Publikasi

RSJD dr. Arif Zainudin Gelar Workshop Kegawatdaruratan Psikiatri dan Bantuan Hidup Dasar Bagi Masyarakat

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

RSJD dr. Arif Zainudin memberikan pelatihan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada pasien gaduh gelisah pada Jumat (11/7), kepada kader kesehatan jiwa di Kecamatan Jebres dan anggota Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Solo Raya.  Peserta paling banyak dari Kecamatan Jebres sebab wilayah tersebut yang menaungi lokasi rumah sakit. Acara dibuka dengan testimoni dari beberapa peserta yang merasakan pelayanan dari rumah sakit yang sekarang juga melayani secara umum serta spesialis lainnya seperti bedah, syaraf, penyakit dalam, radiologi,  dan laboratorium patologi klinis.

"Anak saya periksa dan terapi di sini selama enam bulan, dan ada home visit, perkembangannya bagus," kata seorang Ibu.  "Anak saya terapi di Tumbuh Kembang anak dan sudah baik dan tidak kambuh tantrumnya. Dia  sudah sekolah di sekolah reguler. Komplit di Tumbuh Kembang anak RSJD ini dari sisi mekanisme pelayanannya.  Antrean tidak panjang," kata seorang lainnya.

Dari pihak rumah sakit, dijelaskan bahwa utuk pelayanan umum baru berjalan sekitar 3 tahun ini. Fasilitas pelayanan dan gedung sudah mulai dilengkapi. Maka  kalau tidak dimanfaatkan oleh masyarakat amat sayang sekali, khususnya yang dekat-dekat seperti masyarakat Jebres. Dedy Ariwidiyanto, S.Kep, Ns., narasumber pada pelatihan memberikan  materi bertema Manajemen Krisis Pada ODGJ dengan  Fiksasi Mekanik.

Ia menjelaskan bagaimana menangani pasien gaduh gelisah, yakni tidak boleh melepas bajunya baju pasien. Juga tidak boleh ditali tangan dan kakinya. Harusnya memakai kain dan dengan baju yang dirancang khusus.

Lalu bagaimana dengan pasien dengan kegawatdaruratan krisis? Yang dipegang adalah bahu dan siku. Durasi waktunya 5 detik untuk fiksasi (menali) . Mirip membuat simpul dan sudah tidak pakai dadung lagi tapi kain atau mitela. Ia lantas menjelaskan dan mempraktikkan secara langsung.

Menyinggung soal pasung, diterangkan bahwa kasus pasung di Solo sudah tidak ada. Adanya di daerah tengah misalnya Bojonegoro, dan Rembang. Namun begitu, program Indonesia Bebas Pasung harusnya selesai 2025 tetapi tidak tercapai sehingga dimundurkan lagi sampai 2045.

Supardi dari KPSI Simpul Solo Raya bertanya pada sesi diskusi tentang bagaimana akhir-akhir ini berkembang kasus bunuh diri yang membuat teman-teman penyintas agak trauma. Ia mengkhawatirkan fenomena stigma kurang iman, dan bertanya  bagaimana memberi motivasi pada sesama teman penyintas.

Dengar Pendapat dengan Anggota Dewan di Sela-Sela Pelatihan

Dua orang anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Komisi E hadir di tengah-tengah pelatihan  dan memberikan pengarahan terkait kesehatan jiwa.  Menurut Bagus Suryokusumo, anggota dewan yang berasal dari Kabupaten Semarang dan pernah menempuh pendidikan di Universitas Negeri Semarang ini, RSJD dr. Arif Zainudin adalah milik provinsi.  Ia mengimbau agar warga di sekitarnya dapat memanfaatkannya dengan baik. Hanya saja sebagai warga Solo kalau dirujuk ke RSJD kebanyakan tidak mau karena stigma. Ia mengaku sudah dua kali melakukan kunjungan ke RSJD. Menurutnya pasien butuh dukungan dan ia yang sering berbicara dengan psikiater dan psikolog, orang yang mengalami gangguan jiwa,  artinya ada gangguan di kehidupannya, maka perlu dibantu. "Kita nggak tahu mental kita sehat atau sakit. Ada orang yang tiba-tiba ngamuk-ngamuk sendiri. Tolong kesehatan dijaga, Bapak dan Ibu. Kalau sudah punya masalah bertubi-tubi datanglah ke psikolog atau psikiater, " pungkasnya.

Anggota dewan lainnya, Ja'far Shodiq SH, S. Hum, saat ini tercatat sedang menyelesaikan kuliah S3 di UIN Syarif  Hidayatullah juga menyatakan baru sebulan lalu melakukan kunjungan ke RSJD. Ia menyentil fenomena generasi muda sekarang yang tidak seperti angkatannya dulu.  Ia juga mengetengahkan kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak, terutama yang terjadi di pondok pesantren, yang akhir-akhir ini viral. (Ast)