Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Cucu Saidah, inisiator Jakarta Free Barier Tourism (JBFT) dalam diskusi Forum Denpasar 12, mengatakan bahwa untuk memastikan pemenuhan hak difabel maka yang selalu dibicarakan adalah kebijakan,  baik di pusat maupun daerah  serta bagaimana perlakuan diskriminatif  terhadap difabel akan semakin berkurang. Namun dari itu semua yang paling utama adalah kerja sama antar pihak. Terkait bicara  aksesibilitas tentu manfaatnya bagi semua dan merata. Tentang aksesibilitas ini  misalnya, ada di pihak penyedia jasa bangunan awalnya tugasnya adalah mempermudah bagi difabel, bagaimana kebermanfaatannya.



Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Perda nomor 9 Tahun 2020 yang disahkam pada Desember 2020 telah mengamanatkan 9 Perwali yang bakal jadi aturan pelaksanaannya. Demikianlah hasil dari diskusi oleh Jaringan Visi Solo Inklusi bersama Yayasan YAPHI yang dilakukan beberapa kali bahkan serial saat pandemi COVID-19 masih melanda. Jaringan Visi Solo Inklusi adalah sebuah jaringan masyarakat sipil yang mewadahi berbagai organisasi difabel dan komunitas di Surakarta antara lain PPRBM Solo, SHG Solo Berseri, dan Gerkatin, KPSI Solo Raya, SKAI.

Beberapa diskusi yang sudah terlaksana tersebut menghadirkan narasumber dari Bagian Hukum Setda Pemkot Surakarta dan tim penyusun lainnya yakni difabel sebagai tenaga ahli, serta seorang anggota DPRD.

Setelah mengerucut bahwa jelas amanat perda adalah pemerintah segera menerbitkan Perwali, maka terjadi kesenjangan diskusi. Lalu proses itu pun berjalan untuk mengejar tenggat waktu dua tahun pasca disahkan harus sudah terbit Perwali.

Rupanya, telah terbentuk tim penyusun beberapa waktu belakangan ini yang salah satunya adalah Purwanti, seorang pegiat isu difabel. Purwanti juga terlibat sebagai tim yang berperan aktif dan berpartisipatif penuh saat penyusunan Perda. Bersama Rina Herlina, seorang akademisi, serta seorang narasumber  bagian hukum Pemkot, draft Perwali berhasil disusun.

Hingga pada 23 Nopember 2023 lalu diselenggarakanlah komunikasi publik oleh Dinas Sosial Kota Surakarta yang mengundang 100-an orang yang berasal dari berbagai elemen masyarakat.

Ada beberapa hal urgen menjadi perhatian bahwa bahwa Perda nomor 9 tahun 2020 telah mengamanatkan 9 Perwali namun dalam pelaksanaannya Perwali tersebut kemudian dihimpun menjadi satu draft perwali yang didalamnya memuat 11 bab.


Konsensus Penyusun dengan Dinas Pendidikan : Ada Peraturan Sendiri Terkait ULD Kependidikan


Dalam bab II draft Perwali yang membahas tentang Pendidikan Inklusif, ada usulan dari seorang peserta yakni  praktisi pendidikan agar memasukkan Peraturan Permendikbud nomor 48 tahun 2023 tentang Akomodasi Yang Layak (AYL) pada dasar hukum yang digunakan. Dan dijawab bahwa untuk dasar hukum yang dimasukkan sudah jelas yakni Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Daerah. 


Lain hal menurut narasumber Purwanti, bahwa saat ini para penyusun sudah memiliki konsensus dengan Dinas Pendidikan bahwa mereka akan memisahkan Perwali Pendidikan Inklusif akan masuk dalam Perda Pendidikan. Artinya bahwa draft Perwali saat ini tidak memasukkan tentang pendidikan inklusif, terkait pendidikan inklusif dan Unit Layanan Disabilitas (ULD) pendidikan akan diatur tersendiri. 


Bab III yang membahas tentang Penyediaan Akomodasi yang Layak (AYL) di Bidang Ketenagakerjaan mendapat banyak perhatian dari audiens dengan berbagai pendapat dan masukan seperti yang disampaikan oleh DR. Budi Santosa, dosen Poltekkes, bahwa perlu pengawas atau supervisor terkait kebutuhan mentorship supaya kalau ada konflik terkait ketenagakerjaan bisa menengahi. Ia menyoroti terkait bagaimana peraturan ketenagakerjaan khususnya kepada penyandang disabilitas sangat diskriminatif sebab mensyaratkan umur tertentu serta syarat sehat jasmani dan rohani. Menurutnya seharusnya peraturan umur terkhusus untuk difabel dihapus sebab untuk aturan itupun tidak berlaku untuk atlet paralimpik. (ast)


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Istilah Strawberry Generation atau Generasi Stroberi awalnya  muncul dari negara Taiwan. Istilah  ini ditujukan pada sebagian generasi baru yang lunak, rentan lemah, seperti buah strawberry. Pemilihan buah strawberry untuk penyebutan generasi baru ini juga karena buah strawberry tampak indah dan eksotis, tetapi begitu dipijak atau ditekan ia akan mudah sekali hancur.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Dikutip dari akun IG @Perempuan Berkisah, dalam penelitian Untold Stories of Woman Living in Violence Lived Realites of Woman  Stay: a Case Study  of Ngombe and Kanyama Compound in Lusaka  (2019), menemukan bahwa mayoritas responden perempuan memilih bertahan hubungan  untuk bertahan karena anak-anak.  Dalam relasi seperti ini perempuan lebih mengutamakan kebahagiaan dan keamanan anak-anak terlebih dahulu daripada kebahagiaan dan keselamatan dirinya sendiri.

Mungkin seperti itulah yang menimpa dan telah terjadi pada diri seorang perempuan berprofesi dokter, istri dan ibu tiga orang anak dan saat ini mengalami kehamilan. Seperti yang masyarakat ketahui melalui media massa maupun media sosial dan sempat viral beberapa hari lalu. Seorang dokter dilaporkan menghilang dari rumah oleh sang suami dengan menyebut nama terang dan ciri-ciri serta data lainnya. Unggahan yang diposting di media sosial tersebut sontak merenggut perhatian teman baik sang istri. Bukan karena bersimpati kepada si pengunggah, namun bersimpati kepada si dokter yang kemudian diketahui lewat komentar salah satu pengguna di status tersebut.

Ia yang merupakan teman baik si istri kemudian malah menuliskan realita kekerasan yang dialami sehari-hari oleh si dokter. Beban hidup dan ekonomi yang berat yang ia panggul sendiri tanpa suami yang berpenghasilan (Suami seorang content creator) diceritakan oleh si kawan dengan menggambarkan bagaimana si dokter perempuan tersebut harus berpraktik di tiga klinik sekaligus. Ia menuliskan jika dokter perempuan tersebut tampak kusut dampak dari kelelahan setiap kali berpraktik.

Beberapa hari kemudian muncul unggahan jika si perempuan dokter tersebut ternyata sedang mencari perlindungan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Ia tinggal di rumah aman yang difasilitasi oleh P2TP2A setempat. Setelahnya diberitakan jika ia lantas melaporkan masalah kekerasan yang dialaminya ke kepolisian.

Namun beberapa hari kemudian laporan tersebut dicabut dengan alasan ia masih menyayangi sang suami dan insiden kekerasan yang terjadi diakibatkan oleh emosi yang memuncak. Pengguna media sosial alias netizen banyak memberi respon, ada yang setuju dan ada yang menyayangkan bahkan gemas atas keputusan yang diambil.

Kenyataannya, keraguan untuk meninggalkan pelaku KDRT sering dialami korban. Pandangan seperti bahkan telah mengakar sehingga memengaruhi korban. Korban gagal meninggalkan hubungan karena adanya ancaman psikologis, psikis, emosional, finansial bahkan fisik. Korban sulit meninggalkan pelaku lalu terjebak dalam ‘lingkaran setan’. Mereka akan melalui pertengkaran, lalu terjadi kekerasan, permaafan, bulan madu, lalu terjadi perselisihan lagi dan bertengkar kemudian terjadi kekerasan lagi, rukun alias bulan madu lagi, begitu terus-menerus.

Ada alasan mengapa korban tidak meninggalkan  hubungan yakni agar aman, Karena jika ia meninggalkan hubungan akan bisa membahayakan dirinya. Pelaku yang manipulatif biasanya akan mengisolasi korban dengan cara menjauhkan hubungan dengan dunia luar terkait urusan dengan pekerjaan atau keluarga serta bisnis. Dengan pencitraan diri agar dinilai baik oleh korban, maka korban akan dibuat tergantung kepada pasangannya.

Dikutip dari Kompas.co, data menunjukkan 41 persen perempuan yang dibunuh oleh pasangan laki-lakinya/mantan pasangannya di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara pada tahun 2018 telah atau berusaha berpisah. Sebelas dari 37 perempuan ini dibunuh dalam bulan pertama setelah mereka berpisah dan 24 perempuan dibunuh di tahun pertama perpisahan.

Dokter Qory Tidak Mencabut Laporan Polisi

Tepat sejam lalu tulisan ini saya tulis, lantas saya membuka sebuah laman berita yang memberitakan bahwa Dokter Qory, si perempuan dokter yang kisahnya saya tulis di atas batal mencabut laporannya alias ia tetap meneruskan laporan ke kepolisian atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sang suami. Itu dilakukan setelah si dokter mendapat pendampingan dan pemahaman-pemahaman seperti yang dsampaikan oleh Ratna Susianawati, Deputi di Kementerian PPPA pada Selasa (28/12).

Atas sikap dokter yang berubah-ubah ini sangat bisa dipahami sebab ia sebagai korban kekerasan tidak bisa serta merta langsung dapat mengambil keputusan secara emosional. Ia perlu pendampingan agar benar-benar bisa memberi keputusan yang benar bagi dirinya. Tidak semata-mata yang semula mencabut laporan untuk melindungi dirinya dan anak-anak, namun setelah mendapat pemahaman bahwa pelaku kekerasan sepantasnya mendapatkan efek jera dengan memenjarakannya. Ia harus paham bahwa tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan. (Ast)

 


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Problematika guru dalam pendidikan terjadi saat kini dan ada banyak hal yang harus dihadapi. Beberapa di antaranya dikemukakan oleh Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma,M.Pd,Kepala Balitbang PB PGRI pada webinar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (22/11). Problem tersebut meliputi politik anggaran keberpihakan APBN dan APBD.