Publikasi

Diskusi Komasipera terkait Pemenuhan Hak Aman

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Setiap perempuan dan anak berhak untuk hidup aman, bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan ketakutan. Namun kenyataannya, hingga kini kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah serius yang menghambat terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Rasa aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial merupakan hak dasar yang belum sepenuhnya dirasakan oleh banyak perempuan dan anak di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah dan khususnya di Kota Surakarta.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada tahun 2024 tercatat ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, dengan Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi dengan angka laporan tertinggi. Kasus-kasus tersebut mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga eksploitasi ekonomi dan digital. Di Jawa Tengah ada 2.600 kasus kekerasan hingga Nopember 2025.

Di Kota Surakarta, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Surakarta mencatat bahwa tren laporan kekerasan terhadap anak dan perempuan masih terjadi setiap tahun, terutama di lingkungan rumah tangga dan pergaulan remaja.

Fenomena ini menunjukkan bahwa konsep “aman” bagi perempuan dan anak bukan sekadar ketiadaan kekerasan, tetapi juga mencakup adanya rasa dihargai, diterima, dan dilindungi dalam setiap ruang kehidupan, baik di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun ruang publik 24 jam siap untuk melayani.

Berlatar belakang itulah, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Perempuan dan Anak (Komasipera) didukung Yayasan YAPHI, mengadakan diskusi sebagai rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) pada Selasa (25/11) bertempat di Yayasan YAPHI.

Setelah acara dibuka oleh Haryati Panca Putri, Direktur Pelaksana Yayasan YAPHI, diskusi yang dipandu dan difasilitasi oleh Vera Kartika Giyantari, pemerhati isu perempuan dan anak mengajak 43 peserta yang terdiri dari petugas Pos Pelayanan Terpadu (PPT) dari kelurahan serta pemerhati untuk merefleksikan dan mendefinisikan ruang aman bagi perempuan dan anak. Ruang aman bagi perempuan dan anak meliputi bebas dari ancaman, tindakan kekerasan, rasa khawatir, nyaman, galau, takut, cemas, stress dan depresi.

Menurut Vera Giyantari harusnya dalam keluarga, rasa aman dan nyaman bisa diciptakan, dikendalikan, dikerahkan dan ada dalam kendali anggota keluarga. Sama juga dengan di ruang lingkup tempat kerja, kantor, atau sekolah serta fasilitas publik. Namun apakah benar bahwa sudah tercipta ruang aman? Padahal tiap waktu angka kekerasan makin meninggi seperti tertulis di atas. "Yang jadi PR kita bisa dicatat ; yang seharusnya kita jaga, ketahanan keluarga dari ancaman aman dan nyaman. Bertahan di kondisi aman dan nyaman adalah perjuangan, "ungkap Vera.

Acara kemudian berlanjut dengan diskusi kelompok yang mengerucutkan tentang kekerasan yang menimpa perempuan dan anàk, dengan memetakan persoalan apa yang terjadi di masyarakat, dan apa yang menjadi kebutuhan agar aman serta tantangan apa yang bisa dijawab. (Adi, Renny/Ast)