Kelas relawan inklusi berjumlah 27 orang yang diinisiasi oleh Jaringan Visi Solo Inklusi dan didukung oleh Yayasan YAPHI telah menyelesaikan sesinya pada Sabtu (15/11) lalu, dengan materi penutup tentang sensitivitas disabilitas. Namun demikian, masih ada kelas terakhir yang mereka ikuti yakni diskusi tentang HAM dan Disabilitas.
Kelas diskusi ini menjadi gong atau penanda bahwa meski proses belajar telah usai, namun para peserta masih berharap bahwa masih ada kelas ke depan dan bisa dilakukan lewat daring misalnya dengan zoom meeting. Seperti yang diungkapan oleh Fithri Setya Marwati salah seorang peserta usai acara serah terima sertifikat Rabu (3/12) ,bahwa ia berharap masih ada kelas-kelas lainnya yang nantinya terus terupdate pengetahuan terkait disabilitas.
Di waktu yang bersamaan,harapan itu juga disampaikan oleh Adnan, salah seorang peserta kelas Relasi, yang menginginkan bahwa silaturahmi kelas tetap terjaga dan ke depan bisa dilakukan lagi pelatihan-pelatihan lewat daring. Adnan, salah seorang peserta yang menyatakan bahwa pelatihan relawan inklusi sangat bermanfaat bagi dirinya. Hal yang sama disampaikan oleh Ella, guru pendamping di sebuah SMP. Ia mengatakan bahwa materi-materi yang ia dapat dari kelas Relasi sangat bermanfaat seperti tentang GEDSI, Advokasi, Sensitivitas Disabilitas hingga materi membangun perdamaian diri. Ella berharap, setelah mendapatkan materi terakhir yakni HAM dan Disabilitas, ke depan ia semakin percaya diri dalam mendampingi anak didiknya yang tergolong sebagai autis spektrum.
Pamikatsih, inisiator Kelas Relasi sekaligus pengampu di beberapa sesi kelas Relasi menyatakan bahwa kelas Relawan Inklusi ini bukan kelas terakhir karena ke depan masih akan diusahakan ada kelas lagi, setelah nanti dilakukan evaluasi-evaluasi. Sebagai inisiator, Pamikatsih sebelumnya juga membuat kelas GEDSI di tahun 2022-2023 yang diikuti oleh 30 orang pegiat isu difabel yang berasal dari penyintas, caregiver (keluarga), mahasiswa dan pegiat isu perempuan dan anak. (ast)


