Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Menjelang Debat Calon Wakil Presiden yang mengangkat tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan catatan kritis berkaitan dengan permasalahan pada Proyek Strategis Nasional (PSN). KontraS dalam catatannya menaruh perhatian serius terhadap upaya pembangunan yang saat ini menjadi prioritas Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo. Kami pun menyoroti tanggung jawab negara serta perusahaan dalam mengedepankan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sektor bisnis-pembangunan. Selama ini, kami melihat bahwa negara maupun perusahaan kerap kali mengesampingkan prinsip HAM pada praktik pembangunan yang dijalankan.



Penilaian: 1 / 5

Aktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Dalam sistem demokrasi di mana suara setiap warga negara memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan bangsa. Pemilu adalah pondasi demokrasi. Dalam konteks ini, pentingnya pemilu yang jujur, adil dan penuh integritas tidak dapat diabaikan. Memahami peran penting masyarakat dalam menjaga integritas pemilu, maka lahirlah situs JagaPemilu.com yang tampil sebagai sebuah platform pelaporan bagi relawan pemantau pemilu. JagaPemilu.com diluncurkan di Ruang Pertemuan Jaga Pemilu di Jakarta hari ini, 5 Januari 2024.


Penilaian: 1 / 5

Aktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Takziah Demokrasi atas Matinya Adab Demokrasi, Penegakan HAM dan Keadilan Agraria

1. Hari ini kami, para korban pelanggaran HAM di era Presiden Joko Widodo berkumpul di Yogyakarta, menyampaikan refleksi terbuka, pernyataan publik sekaligus seruan umum agar menempatkan kasus-kasus pelanggaran HAM sebagai pertimbangan dan sikap kritis warga negara untuk Pilpres 2024. Kami berharap pelanggaran HAM yang terjadi selama ini dapat segera dituntaskan, dan pada Pilpres menjadi pertimbangan untuk tidak memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang melakukan pelanggaran HAM, atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM.
 

2. Kami menyatakan keprihatinan mendalam atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 2014-2023. Kasus-kasus itu meliputi beragam isu sektoral: kebebasan berekspresi, hak warga atas tanah, keadilan agraria, kedaulatan pangan, pekerja rumah tangga, kebebasan pers dan jurnalistik, korupsi ekonomi dan politik, manipulasi hukum, dll. Terakhir, kami menyatakan terjadinya musim gugur demokrasi (amanat reformasi 1998) pasca kebijakan presiden Jokowi yang merawat nepotisme, menerabas Mahkamah Konstitusi, melanjutkan represi digital. Jokowi telah membunuh demokrasi melalui ketamakan dan kehausan berkuasa (greedy and hungry power) untuk kepentingan keluarga, bukan bangsa.
 

3. Kami menilai telah terjadi senjakala demokrasi, kembalinya otoriterisme dalam bentuk/formula baru melalui aksi manufacturing consent (Ed Herman & Noam Chomsky, 1988), dan menguatnya oligarki politik ekonomi, melalui berbagai proyek pembangunan infrastruktur, monopoli kepemilikan media, dll. Berbagai indeks global yang merujuk pada nilai-nilai demokrasi, seperti indeks kebebasan pers, indeks keterbukaan informasi, indeks demokrasi Indonesia secara umum terus menurun (misalnya: skor IKP Indonesia diatas 100, lebih buruk dari Timor Leste dan Malaysia).
 

4. Kami melihat menguatnya intervensi politik atas lembaga penegak hukum oleh petahana Presiden, meningkatnya kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara di tingkat kementerian/lembaga, penetapan tersangka kepada Ketua KPK, pelanggaran hak atas tanah warga Wadas, Purworejo, penggusuran warga untuk bandara YIA, oligarki ekonomi minus kemandirian politik dan etika bernegara. Pembangunan ekonomi menjadi target utama dan satu satunya, mengabaikan pembangunan peradaban, sosial, agama, pendidikan, kebudayaan. Terjadi konflik kepentingan DPR yang lebih memposisikan sebagai pemberi kerja dari pada sebagai wakil rakyat. Sikap kenegarawanan yang mengedepankan kepentingan publik semakin tipis.
 

5. Kami melihat semakin melemahnya jaminan atas kebebasan bersuara dan menyampaikan pendapat, yang menyebabkan/melemahkan tingkat kritis masyarakat sipil sebagai amunisi bagi demokrasi yang sehat. Menyusul disrupsi digital, terjadi penyempitan ruang kebebasan berekspresi di media digital bagi warga negara, diikuti pandemi hoax/disinformasi. Diikuti kekerasan digital di internet dan media sosial terhadap aktivis sosial dan jurnalis investigator juga terus meningkat.
 

6. Merespon situasi saat ini, kami menyerukan upaya penguatan kembali prinsip-prinsip demokrasi, regenerasi kepemimpinan, Pilpres yang jujur, adil, bebas nepotisme. Pemerintahan sudah sepatutnya netral dan tidak mengintervensi penyelenggaraan PEMILU 2024, untuk memastikan terpilihnya pemerintahan baru yang terbuka, dan membuka seluas-luasnya partisipasi rakyat. Atas nama demokrasi melalui prinsip regenerasi kepemimpinan yang adil, bebas nepotisme, dan berdasarkan rekam jejak buruk berbagai kasus di atas, maka dalam Pilpres 2024, tidak sepantasnya Jokowi dan keluarganya turut berkontestasi. Pemilih dalam Pilpres harus memiliki informasi dan kesadaran penuh terkait hal ini sebelum menunaikan haknya.
 

7. Melalui halaman gedung PP Muhammadiyah di Yogyakarta ini, salah satu gedung bersejarah milik salah satu ormas terbesar di Indonesia, kami mengajak semua elemen masyarakat sipil untuk bersatu dalam jiwa, pikiran dan aksi untuk melawan tirani oligarki politik Jokowi yang melawan akal sehat publik. Kami melihat Presiden telah melanggar konstitusi. Kami meminta tokoh publik, pimpinan Ormas, akademisi yang waras dan aktivis lintas sektor untuk bersama menyerukan penghentian rezim yang tamak kekuasaan ini, yang melanggar HAM, menerapkan politik dinasti. Demokrasi telah dikebiri, mari kita nyalakan api perlawanan, jangan diam.


Yogyakarta, 15 Januari 2024

 

Forum CIK DITIRO: Pusham UII, Masyarakat Peduli Media, AJI Yogyakarta, ICM, Gerakan Save KPK – Jogja, Jala PRT, SP Kinasih, PUKAT FH UGM, Caksana Institute, LKiS, Forum LSM DIY, JCW, Lingkar Keadilan Ruang, Combine/CRI, Suarkala, LHKP PP Muhammadiyah, Warga Berdaya, IDEA, FNKSDA, KHM DIY, LBH Pers Yogya, Rifka Annisa, Aliansi Rakyat Bergerak, SIGAB Indonesia, LBH Yogyakarta, Lembaga Advokasi Yogyakarta.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Film Sehidup Semati besutan Upi Avianto, sutradara sekaligus penulis skenario patut kiranya saya artikan sebagai antitesis keberadaan perempuan yang sering dianggap sebagai makhluk lemah, tak berdaya, penurut kepada suami dan sangat mengagungkan sebuah ikatan pernikahan.

Keagungan pada sebuah ikatan perkawinan itu bahkan sudah didengung-dengungkan sejak awal, ditambah pidato-pidato yang disampaikan oleh seorang tokoh atau pemuka agama yang diperankan oleh Lukman Sardi. Belum lagi lagu pengiring yang terus-menerus diputar di film ini, suara Elvis Presley lewat Can't Help Falling In Love seakan mewakili perasaan seorang manusia yang mencintai pasangannya secara buta/budak cinta (bucin) namun entah mengapa tidak mendapat balasan cinta seperti adanya.

Renata yang diperankan apik oleh Laura Basuki dan Edwin dilakoni Ario Bayu membangun kisah epik mereka sejak awal dengan hubungan suami istri yang tidak setara. Bayangkan, jika seorang istri yang hidupnya seratus persen melayani suaminya namun tidak memiliki hak apa pun untuk mengetahui apa yang diakukan oleh sang suami. Sampai-sampai untuk mengakses kamar kerja si suami saja tidak boleh. Celakanya keluarga Renata pun sangat mendukung laku patriarkat tersebut dengan tetap membela menantu dan ipar mereka meski Renata datang ke rumah mereka dengan babak belur.

Untungnya muncul tokoh Asmara yang diperankan oleh Asmara Abigail. Asmara digambarkan sangat ekspresionis dibuktikan dengan adegan-adegan sangat erotis, "meracuni" pikiran Renata dengan berbagai dogma,"perempuan yang unggul di ranjang dialah perempuan yang menang di kehidupan." Seakan menyihir Renata hingga ia sadar atas batas kesabaran. Akting Asmara Abigail sungguh sempurna, seperti laiknya saat dirinya membintangi film Setan Jawa. Perannya dengan nama yang sama : Asmara sangat total serta tak kalah bagus dengan peran yang dibawakan Laura Basuki. Dua bintang perempuan ini patut diacungi jempol. Kemunculan mereka berdua di film ini dengan peran yang protagonis dan antagonis, seakan gambaran dan refleksi bagaimana perempuan selama ini ditempatkan.

Pun tatkala muncul sosok perempuan tetangga apartemen, selingkuhan Edwin yang seakan "antara ada dan tiada" namun jelas telah hadir dalam kehidupan rumah tangga mereka. Sungguh absurd untuk menggambarkan jika perempuan yang bernama Ana tersebut benar-benar hadir di dalam rumah mereka yang hanya berbeda kamar. Sampai-sampai Renata dipaksa untuk meminum obat (obat penenang kah? atau semacam obat tidur) untuk mengelabuhi laku perselingkuhan mereka.

Munculnya tokoh Ibu Maya (Ibunda Ana) yang bertetangga dan menyewa dukun untuk suatu ritual memunculkan pertanyaan, juga beberapa adegan yang dibuat semistis mungkin sebab film ini bergenre thriller. Namun begitu tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan bahwa pada akhirnya Renata si istri yang di film ini menjadi korban kekerasan dari suaminya mesti sadar dan melawan. Sebuah ending yang sulit diduga. Juga adegan demi adegan yang menuntun pada kejutan-kejutan yang tiada terkira. Kemenangan Renata atas kebebasan dirinya perlu dirayakan seperti gambar pada penutup film ini. Sajian makan di meja dengan latar belakang suasana kelam. (ast)