Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Data Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2021 mencatat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan data SIMPONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( Kemen PPPA) RI mencatat pada tahun 2021 ada 11.149 kasus kekerasan terhadap anak. Di sisi menunjukan bahwa banyaknya jumlah kasus yang terjadi pun seringkali berbanding terbalik dengan performa banyak pihak dalam memberikan penanganan terhadap perempuan, disabilitas dan anak yang menjadi korban kekerasan maupun berhadapan hukum.



Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kelompok minoritas gender atau queer menghadapi masalah kekerasan dan selama masa pandemi COVID-19 mengalami penurunan pendapatan, peningkatan beban mengurus rumah akibat WFH hingga harus mendampingi anak dalam proses pembelajaran di rumah. Belum lagi, sejumlah sektor industri belum memberi kesempatan kerja setara dan inklusif bagi pekerja dengan ekspresi gender minoritas. Kelompok minoritas lainnya yang mengalami hal sama adalah penyandang disabilitas.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kepal terdiri dari 14 organisasi yakni Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch (SW), Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk  Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesia for Global Justice (IGJ), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani), dan Federasi Serikat Pekerja Bersatu (FSPPB) (sumber : hukumonline).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Terminologi tentang disabilitas ada banyak ragam, misalnya disabilitas, penyandang disabilitas, penyandang ketunaan (tuna rungu, tuna netra, tuna wicara), orang dengan kebutuhan khusus,  difabel dan akhir-akhir ini muncul istilah orang dengan kebutuhan berlebih. Istilah itu muncul dalam rangka memberi penghargaan. Dari segi bahasa disabilitas (dis-ability) dianggap tidak mampu, juga ketika menyebut orang dengan kebutuhan khusus. Berbagai kementerian/lembaga menggunakan istilah sesuai kepentingan mereka masing-masing. Hak disabilitas sudah dideklarasikan oleh PBB tahun 2006 lewat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

KETERANGAN PERS

Nomor: 006/HM.00/II/2022

 

Ringkasan Eksekutif Pemantauan dan Penyelidikan Penggunaan Kekuatan secara Berlebihan (Excessive Use of Force) dalam

Proses Pengukuran Lahan di Desa Wadas 8 Februari 2022

 

 

Pada tanggal 8 Februari 2022 dilakukan upaya pengukuran lahan pada bidang warga yang telah setuju untuk dibebaskan sebagai lokasi penambangan quarry. Dalam konteks pengukuran tersebut terjadi penggunaan kekuatan secara berlebihan (Excessive Use of Force) oleh aparat kepolisian Polda Jawa Tengah.

 

Merespon terjadinya peristiwa tersebut, Komnas HAM RI membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut, sesuai dengan mandat Komnas HAM Pasal 89 ayat (3), Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 

Proses Pemantauan dan Penyelidikan
Dalam rangka pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa tersebut, Tim Komnas HAM RI telah melakukan sejumlah proses pemantauan dan penyelidikan pada 11-14 Februari 2022 antara lain:

1.        Melakukan    permintaan    keterangan    dan    informasi    dari    Gubernur    dan    Jajaran Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah;

2.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari warga yang setuju quarry;

3.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari warga yang menolak quarry;

4.        Melakukan permintaan keterangan saksi warga yang mengalami penangkapan disertai kekerasan;

5.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari Kapolres Purworejo dan jajaran;

6.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari Kapolda Jawa Tengah dan Pejabat Utama Polda Jawa Tengah;

7.        Melakukan permintaan informasi secara tertulis kepada Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak;

8.        Melakukan permintaan keterangan tertulis kepada Kepala RS PKU Muhammadiyah Gamping;

9.        Mengumpulkan video dan foto serta informasi lain dari berbagai sumber terkait Peristiwa 8 Februari 2022.

 

Subtansi Temuan Faktual
Berdasarkan serangkaian hasil pemantauan dan penyelidikan, Tim Komnas HAM RI merumuskan sejumlah subtansi fakta temuan faktual antara lain:

1.      Pada tanggal 8 Februari 2022 dilakukan pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak yang dibantu oleh Aparat Kepolisian Gabungan Polda Jawa Tengah (selanjutnya disebut Tim Pengukuran Lahan). Pengukuran dimaksud dilakukan pada bidang lahan yang telah disetujui oleh pemiliknya untuk dijadikan lokasi penambangan quarry batuan andesit guna pembangunan Bendungan Bener.

 

2.      Pengukuran dimaksud mendapatkan bantuan pengamanan dari pihak kepolisian karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, yaitu pengukuran pada 14-15 Juli 2021 mengalami hambatan dari pihak yang menolak penambangan quarry;

 

3.      Pada saat Tim Pengukuran Lahan menuju lokasi bidang, disaat yang bersamaan sejumlah warga yang menolak penambangan quarry tengah menggelar Mujahadah di lingkungan Masjid Nurul Huda Dusun Krajan, Desa Wadas. Dengan mempertimbangan eskalasi potensi kerawanan, pihak Kepolisian berupaya memisahkan warga yang mendukung dan menolak penambangan quarry di Desa Wadas untuk mencegah terjadinya bentrokan, dengan cara membuat pagar betis di depan Masjid Nurul Huda;

 

4.      Dari sejumlah keterangan saksi dan video yang diperoleh, Komnas HAM RI menemukan adanya tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada Selasa, tanggal 8 Februari 2022 terhadap warga Wadas yang menolak quarry. Akibat dari tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, namun tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit;

 

5.    Dari identifikasi pelaku, tindakan kekerasan tersebut mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman pada saat proses penangkapan. Berdasarkan temuan Komnas HAM RI terdapat 67 orang warga yang ditangkap dan dibawa ke Polres Purworejo pada 8 Februari 2022, dan baru dikembalikan ke rumah pada 9 Februari 2022;

 

6.      Komnas HAM RI menemukan beberapa warga mengalami ketakutan paska peristiwa tanggal 8 Februari 2022 tersebut, hingga sampai sabtu dan minggu (4-5 hari) setelah peristiwa itu tidak berani pulang ke rumah. Selain itu, ditemukan potensial traumatik, khususnya bagi perempuan dan anak.

 

7.      Komnas HAM RI juga mendapatkan fakta terdapat penyitaan sejumlah barang milik warga, diantaranya sepeda motor dan handphone. Pada 21 Februari 2022 barang milik warga seperti 2 (dua) unit sepeda motor telah dikembalikan kepada pemiliknya, sementara 4 (empat) unit handphone sampai saat ini masih dalam proses pencarian dan pengembalian kepada pemiliknya oleh Polres Purworejo.

 

8.      Komnas HAM tidak menemukan tembakan senjata api dan atau informasi lainnya terkait penggunaan senjata. Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, jumlah aparat yang diturunkan berjumlah kurang lebih dari 250 orang personil yang terdiri dari 200 orang personil berseragam dan 50 orang personil berpakaian sipil/preman. Sementara berdasarkan keterangan dari pendamping jumlah aparat yang diturunkan ribuan personil;

 

9.      Komnas HAM RI menemukan fakta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal/jaringan komunikasi;

10.   Komnas HAM RI memperoleh komitmen dari Kapolda Jawa Tengah dan jajarannya untuk melakukan evaluasi, pemeriksaan dan pemberian sanksi kepada anggota yang telah melakukan kekerasan dan pelanggaran terhadap SOP;

 

11.   Dalam relasi sosial kehidupan masyarakat Wadas, terdapat kelompok yang mendukung dan menolak yang saat ini kondisinya renggang, tidak terlibat dalam acara bersama (keagamaan dan acara sosial), untuk perempuan dan anak-anak mengalami perundungan. Bahkan beberapa diantaranya berproses hukum di Polres Purworejo;

 

 

12.   Bahwa tidak hanya warga yang menolak quarry khawatir soal dampak yang ditimbulkan dari adanya penambangan quarry, Warga Wadas yang mendukung quarry juga mengalami situasi ketidakpastian karena tidak ada kejelasan waktu kapan selesainya pengukuran dan penerimaan pembayaran ganti untung atas tanah mereka;

 

13.   Warga Wadas baik yang menolak maupun mendukung penambangan quarry meminta Komnas HAM RI dapat berperan untuk mengupayakan dialog dengan pembuat kebijakan, dan bertindak adil dalam mencari solusi bersama termasuk berimbang dalam mengeluarkan pernyataan (statement) ke publik;

 

 

Kesimpulan
Pada pokoknya, berdasarkan temuan faktual, analisa peristiwa dan analisa hak asasi manusia, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1)         Sebelum peristiwa kekerasan tanggal 8 Februari 2022 terdapat pengabaian hak FPIC (Free and Prior Informed Consent) bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek quarry batuan andesit, yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka;

 

2)         Minimnya sosialiasi informasi akurat dari Pemerintah dan Pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana proyek, dampak dan tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar warga maupun warga dengan pemerintah;

 

3)         Bahwa kondisi saat ini masyarakat Wadas mengalami kerenggangan dalam relasi sosial, mereka terbagi atas 2 kelompok yakni warga yang mendukung penambangan quarry dan sebaliknya warga menolak penambangan quarry.

 

4)         Bahwa pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan/excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personil dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan;

 

5)         Adanya pengabaian hak perlindungan integritas personal warga negara dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Sikap penolakan warga atas penambangan quarry harusnya tetap dihargai dan tidak disikapi aparat Kepolisian secara berlebihan;

 

6)         Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan

disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas;

 

7)         Adanya pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum (penangkapan) dan jaminan masa depan untuk tidak terlibat menyaksikan dan mengalami tindakan excessive aparat Kepolisian;

 

8)         Masih terdapat pengabaian/tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh Kepolisian;

 

9)         Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan.

 

Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan, Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1.         Kepada semua pihak, termasuk Gubernur Jawa Tengah dan Kapolda Jawa Tengah untuk menjamin peristiwa yang sama pada tanggal 8 Februari 2022 tidak terulang kembali kedepannya.

 

2.         Gubernur Jawa Tengah
1.      Melakukan evaluasi secara serius dan menyeluruh pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian permasalahan di Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo;

2.      Memastikan adanya perlindungan bagi warga terdampak pembangunan Bendungan Bener dan menghindari penggunaan cara-cara penggusuran, pengusiran, dan pendekatan keamanan dalam penyelesaian masalah di Wadas;

3.      Mengupayakan pemulihan (trauma healing) terhadap masyarakat korban kekerasan, korban trauma kekerasan, dan korban perundungan;

4.      Menyiapkan upaya yang menjamin kelangsungan masa depan anak-anak warga Wadas, jika nantinya ada solusi yang diterima oleh semua pihak;

5.      Menyiapkan informasi lingkungan yang lengkap tentang dampak lingkungan sebagai bahan dialog terutama untuk menjawab persoalan sosial dan lingkungan di Desa Wadas;

6.      Memastikan partisipasi atau keterlibatan warga Desa Wadas (baik secara substansial maupun esensial dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM, salah satunya prinsip FPIC (Free and Prior Informed Consent) dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak Pembangunan Bendungan Bener, termasuk di Desa Wadas.

 

3.         Kapolda Jawa Tengah
1.      Melakukan evaluasi, pemeriksaan dan sanksi kepada semua petugas yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga dan pelanggaran SOP;

2.      Melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang diambil termasuk melakukan pencegahan supaya peristiwa yang sama tidak terulang kembali dan menghindari penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force)

3.      Memastikan berlangsungnya upaya pemulihan seluruh warga Wadas dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas dan Binmas Kepolisian setempat dengan berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat;

 

4.         Menteri PUPR Cq. Dirjen Sumber Daya Air Cq. Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
1.      Setiap langkah yang diambil harus memperhitungkan dinamika dan realitas sosial masyarakat, dan memastikan bahwa prinsip hak asasi manusia menjadi dasar pengambilan keputusan;

2.      Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka evaluasi dan/atau merumuskan solusi, konsep, perencanaan, penyusunan program, tata kelola dan strategi penyelesaian atas dampak pembangunan Bendungan Bener dengan berbagai pendekatan, tidak sekedar mempertimbangkan aspek ekologis tapi juga aspek sosial-ekonomi masyarakat;

3.      Memastikan partisipasi atau keterlibatan warga (baik secara substansial maupun esensial dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM, salah satunya prinsip FPIC (Free and Prior Informed Consent) dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak Pembangunan Bendungan Bener, termasuk di Desa Wadas;

4.      Dalam membangun Bendungan Bener senantiasa mengedepankan akuntabilitas dan menghormati HAM, menghindari perlakuan yang melanggar HAM, memastikan patuh atas penyelesaian yang adil dan layak, dan menyediakan akses pemulihan atas tindakan yang melanggar HAM.

 

Jakarta, 24 Februari 2022
Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI