Publikasi

Konferensi Pers Koalisi Perempuan Indonesia : Perempuan Indonesia Menolak Pernyataan Menteri Kebudayaan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Konferensi Pers 13 Juni 2025 yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia, mengundang delapan orang narasumber. Mike Verawati mengatakan bahwa tujuan konferensi pers untuk merespon wawancara Fadli Zon dengan Uni Lubis yang menyebut bahwa peristiwa perkosaan Mei 98 adalah rumor.  Menurut Mike  tragedi perkosaan Mei bukan fiksi, atau diabsurdkan dengan dikatakan bahwa tidak ada data yang siginifikan.

Kesempatan bicara pertama diberikan pada Ita F. Nadia yang mengatakan pada tanggal 10 Juni lalu, ia terkejut atas wawancara Fadli Zon dan Uni Lubis yang mengatakan peristiwa  Perkosaan Mei 98 adalah rumor. Hingga seorang korban perkosaan di Sidney menelponnya  dan bertanya apakah ia perlu bertestimoni? Ita katakan bahwa apa yang dinyatakan Fadli Zon tentang peristiwa perkosaan Mei 98 itu rumor itu adalah bohong berarti itu menyalahi. Fakta sejarah itu sudah ditulis buku sejarah Indonesia jilid 6 halaman 679

. . . Bahwa di bulan Mei 98 terjadi perkosaan massal pada perempuam di Medan, Jakarta, Surabaya, Surakarta. Di buku ini jelas sekali. Fadli Zon mengingkari fakta sejarah Keppres 181/98 ada 11 perempuan di Oktober 1998 menyerahkan dokumen fakta dengan presiden Habibie. Ketika waktu itu Saparinah menyerahkan pada Presiden Habibie, Habibie bilang ia percaya dan ia menerima bahwa terjadi perkosaan. Lantas waktu itu Saparinah Sadli mengatakan "kami butuh satu komisi yang melindungi perempuan dari kekerasan." Lalu menunjukkan  dokumen pendirian Komnas perempuan bersama Smita Notosusanto. Jadi yang dikatakan Fadli Zon adalah dusta. Dia justru menyangkal peristiwa perkosaan  padahal 23 Januari 202, Presiden Jokowi telah menetapkan 12 pelanggaran berat  HAM. Fadli Zon telah berdusta berbohong."Kita tuntut dia meminta maaf kepada korban. Bahwa statemen Fadli Zon adalah kebohongan publik dan dusta yang itu harusnya tidak disampaikan oleh pejabat publik."

Kamala Chandrakirana, pembicara kedua mengatakan bahwa laporan kunjungan Oktober 98, salah satunya temuan ada Culture  of Denial yang ditemukan pada aparat negara, bahkan tidak merasa bahwa soal kekerasan dan perkosaan  bukan persoalan  penting bahkan melalui penyelidikan, karena tidak menyatakan sebagai persoalan penting. Pernyataan Fadli Zon bahwa perkosaan Mei 98 rumor menunjukkan bahwa ia bagian dari budaya penyangkalan karena hampir 30 tahun pernyataan dibuat ternyata masih ada dan itu mengecewakan. Menurut Kamala, ini bentuk nyata kontribusi realitas impunitas yang sampai saat ini berjalan dan penuntasan peristiwa Mei 98 yang selama ini belum tertangani bahkan hampir 30 tahun reformasi.

Poin kedua adalah peristiwa perkosaan Mei 98 yang bungkam terus menjadi trauma dan di kebalikannya bahwa ia jadi momen karena peristiwa Mei 98 jadi titik bangkit gerakan perempuan yang kemudian jadi DNA gerakan dan jadi fakta sejarah.

Peristiwa perkosaan Mei 98 menjadikan isu kekerasan terhadap perempuan jadi proses integral proses itu sendiri. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas Perempuan sebagai institusi HAM pertama atau anak sulung. Kemudian jadi isu sentral dari konsep merekonstruksi kembali kehidupan politik hukum dan budaya di Indonesia. Konsep ini menjadi bangunan inti capaian reformasi karena mekanisme akuntabilitas. Mekanisme untuk pemenuhan hak keadilan, kebenaran dan untuk seluruh bangsa indonesia. Jadi catatan sangat penting sejarah bangsa. Jika ini tidak masuk  dalam narasi sejarah nasional maka narasi tersebut telah kehilangan  maknanya dan tidak akan mendapat dukungan karena tidak mencerminam perjalanan nyata. Karena masih ada denial padahal sudah 30 tahun. Perempuan dan gerakan HAM akan terus lanjut mengingat  sejarah korban yang mengalami. Lantas penyikapannya bagaimana? Menurut Kamala jawabannya adalah mentransformasikan seluruh bangunan budaya di negeri ini supaya peristiwa Mei 98 tidak terjadi sebab ini utang moral kita pada para korban.

Pembicara ketiga Usman Hamid mengutip Fadli Zon bahwa peristiwa perkosaan Mei 98 rumor. Ini bukan rumor. Padahal ada otoritas yang mengetahui kebenarannya. Diputuskan bersama oleh para menteri.

Jadi pernyataan Fadli Zon kehilangan  kredibilitas. Seharusnya yang dilakuan pemerintah membentuk pengadilan HAM segera! Untuk memeriksa bukti-bukti terkait penculikan dan perkosaan.  Menurut Usman, Yusril juga termasuk orang yang menyangkal adanya tragedi perkosaan Mei 98.

Usman menambahkan bahwa Komnas HAM memiliki  : 1. Berkas perkara  penembakan mahasiswa, 2. Kerusuhan Mei 15,16, ’98  3. Rangkaian penculikan dan penghilangan paksa. Mereka diberi tugas resmi oleh undang-undang. Pernyataan  menteri kebudayaan harusnya ditidaklanjuti. Kesimpulan Komnas HAM ; perkosaan ada. Memberi jaminan pada hak asasi dan korban di antaranya rehabilitasi.

Pembicara keempat, Sulistyowati Irianto menyatakan bahwa seharusnya melihat penyangkalan oleh Fadli Zon terhadap kasus yang berkelindan yakni perkosaan Mei 98, kita harus melihat itu di konteks besar; bagaimana orang-orang yang menulis sejarah itu orang yang sama di sana untuk memberi gelar pahlawan.

Kekerasan seksual itu penyiksaan seksual  :menancapkan benda-benda tajam ke organ paling sensitif. Penyangkalan ini menempatkan bangsa Indonesia di tempat terbelakang. Di dokumen-dokumen bahkan foto. Dan banyak disertasi dan thesis dibuat orang Indonesia dan Indonesianis. Akan disangkal dan  Indonesia ditempatkan di masyarakat anti science. Ini menunjukkan warga dan korban terkoneksi nilai yang sama.

Identitas politik sebagai bangsa Indonesia  akan mengatakan apakah kita masyarakat bangsa. Identitas apa yang bisa membangun bangsa. Masa depan adalah sejarah yang selalu berulang. "Mestinya kita belajar dari bangsa-bangsa yang lain. Di Jerman di mana-mana dibangun memorialisasi. Mereka menyesal dan agar tidak diulangi oleh generasi lagi. Bahwa negara harus membayar pengakuan bahwa peristiwa ini sudah terhalang."

Andy Yentriyani, pembicara berikutnya menyatakan adanya Komunitas Daya, yang berbuat bagi sesama karena nilai surgawi dan wujud ketakwaann kepada pencipta. Penulisan sejarah jadi pondasi yang tidak linear dan komplek penuh tentangan tapi hanya dengan penulisan sejarah yang jernih dan jujur dapat pembelajaran yang bagus.

Cita-cita kemerdekaan bukan hanya bersatu dan berdaulat tapi adil dan makmur. Menurut Andy, pernyataan Fadli Zon adalah penggembosan dengan menafikan peristiwa perkosaan Mei 98Ada tujuh alasan mengapa para korban terus membungkam di antaranya ada alasan personal, ada korban yang bunuh diri.

Menurut Andy, tragedi Mei 98 menjadi titik balik solidaritas. Ada alasan indikasi keterlibatan aparat negara. Ada sikap ambigu. Ada anggapan bahwa kekerasan Mei 98 hanya dugaan. Buku sejarah Indonesia tidak pernah menuliskan konflik berbasis etnik. Seringkali hanya catatan yang sangat kecil. Banyak korban yang tidak yakin bahwa hukum akan memberikan keadilan. Ada  Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) namun ada solusi ambigu.

Lantas ada pertanyaan, apa jaminan jika saya dilindungi? "Ketika saya jadi ketua Komnas Perempuan. Secara hukum pun ada UU tapi secara sistemiatis kita tidak bisa menghilangkan residu." Maka ketika peristiwa politik terjadi seperti  pemilu, maka peristiwa Mei dijadikan sebagai isu atau alat. "Diskriminasi secara sistemik itu masih ada. Kami temukan peristiwa Mei 98 jadi bahan ancaman. Menurut  saya komunitas korban, komunitas HAM berpikir dan khawatir peristiwa berulang dan dari generasi ke generasi, "terang Andy.

Ketika bercerita tentang seorang bapak yang membantu korban Mei 98, Andy seraya mengatakan, "Siapapun yang membela kepentingan korban Mei 98 seperti menjaga perapian masakan di perhelatan. Dia tidak boleh panas dan dingin. Harus menjaga tidak ada angin, " pungkasnya.

Julia Suryakusuma pembicara berikutnya menyatakan bahwa terkait perkosaan Mei 98  ada 13 novel pemerkosaan Mei 98, salah satunya berjudul " Sekuntum Nozomi " karya Marga T. Menurutnya, pernyataan Fadli Zon kredibel sebagai aparatnya Prabowo. Era reformasi berhenti terutama periode (Presiden Jokowi) kedua, karena bisa dilihat bagaimana dia menggiring Orde Baru.

"Saya tidak akan menyebut nama dia karena suatu trigger yang akan menyebut historis. Ibuisme Negara sebagai politik perempuan di zaman Orde Baru dan tujuan saya menulis konstruksi perempuan bukan tentang perempuan tapi konstruksi negara. Perkosaan dijadikan suatu strategi peperangan  yang sistematik dan penundukan suatu negara. Kita mundur berapa langkah, "tegas Julia.

Tentang bukunya yang berjudul "Agama, Seks dan Kekuasaan" di bab 15 tertulis perkosaan massal Mei 98. "Penghilangan perempuan dalam sejarah itu biasa. Istilah yang saya ciptakan sendiri. Saya dapat dari Inggit, saya menulis kolom "Inggitisasi" perempuan Indonesia. 20 tahun menemani Bung Karno. Alasan berpisah karena salah satunya ingin punya anak. Bu Inggit tidak mau dimadu. Bu Inggit tidak mau dan kembali bikin jamu dan bedak dingin   Itu yang terjadi  zaman orde lama, reformasi, bahkan baru seperti kata Fadli Zon, "terang Julia.

Perkataan Fadli Zon adalah sengaja dan sistematis. Menurut Julia makanya jangan naif. Fadli Zon melakukan agresi pada bangsa dan rakyat Indonesia. Ini persoalan secara umum bukan hanya ras. Ini sama. Ini yang menjadi persoalan bukan hanya sejarah. "Ini penulisan sejarah untuk brainwash  tapi itu tidak akan terjadi  karena kita pintar, " pungkasnya.

Julia menyebut bahwa represi, militerisme terus ada. Akhir tahun lalu waktu prabowo dilantik ia depresi. Menurutnya Prabowo adalah personifikasi orde Baru. Maka tidak aneh mendengar pernyataan dari dia. Itu strategi bangsa dengan menundukkan perempuannya. "Membayonet vagina" adalah tulisan Julia tentang strategi Daerah Operasi Militer (DOM). Perempuan diperkosa memakai benda tajam, bayonet. "Kita harus tahu bahwa ini sepanjang sejarah seperti itu. Biar saja mereka nulis sejarah. Kita juga menulis lagi versi LGBT, versi perempuan, " jelasnya.

Ia menutup dengan mengatakan bahwa negara saat ini kuat ditunjang militer dan media sosial. Jika versi sejarah cuma satu itu kuno dan menteri kebudayaan seperti itu tidak mengerti sejarah maka jangan naif. Jangan terjebak dan terpaku pada hal sempit. "Yang dilakukan Fadli Zon hal lumrah untuk menyangkal. Kita akan lakukan perlawanan lebih keras lagi, " pungkasnya.

Jaleswari Pramodhawardhani  atau biasa dipanggil Dhani mengemukakan tujuh tuntutan di antaranya bahwa pernyataan Fadli Zon adalah penyangkalan terhadap korban, menuntut Fadli Zon untuk mengakhiri pembohongan publik, sejarah adalah ingatan kolektif dan langkah ini menuju penyembuhan kolektif serta harus terus menyuarakan kebenaran. "Tanpa kebenaran tidak ada keadilan. Tanpa keadilan dan demokrasi kita adalah fatamorgana, " pungkasnya.

Dalam sesi tanya jawab konpers, Dhani juga menjawab bahwa acara ini adalah refleksi apa yang dilakukan oleh Fadli Zon dan ke delapan narasumber melakukan penolakan penulisan sejarah nasional Indonesia karena di dalam ada tendensi untuk menghapus beberapa peristiwa yang ada, yang selama ini dipelajari. Dan pernyataan Fadli Zon justru mengkonfirmasi bahwa kekhawatiran  terhadap penulisan sejarah itu terbukti. Peristiwa perkosaan Mei 98 dianulir dan distigmatisasi sebagai rumor. Ini bukan mengoreksi tapi terkait identitas bangsa. Sehingga memori ini tidak boleh ada yang menghapusnya.

Pembicara berikutnya, Mia Siscawati  mengatakan bahwa publik bisa membuka google tentang peristiwa perkosaan Mei 98. Dalam bahasa Inggris  ketik juga Mei 98. Semua dokumen juga ada dan komplit seperti yang disampaikan oleh narasumber sebelumnya.

Menjawab pertanyaan wartawan, salah seorang pembicara mengatakan bahwa penyangkalan oleh Fadli Zon dalam rangka menghindari rasa malu dan rasa tidak nyaman mereka karena rekam jejak masa lalu. Padahal pemerintah perlu menindaklajuti rangkaian peristiwa  Mei 98 yang dapat diungkap secara yuridis. Termasuk proses juditial yang masih berjalan termasuk dua orang tokoh militer saat itu Syafri dan Prabowo. Trisakti perlu dilakukan tindakan lanjutan.  Bisa jadi pernyatan itu merupakan penyangkalan yang berfungsi membela diri orang-orang yang ada di pemerintah saat ini.

Menutup konferensi pers, Mike menyatakan bahwa ada banyak simpul gerakan, koalisi  perempuan salah satunya dan akan bertuliskan gerakan yang akan diberikan pada kawan-kawan yang konsen pada penyangkalan atau preseden buruk Fadli Zon. Konpers bukan aksi yang pertama tapi akan terus  bergulir bahwa sejarah penting dan tonggak sejarah akan dilakukan. (Ast)