Publikasi

Bernapasbaik.id Gelar Ngobrol Reflektif Bersama Psikolog

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

Seorang pekerja, baik formal maupun informal, buruh, aktivis, relawan bisa saja mengalami kewalahan dalam bekerja. Untuk itu bernapasbaik.id, salah satu platform di media digital mengadakan zoom meeting  dengan sesi ngobrol reflektif menghadirkan psikolog pada Senin, (26/5) pukul 19.00-21.30. Acara yang digawangi oleh Lia Rahmadiani dan Riris Ramadani diikuti oleh 20 orang di seluruh Indonesia itu bertujuan untuk  memahami tekanan dan beban kerja yang memengaruhi kesehatan mental, menemukan cara untuk merawat diri secara kolektif dan  memberikan ruang aman untuk buruh, pekerja, relawan, aktivis, dan siapapun. Di ruang zoom, para peserta  bisa saling berbagi, berefleksi, saling dukung serta menjaga kepercayaan.

Sesi dibuka dengan seorang manajer  yang berbagi cerita tentang kegelisahan atau persoalan dalam pekerjaan yang dialaminya, pemicu stress ada banyak hal misalnya ada direktur baru dan harus  adaptasi baru lagi karena pasti beda orang beda cara memimpin.  Banyak hal-hal ekspektasi yang tidak sesuai di kantor, juga akan mengakibatkan gangguan stress, yang  juga bisa memengaruhi ke pekerja lainnya.  Jika sudah menyadarinya maka harus cepat punya tindakan untuk meminimalisir stres dengan cara pergi ke profesional misalnya psikolog.

Ada juga peserta yang berbagi kisah bahwa ia sebagai pekerja rentan, yang tidak terlindungi karena banyaknya pekerja laki-laki yang malah melakukan pelecehan bukan fisik, tapi kata-kata lewat chatt, memberikan foto yang tidak senonoh dan membicarakan pakaian yang tidak sopan. Seringkali orang tidak menyadari bahaya (bentuk verbal) dan bisa sampai ke pelecehan seksual. Kondisi kesehatan mental di lapangan kadang-kadang sangat berpengaruh pada pekerjaan. Kebanyakan laki-laki tidak memiliki kepedulian  dengan pekerja rentan (perempuan) dan ketika pekerja perempuan itu sudah trauma, untuk move on dari trauma butuh proses, dan malah banyak memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut.

Ketika mengalami kekerasan di tempat kerja seringkali korban tidak speak up karena ada rasa takut dan ketika ada yang speak up, lantas  lingkungan sekitar melindungi korban atau justru malah bersikap bodo amat terhadap korban? Seharusnya tempat kerja memfasilitasi untuk melindungi ruang aman untuk pekerja yang rentan. Perlu adanya tindak lanjut ketika ada salah satu orang yang speak up.

Perusahaan atau lembaga juga butuh ruang aman untuk pekerja yaitu peraturan, Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk melindungi pekerja rentan. Ada undang-undang yang harusnya memuat sanksi dan terbuka dengan keluhan-keluhan karyawannya. Begitu juga sebaliknya dari sisi pekerja harus speak up, harus ada dua arah dan saling membangun ruang aman. Pasti semua orang tidak mau  jika di tempat kerja terjadi kekerasan sebab akan menjadi mata rantai yang terulang dan banyak korban. Ketika korban speak up maka jangan diabaikan  karena bisa menimbulkan rasa sakit. Jadi teman sekitar perlu memiliki empati dan menindaklanjuti pelaku supaya tidak mengulang kesalahan yang sama.

Mungkin korban juga berusaha untuk berkata, “tidak apa-apa.” Tetapi di sisi lain korban merasakan  marah, sebal dan tidak nyaman, dan  jika bertahan di tempat kerja seperti itu maka akan memiliki kewaspadaan lebih meningkat, lebih melihat gestur orang di sekitar. Di tempat kerja, seseorang kemudian  harus jadi orang yang tulus menanyakan kabar ke sesama teman, punya empati di organisasi. Dan oleh karena tidak semua orang sudah paham tentang gender, perlindungan dan pencegahan kekerasan, dan sebagainya maka langsung ada praktik di tempat kerja.

Setelah sesi  diskusi maka para peserta diberikan materi tentang bagaimana peran perusahaan dalam menjaga kesehatan mental para karyawannya terkait   kesehatan mental yaitu segala kondisi yang mencakup kesejahteraan emosional, psikologis dan sosial yang mempengaruhi seseorang dalam berpikir, merasa dan bertindak. Lantas  apa itu sehat mental? Sehat mental adalah  menyadari setiap potensi yang dimiliki, mampu mengelola tekanan, dapat bekerja produktif, mampu berperan dalam lingkungan sosial atau komunitasnya. Pandangan positif tentang kesehatan mental yaitu masyarakat semakin sadar, semakin banyak layanan online,  edukasi di media sosial meningkat, stigma buruk berkurang, dan semakin banyak layanan online. Pandangan negatif tentang kesehatan mental yaitu suatu hal yang abstrak/tidak tampak, masalah pribadi, kurang ibadah, kurang ikhlas/bersyukur, self diagnose.

Narasumber kemudian memaparkan data dan fakta kesehatan mental bahwa hasil riset terbaru melaporkan, 17% perusahaan di tanah air memberikan perhatian mengenai kesehatan mental kepada karyawannya. Sumber: Indonesia Employee Health Benefits Prevalence Report 2023 yang dirilis oleh konsultan human resources Mercer Marsh Benefits (MMB) Indonesia(Sindo News, 07 Mei 2023)

Berdasarkan data dan studi, karyawan dengan kesehatan mental yang baik memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan karyawan yang mengalami gangguan mental. Mereka cenderung untuk lebih berani berpendapat, berpikir dan berasional lebih baik, memiliki fokus kerja yang lebih baik, serta lebih berani untuk mengambil keputusan. Sumber https://indonesiare.co.id/id/article/mental-health-awareness-di-lingkungan-kerja)

 

Ciri Kesehatan Mental Terganggu

Jika sebagai Human Resources (HR) maka ia akan melakukan observasi hal ini terhadap staf : penampilan, perilaku, kedisiplinan, kehadiran, penilaian kinerja, klaim kesehatan.

Ketika pekerjaan tidak sesuai dengan potensi dan kompetensi yang dimiliki, beban kerja berlebih, waktu kerja tidak fleksibel, tujuan kerja yang tidak jelas, tekanan pekerjaan (target yang tinggi), tidak ada jenjang karir, tidak ada penilaian objektif (unfair), pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Terkait relasi, ada beberapa hal misalnya konflik dengan atasan rekan kerja atau keluarga, senioritas, bullying, relasi yang tidak sehat (perselingkuhan dengan sesama karyawan, sesama jenis), persaingan antara sesama rekan kerja yang tidak sehat, gosip, fitnah, dll.

Selain itu pemateri juga memberikan pemahaman terkait penyebab gangguan kesehatan mental di sebuah perusahaan seperti : kurangnya perhatian, perusahaan mengenai kesehatan mental, budaya kerja yang kurang kondusif, karyawan kurang dapat berekspresi, politik kantor, lingkungan kerja  yang kurang memadai. Selain itu dibutuhkan sosialisasi tentang peraturan & kebijakan yang diberlakukan, batasan pekerjaan yang jelas (On the ot Training, Orientasi Jub description, Working instruction) serta edukasi terkait pentingnya Kesehatan mental,pencegahan gangguan Kesehatan mental, cara mengenali dan mnegatasi gangguan mental , anger management, stres kerja, dan mencegah persaingan di tempat kerja.

Kemudian diperlukan pula kebijakan perusahaan yang lebih fleksibel, seperti waktu kerja, tempat kerja (hybrid), aturan perusahaan mengenai work life balance. Perlu pula apresiasi perusahaan terhadap karyawan, memfasilitasi tempat kerja yang kondusif pendingin ruangan, luas ruang kerja, pencahayaan, mengadakan Employee Assistance Program: program bantuan bagi karyawan terkait masalah pribadi dan pekerjaan, dan menyediakan layanan konseling psikolog.

Psikolog lantas menjawab pertanyaan  seorang peserta bagaimana cara supaya tidak memasukkan cerita orang lain ke kehidupan pribadi kita? Lia Rahmadiani menjawab,  cara agar tidak terbawa sampai dalam kehidupan/terbawa bahkan  dalam mimpi karena kadang si pendengar  mendengar cerita orang yang  bercerita sehingga dapat lega tapi pendengar menarik energinya.

Beberapa tips ini bisa digunakan :

1. Bikin jarak saat mendengar posisi kita mendengarkan dan batasan bahwa itu bukan masalah saya

2. Bubble light, berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, bayangkan kita disebuah lingkaran yg tdk bisa tembus hal yg kurang baik.

3. Mandi air garam agar energi orang lain yang tidak baik, tidak menyerap kita.

4. Kesadaran kita hanya untuk menenangkan, kita sebagai observer bukan untuk menyelesaikan masalahnya.

5. Kalau sedang tidak fit/tidak enak badan kita bisa menolak (dengan berkata "bisa tidak, ceritanya nanti"). (Justina Lanni/Ast)