pidana di UU nomor 1 tahun 2023 maka Kementerian Hukum lewat Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan melakukan webinar untuk membahas hal tesebut pada Selasa (21/10). 

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Lembaga riset ekonomi dan hukum Center for Economic and Law Studies (Celios) merilis hasil survei terbaru yang menggambarkan penilaian publik terkait jelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Peneliti Celios, Galau D. Muhammad mengatakan,  hasil survei ini sebagai rapor merah bagi pemerintahan. “Warna merah melambangkan rapor merah. Jadi tidak ada cara lain untuk Pak Prabowo tidak berhenti di titik ini, maka harus melakukan evaluasi total, melakukan reshuffle kabinet, melakukan nomenklatur kementerian ini pangkas, dan merefleksikan dari data ini sebab publik menunggu,” katanya saat paparan, Minggu (19/10). Ia juga menilai, Presiden Prabowo perlu melakukan langkah nyata untuk memulihkan kepercayaan publik dengan melakukan reshuffle kabinet besar-besaran dan pemangkasan nomenklatur kementerian.

Saat ini ada sekitar 140 pejabat publik yang terdiri dari menteri, wakil menteri, utusan presiden, hingga penasihat presiden di Kabinet Merah Putih. Jumlah ini dinilai terlalu gemuk dan tidak efisien. “Tidak bisa tidak, pemerintah harus melakukan pemangkasan nomenklatur kementerian. Hal ini tergambar dari survei yang kami lakukan pada ekspert. 96 persen sepakat harus ada pergantian Menteri, dan 98 persen sepakat harus ada pemangkasan nomenklatur kementerian," ungkap Galau. Terkait sepuluh pejabat yang dinilai harus di-reshuflle versi survei Celios adalah 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia 2. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana 3. Menteri HAM Natalius Pigai 4. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni 5. Menteri Kebudayaan Fadli Zon 6. Menteri Pariwisata Widiyanti Putri 7. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan 8. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko 9. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto 10. Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid.

Hasil survei menunjukkan,  rata-rata nilai yang diberikan adalah  3 dari skala 10. Hasil ini  jauh menurun dibanding survei serupa saat 100 hari pemerintahan. Saat itu Prabowo masih memperoleh nilai 5 dan Gibran 3. “Ibarat rapor nilai sekolah, angka 3 dari 10 ini jelas berada jauh di bawah standar kelulusan yang biasanya ada di kisaran 6 atau 7,” ujar Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar. Ia menambahkan bahwa memilih analogi sederhana menggunakan kata “rapor”.

Survei melibatkan dua kelompok yakni 1.338 responden masyarakat umum dan kelompok pakar dengan melibatkan 120 jurnalis dari 60 lembaga pers mewakili berbagai desk pemberitaan, mulai dari ekonomi, sosial-politik, hukum dan HAM, hingga lingkungan.  Responden tersebar secara nasional, dari perdesaan hingga perkotaan, dengan beragam latar sosial dan demografis, menggunakan metode teknik pengumpulan data dengan cara sampling, teknik analitis, instrumen survei, validitas, jumlah responden, cakupan wilayah, output data, waktu pengambilan data, dan kelebihan. Survei berlangsung pada 30 September hingga 13 Oktober 2025. Dari hasil agregasi,  29 persen responden memberi nilai 1 dari 10, menandakan kinerja dianggap sangat buruk. Sebagian lainnya memberi nilai 2 sebanyak 14 persen, dan nilai 3 sebanyak 20 persen. Sementara hanya 2 persen yang memberi nilai 8, dan 1 persen memberi nilai 9. Tidak ada yang memberikan nilai sempurna.

Survei yang dilakukan oleh Celios   adalah  bagian dari partisipasi publik dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan. Pada sistem demokrasi, presiden dan jajaran pemerintah adalah penyelenggara negara yang harus terbuka terhadap kritik dan semua masukan dari rakyat. Kritik bukanlah bentuk menentang, melainkan cermin agar pemerintah dapat melihat kekurangan dan memperbaiki arah kebijakan. Sedangkan sektor dianggap paling tidak tertangani dengan baik adalah penegakan hukum dan HAM sebanyak 19 persen, disusul lingkungan adalah 17 persen,  ekonomi 14 persen, pendidikan 14 persen, serta sektor kesehatan dan sosial masing-masing 11 persen. Sisanya menyatakan bahwa  infrastruktur dan pertanian masing-masing adalah 7 persen. Media Wahyudi menyebutkan, hasil tersebut merupakan cerminan agregasi dari suara publik.  “Agregasi rangkuman dari suara masyarakat yang kami lakukan lewat metodologi penelitian berkaitan dengan evaluasi kinerja ini,” paparnya. (Ast)

 

 

 

 

Add a comment