Publikasi

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Suroto, pakar ekonomi dalam zoom meeting yang dihelat oleh aktual.com dan disiarkan langsung lewat kanal youtube @aktualvideonews, Jumat (11/2) menyatakan bahwa sebenarnya  pembangunan bendungan Bener di Purworejo untuk mengairi dari proyek besar YIA, untuk more investmen, yang menguntungkan penanam modal. Ciri dari itu semua adalah buruh murah, pasar murah, serta sumber daya murah. Masyarakat Wadas menolak penambangan batu andesit karena masyarakat di sana ekonominya pada pertanian dan perkebunan.

Suroto menambahkan bahwa Indonesia sebenarnya penganut kapitalis pinggiran. Banyak negara kapitalis pusat mendorong konstelasi ekonomi dengan utang. Lalu bagaimana menjerat? Dikomitmenkan untuk pembangunan infrastruktur. Ia mengutip Profesor Jan Tinbergen dari Belanda peraih nobel ekonomi tahun 1980-an bahwa utang-utang ini menjadikan mereka negara kapitalis besar sebagai pintu masuk dan melakukan penambahan utang. Menurutnya, pemerintah ngotot dan besaran 10.500 T  warisan Jokowi. Pemerintah kini malah membangun infrastruktur.

Ia juga mempertanyakan bagaimana petani di Rembang putusan menang dan ingkrah tapi kok pabrik masih kokoh berdiri. “Petani kita 74% petani gurem. Tanpa tanah kalau ada waduk maka itu mendorong adanya  investmen atau investasi,”ujar Suroto.

Suroto lalu menawarkan  konsep tambang lestari dengan membangkitkan ekonomi pertanian untuk petani bukan malah mengorbankan petani. Menurut konteksnya saat membangun galian C atau B. Andesit masuk C. Rakyat ada di situ dan jangan mengundang polisi ke situ. Tambang lestari itu ada dalam kendali, melalui lembaga yang masyarakat yang dimoderasi. Tambang lestari itu mendorong partisipasi. Semua warga diajak bicara lewat bumdes. Atau koperasi badan hukum baru. Mereka mengambil keputusan bersama. Pemerintah datang ke lembaga koperasi itu. Ada rekognisi badan hukumnya. Pemerintah hanya punya hak suara satu.

Kalau mau tambang lestari bangun bersama masyarakat. Investor masuk dan harga transparan. Menurutnya ini yang dinamakan demokrasi bukan otokrasi. “Kalau Pak Ganjar mengedepankan demokrasi ya ajak duduk semua warga,”pungkas Suroto. (astuti)

Add a comment


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Di awal tahun  2022, publik dikejutkan dengan pernyataan seorang penceramah agama bahwa menceritakan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah aib. Pernyataan kontroversial tersebut mendapat reaksi bermacam. Ada yang setuju dan banyak yang menentang. Seperti kita ketahui, perempuan sangat rentan menjadi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan  tahun 2021 menunjukkan data bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 6.480 kasus KDRT, yang dalam persentase 50%  atau sekira 3.221 merupakan kasus yang dilakukan oleh suami kepada istri.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

AJI Menyerukan Pemerintah Tidak Sewenang-wenang Stempel Hoaks Peristiwa Wadas

 

Ratusan aparat gabungan mendatangi Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada Selasa (8/2). Mereka mendampingi puluhan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pengukuran tanah sebagai bagian dari pembangunan proyek Bendungan Bener.

 

Kegiatan pengamanan yang berlebihan ini kemudian berujung penangkapan warga dan pendamping. LBH Yogyakarta mencatat setidaknya ada 67 warga Desa Wadas, termasuk di antaranya anak di bawah umur dan perempuan ditangkap polisi. Warga baru dilepaskan polisi pada Rabu (9/2).

 

Peristiwa pengamanan berlebihan yang disertai kekerasan dan penangkapan ini menjadi sorotan media massa dan warganet di media sosial. Sebagian besar media massa terpantau menurunkan pemberitaan soal Wadas sejak Selasa (8/2) lalu.

 

Kendati demikian, pemerintah terlihat berupaya mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan aparat. Hal tersebut setidaknya tergambar dalam konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (9/2).

 

Mahfud menyampaikan bahwa semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas tidak terjadi seperti yang digambarkan, terutama di media sosial. Ia mengklaim situasi di Desa Wadas dalam keadaan tenang dan meminta warga tidak terprovokasi.

 

Siaran informasi Polri juga melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau informasi bohong. Ini terlihat dari unggahan humas.polri.go.id yang berjudul "Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda Jateng Warning Akun Tukang Provokasi" pada Kamis (10/2). Dalam unggahan tersebut, Polri juga menegaskan menindak pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. Faktanya warga hanya menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang terjadi di Desa Wadas.

 

Tidak hanya itu, akun twitter @DivHumas_Polri juga menyematkan stempel hoaks terhadap konten milik Wadas Melawan. Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dan kemudian diamankan polisi. Namun, Tempo melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput pakan ternak.

 

Melihat sejumlah fakta tersebut, AJI Indonesia menyerukan:

 

1. Pemerintah untuk menghentikan pelabelan hoaks peristiwa di Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat. Jaringan Pengecekan Fakta Internasional mengharuskan adanya prinsip-prinsip seperti komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur.

 

2. Pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan Undang-undang Pers. Termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Wadas.

 

3. Pers nasional untuk memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara. Sebab hanya pers yang mendapat jaminan perlindungan UU Pers, yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah atau penguasa.

 

4. Jurnalis agar bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait peristiwa di Wadas. Independen dapat diartikan memberitakan peristiwa atau fakta tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan. Sedangkan akurat berarti sesuai keadaan obyektif peristiwa tersebut dan telah diverifikasi berlapis, tidak hanya sekedar mengutip pernyataan pejabat atau narasumber tertentu.

 

Jakarta, Sabtu 12 Februari 2022

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

 

Sasmito

Ketua Umum

 

Ika Ningtyas

Sekretaris Jenderal

 

Hotline: 08111137820

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Rabu pagi (9/2), WhatsApp Group  (WAG) publikasi dan dokumentasi (PuDok) Yayasan YAPHI diramaikan dengan pemberitahuan bahwa telah terjadi kekerasan dan intimidasi terhadap warga masyarakat Desa Wadas, tak terkecuali para perempuan dan anak. Peristiwa itu dipicu atas penangkapan kepada 64 warga yang terjadi pada Selasa sore hari sebelumnya (8/2). Mereka terdiri dari warga desa, 13 di antaranya masih berusia anak dan beberapa pendamping dari LBH. Kericuhan tersebut jelas tergambar pada tayangan video yang beredar yang menggambarkan perlakuan kasar dan represif oleh aparat kepolisian. Cerita berlanjut Rabu pagi itu, ribuan polisi merangsek ke  Desa Wadas dengan senjata lengkap. Mereka mendirikan tenda-tenda mengepung wilayah desa dan menurunkan banner protes warga desa yang menolak tambang batu andesit.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Pernyataan Sikap Yayasan YAPHI Terhadap Laku Intimidasi dan Kekerasan yang Dilakukan oleh Aparat Kepolisian terhadap Warga Desa Wadas, Purworejo

 

Menyusul peristiwa penangkapan terhadap 64 warga di Desa Wadas (10 anak-anak, dan 7-8 orang di antaranya pendamping dari LBH Yogya), mereka sebagian besar laki-laki digelandang ke Mapolsek Bener di hadapan anak-anak. Sedangkan Selasa petang (8/2) 50-an warga perempuan dipaksa bertahan di sebuah masjid yang dikepung oleh aparat dengan senjata lengkap. Terjadi pemutusan aliran listrik di rumah warga dan sweeping ponsel oleh aparat kepolisian kepada warga. Hingga konferensi pers digelar pagi ini, Rabu (9/2) pukul 9i yang diikuti oleh 181 orang dan hanya berlangsung kurang dari satu jam, situasi masih belum tahu, sebab Desa Wadas benar-benar telah dikepung oleh aparat dengan pendirian tenda-tenda dan media dilarang memberitakan. Padahal sudah keluar pers rilis dari Komnas HAM tanggal 9/2 bahwa ada dugaan kekerasan dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas. Dalam konferensi pers yang digelar oleh jaringan solidaritas tersebut juga disebut bahwa ada rekomendasi dari PP Muhammadiyah dan PBNU yang mengecam tindakan represif dan intimidatif di Desa Wadas dan ketiadaan sikap dukungan pemerintah daerah (Gubernur Jawa Tengah) terhadap warga Desa Wadas dan seperti dikutip tempo.co seakan melakukan pembiaran penangkapan warga dan melanjutkan pengukuran lahan. Tanah bagi para perempuan Wadas adalah Ibu Bumi yang harus dirawat dan lestarikan. Sangat bertentangan dengan pemerintah yang melakukan pembangunan tanpa melihat bagaimana warga selama ini telah merawat tanah mereka. Maka, oleh sebab itu, Yayasan YAPHI menyatakan sikap agar Negara hadir dalam menyelesaikan masalah ini dengan tuntutan :

1.        Hentikan intimidasi dan kekerasan terhadap warga Desa Wadas.

2.        Tarik mundur aparat dari Desa Wadas.

3.        Bebaskan warga, termasuk-anak-anak dan pendamping yang saat ini sedang ditahan oleh Kepolisian.

4.        Hentikan pengukuran tanah di Desa Wadas.

5.        Pemulihan trauma terhadap perempuan dan anak-anak Desa Wadas.

Pernyataan sikap ini sebagai dukungan solidaritas kami terhadap warga Desa Wadas atas tindakan represif dan kekerasan yang telah dilakukan oleh aparat kepolisian. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya.

 

Surakarta, 09 Februari 2022

 

Haryati Panca Putri, SH

Direktur Pelaksana Yayasan YAPHI

Add a comment