Sering publik membaca tulisan jargon yang kemudian menjadi ikon bagi anak muda terutama ketika tulisan tersebut menempel pada tembok-tembok atau wahana yang mudah untuk dijangkau dan dilihat di tempat strategis. Menariknya, seringnya tulisan ini mengandung pesan yang terlihat sebagai bukan hanya ikon tapi katakanlah pembenaran. Seperti tulisan yang ada di jalan utama kota Surakarta, di sebuah dinding swalayan tertera "Psikolog itu Mahal, maka Tuhan Menciptakan Jalan Slamet Riyadi".
Tak hanya itu, ada lagi tulisan tertera di tembok-tembok bernada nyaris sama, sunyi di sela-sela gegap-gempita perilaku anak muda menghabiskan waktu malam sekadar untuk rehat dari kegiatan sehari-hari. Tulisan tersebut juga bisa dipersepsikan sebagai wahana promosi bahwa jalan Slamet Riyadi adalah tempat yang pas buat mendinginkan suasana hati yang sedang panas atau untuk sekadar selonjor melepaskan penat sehabis kerja seharian sembari minum kopi di kafe-kafe atau kedai kopi yang tumbuh subur di sepanjang jalan.
Jargon dengan membawa-bawa nama profesi psikolog seolah-olah pembenaran bahwa di zaman sekarang kesehatan jiwa itu dinilai sangat penting untuk mendapatkan perhatian. Lantas apa hubungan antara ketertarikan generasi muda, terutama generasi Z yang bisa dipersepsikan menyukai simbol-simbol dengan isu kesadaran kesehatan mental? Perlu diketahui bahwa di bulan Oktober, dunia memperingati hari kesehatan jiwa yang pada tahun ini bertema akses layanan kesehatan jiwa pada saat bencana dan darurat/kesulitan.
Persoalan kesehatan jiwa ini bukan hanya menjadi milik satu atau beberapa orang saja tetapi menjadi isu yang saat ini banyak disuarakan sebab keadaan dunia tidak baik-baik. Lantas kalau kita kulik lagi kalimat-kalimat atau jargon-jargon di atas bahwa biaya ke psikolog itu mahal, apakah benar demikian? Tidak sepenuhnya benar sebab para pemilik BPJS Kesehatan bisa mengaksesnya dengan mudah. Jika di DKI Jakarta di setiap puskesmas telah menyediakan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater namun itu tidak berlaku bagi di luar Jakarta, contohnya adalah kota Surakarta. Namun sejak lima bulan lalu kota Surakarta sudah memiliki layanan kesehatan psikologis dengan menyediakan psikolog di setiap puskesmas, setiap Sabtu terakhir di setiap bulan. Tentu ini kabar menggembirakan sebab lebih mendekatkan lagi akses layanan kesehatan.
Tata cara mengaksesnya adalah dengan mengantre terlebih dahulu di hari Jumat sebelumnya dan setiap psikolog hanya mampu memberikan layanan kepada 6 pasien saja dan ini penting dan perlu disosialisasikan kepada khalayak bahwa Dinas Kesehatan Kota Surakarta sudah berusaha untuk menyediakan layanan psikolog dengan cara seperti itu. Selanjutnya terkait layanan psikolog di tempat lain, kota Surakarta bisa menjadi inspirasi. Daerah lain perlu terus disorong bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapat layanan kesehatan seperti yang ada di undang-undang kesehatan dan undang-undang kesehatan jiwa dan tentunya Undang-undang nomor 18 tahun 2016.
Sama pentingnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental pun perlu dijaga. Pasalnya, gangguan mental bisa mengubah objektivitas individu dalam memperlakukan dirinya sendiri, berhubungan dengan sesamanya, menghadapi masalah dan lainnya. Seseorang bisa berkemungkinan melakukan self-harm akibat mental illness yang dideritanya. Untuk itu, segeralah konsultasikan situasi tersebut jika sudah mengganggu aktivitas sehari-hari.
Konsultasi ke psikolog atau psikiater mandiri (tanpa BPJS) merupakan salah satu solusi terbaik guna mengatasi gangguan mental dan masalah kejiwaan seseorang. Mengenai dananya, biaya psikolog memang bervariasi dan beda antara ibu kota dan kabupaten/kota. Namun umumnya bisa mencapai kurang lebih Rp300-700 ribu per satu kali konsultasi. Biaya konsultasi psikolog di klinik umum dan rumah sakit Kota Surakarta berkisar di angka Rp200.000 – Rp300.000 per sesi. Satu sesi biasanya berdurasi 45-50 menit. Namun, bagi klinik dan Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS, konsultasi pasien tidak akan dipungut biaya. Hal ini tergantung dari kebijakan masing-masing klinik atau rumah sakit yang bersangkutan.
Untuk biaya ke psikolog secara online terbilang lebih terjangkau. Namun konseling dan diagnosanya pun terbatas karena dilakukan melalui chat dan bukan tatap muka. Adapun biaya konsultasinya ada yang mulai dari Rp25 ribu, di situs KlikDokter salah satunya. Selain itu, ada juga yang berkisar antara Rp50 ribu – Rp650 ribu per sesi. Sementara untuk durasi konsultasinya ialah 30-60 menit lewat fitur chat serta video call. Keuntungannya adalah bisa memilih psikolog yang cocok dengan lebih fleksibel dan leluasa.
Berkomunitas, jadi Wahana Healing Difabel
Entok Darmanto, ketua Komunitas Hore-Hore yakni komunitas yang anggotanya terdiri dari puluhan sekitar 30 difabel dan bergerak dalam isu aksesibilitas layanan publik di kota Surakarta. Komunitas Hore-Hore adalah komunitas yang cair dengan lebih banyak berkegiatan dengan mengakses layanan publik yang aksesibel bagi disabilitas misalnya seperti jalan-jalan di Solo. Mulanya seperti itu, kemudian Komunitas Hore Hore melakukan kegiatan lebih luas lagi yakni pada aksesibilitas di tempat-tempat tamasya atau piknik. Masing-masing anggota komunitas memiliki pekerjaan, ada yang di perusahaan dan ada juga yang berwirausaha. Ketika suarakeadilan.org bertanya kepada Entok Darmanto, apakah yang selama ini dilakukan olehnya bersama anggota ini untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ia memberikan jawaban bahwa di setiap kegiatan walaupun mereka tidak sedang berpiknik atau berwisata,minimal dalam satu minggu itu paling tidak dia sampai tiga kali mereka bertemu di markas atau posko yakni rumah salah seorang anggota. Mereka memiliki agenda seperti sharing antar teman, bercerita dari dari masalah keluarga, pekerjaan, masalah negeri hingga global. Dari dari apa yang mereka lakukan yakni saling sharing, saling menjaga hati, saling mengerti dan memahami keadaan diri, mereka menganggap bahwa itulah salah satu cara mereka menuju ke kesejahteraan jiwa.
Lantas, apakah kemudian anggotanya sampai memerlukan tindakan layanan ke profesional seperti psikolog, ketika ada masalah yang menyebabkan stress atau depresi, menurut Entok sampai saat ini belum memerlukan.
Entok juga menyadari bahwa siapapun atau setiap anggota dari komunitasnya rentan untuk mengalami masalah kejiwaan Tetapi dia juga tidak menutup kemungkinan dari itu maka kampanye kesehatan jiwa juga dia lakukan kepada semua anggota komunitas yang beranggotakan 30 difabel ini.
Beberapa waktu lalu beberapa anggota Komunitas Hore-Hore mengikuti pelatihan bagaimana memberi pertolongan pertama secara psikologis ketika menghadapi orang yang mengalami gangguan jiwa. Pengetahuan dan pemahaman itu mereka sampaikan kepada seluruh anggota komunitas lainnya.
Jadi ketika di jalan-jalan utama kota tertulis jargon "psikolog itu mahal", tetapi bagi Komunitas Hore-Hore hal itu tidak berlaku karena mereka memiliki wahana untuk merilis stress dan tidak menafikan bahwa datang ke psikolog adalah penting ketika diri sudah tidak sanggup lagi menahan beban psikologis. (Astuti).


