Publikasi

Catatan dari Pekan Raya Sehat Jiwa : Prioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ada puluhan booth yang memenuhi lokasi even di Jakarta International Velodrome pada Minggu (13/10), seperti rumah sakit, puskesmas, direktorat, platform-platform, serta organisasi yang mengusung tema kesehatan mental serta organisasi dan perhimpunan psikolog serta psikiater dan juga komunitas. Lembaga yang melakukan edukasi adalah Unicef, CIMSA, Into the Light, Otsuka, Yayasan Alzheimer Indonesia, POP-TB, Ikatan Psikologi Klinis Indonesia, USAID Momentum. Sedangkan instansi yang melakukan skrining dan konseling ada puluhan di antaranya Puskesmas Pulogadung, Puskesmas Cipayung, Ibunda.id, RS Soeharto Heerdjan, RS Ketergantungan Obat, Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, NBP Center-Dyslexia Support Group.

Selain itu, juga ada launching Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP). Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis merupakan bantuan atau dukungan psikologis yang paling dasar dan sederhana untuk orang-orang yang sedang mengalami kejadian yang (dianggap) berat dan menyebabkan luka psikologis.

Acara dibuka oleh Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Sekjen Kemenkes, dan tema yang diusung tahun adalah memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja yang menurutnya memberikan penghargaan meskipun kecil adalah sebuah keharusan. Memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja adalah langkah penting untuk menciptakan keseimbangan antara kinerja dan kesejahteraan karyawan. Sebab tempat kerja yang sehat mental dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan kesejahteraan. Begitu pun sebaliknya, pada kondisi tempat kerja buruk seperti banyaknya tekanan berlebihan, stigma, masih adanya diskriminasi maka akan merusak kesehatan mental. Jika karyawan tidak nyaman dalam bekerja maka lambat laun akan menciptakan luka psikologis berupa kecemasan, bahkan depresi yang berdampak pada produktivitasnya.

Beberapa booth yang penulis sambangi di antara adalah Yayasan Alzheimer Indonesia dan menemui Tuti Sunardi yang menjelaskan bagaimana di seluruh dunia setiap tiga detik, satu orang terdiagnosa demensia. Indonesia merupakan satu dari lima negara di dunia yang memiliki jumlah usia lanjut tertinggi. Menurut data BPS tahun 2020, penduduk usia lanjut berjumlah mencapai 9,92% atau sekitar 27 juta dari total penduduk 270 juta jiwa di tanah air.

Booth selanjutnya adalah Mother Hope Indonesia yakni organisasi non profit yang bergerak pada isu kesehatan jiwa ibu perinatal. Komunitas ini berfokus untuk memberikan dukungan emosional serta edukasi kepada ibu hamil dan pasca melahirkan terutama ibu yang mengalami gangguan mood dan depresi pasca melahirkan. Pada sebuah sesi talkshow, Mother Hope Indonesia juga mengisinya dengan edukasi-edukasi dan juga ada workshop journaling.

Berkunjung ke booth Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) juga mempertemukan dengan pendirinya, Bagus Utomo. KPSI berdiri pada tahun 2009 yang pada saat group facebook dibuat sebagai sarana edukasi masyarakat, hingga saat ini memiliki anggota 75.000 orang. KPSI memiliki program kerja yang berorientasi pada edukasi serta layanan terhadap orang dengan gangguan kejiwaan terutama mereka yang mengalami skizofrenia, serta dukungan aspek legal dan hukum. Anggota KPSI bukan hanya survivor saja melainkan juga caregiver, profesional seperti psikolog dan psikiater serta masyarakat umum. Ada belasan penyintas anggota KPSI hadir dan memamerkan usaha mereka yakni produk-produk makanan dan kerajinan tangan. (Astuti)