Lembaga riset ekonomi dan hukum Center for Economic and Law Studies (Celios) merilis hasil survei terbaru yang menggambarkan penilaian publik terkait jelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Peneliti Celios, Galau D. Muhammad mengatakan, hasil survei ini sebagai rapor merah bagi pemerintahan. “Warna merah melambangkan rapor merah. Jadi tidak ada cara lain untuk Pak Prabowo tidak berhenti di titik ini, maka harus melakukan evaluasi total, melakukan reshuffle kabinet, melakukan nomenklatur kementerian ini pangkas, dan merefleksikan dari data ini sebab publik menunggu,” katanya saat paparan, Minggu (19/10). Ia juga menilai dia menilai, Presiden Prabowo perlu melakukan langkah nyata untuk memulihkan kepercayaan publik: reshuffle kabinet besar-besaran dan pemangkasan nomenklatur kementerian.
Saat ini ada sekitar 140 pejabat publik yang terdiri dari menteri, wakil menteri, utusan presiden, hingga penasihat presiden di Kabinet Merah Putih. Jumlah ini dinilai terlalu gemuk dan tidak efisien. “Tidak bisa tidak, pemerintah harus melakukan pemangkasan nomenklatur kementerian. Hal ini tergambar dari survei yang kami lakukan pada ekspert. 96 persen sepakat harus ada pergantian Menteri, dan 98 persen sepakat harus ada pemangkasan nomenklatur kementerian," ungkap Galau. Terkait sepuluh pejabat yang dinilai harus di-reshuflle versi survei Celios adalah 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia 2. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana 3. Menteri HAM Natalius Pigai 4. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni 5. Menteri Kebudayaan Fadli Zon 6. Menteri Pariwisata Widiyanti Putri 7. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan 8. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko 9. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto 10. Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid.
Hasil survei menunjukkan, rata-rata nilai yang diberikan adalah 3 dari skala 10. Hasil ini jauh menurun dibanding survei serupa saat 100 hari pemerintahan. Saat itu Prabowo masih memperoleh nilai 5 dan Gibran 3. “Ibarat rapor nilai sekolah, angka 3 dari 10 ini jelas berada jauh di bawah standar kelulusan yang biasanya ada di kisaran 6 atau 7,” ujar Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar. Ia menambahkan bahwa memilih analogi sederhana menggunakan kata “rapor”.
Survei melibatkan dua kelompok yakni 1.338 responden masyarakat umum dan kelompok pakar dengan melibatkan 120 jurnalis dari 60 lembaga pers mewakili berbagai desk pemberitaan, mulai dari ekonomi, sosial-politik, hukum dan HAM, hingga lingkungan. Responden tersebar secara nasional, dari perdesaan hingga perkotaan, dengan beragam latar sosial dan demografis, menggunakan metode teknik pengumpulan data dengan cara sampling, teknik analitis, instrumen survei, validitas, jumlah responden, cakupan wilayah, output data, waktu pengambilan data, dan kelebihan. Survei berlangsung pada 30 September hingga 13 Oktober 2025. Dari hasil agregasi, 29 persen responden memberi nilai 1 dari 10, menandakan kinerja dianggap sangat buruk. Sebagian lainnya memberi nilai 2 sebanyak 14 persen, dan nilai 3 sebanyak 20 persen. Sementara hanya 2 persen yang memberi nilai 8, dan 1 persen memberi nilai 9. Tidak ada yang memberikan nilai sempurna.
Survei yang dilakukan oleh Celios adalah bagian dari partisipasi publik dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan. Pada sistem demokrasi, presiden dan jajaran pemerintah adalah penyelenggara negara yang harus terbuka terhadap kritik dan semua masukan dari rakyat. Kritik bukanlah bentuk menentang, melainkan cermin agar pemerintah dapat melihat kekurangan dan memperbaiki arah kebijakan. Sedangkan sektor dianggap paling tidak tertangani dengan baik adalah penegakan hukum dan HAM sebanyak 19 persen, disusul lingkungan adalah 17 persen, ekonomi 14 persen, pendidikan 14 persen, serta sektor kesehatan dan sosial masing-masing 11 persen. Sisanya menyatakan bahwa infrastruktur dan pertanian masing-masing adalah 7 persen. Media Wahyudi menyebutkan, hasil tersebut merupakan cerminan agregasi dari suara publik. “Agregasi rangkuman dari suara masyarakat yang kami lakukan lewat metodologi penelitian berkaitan dengan evaluasi kinerja ini,” paparnya. (Ast)