Jaringan Layanan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Sukoharjo (JLPAK2S) adalah aliansi yang terdiri dari lembaga pemberi layanan pada penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Sukoharjo. Keluaran dari beberapa program kerja jaringan sudah dipetakan, lantas dikoordinasikan menjadi satu kegiatan JLKPAK2S rapat koordinasi, (Kamis 17/7). Menyikapi pasca pra audiensi dengan wakil bupati beberapa waktu sebelummya, yang memberi tanggapan dengan baik pada jaringan kerja, wakil bupati meminta jaringan membuat contoh mekanisme yang akan diusulkan dalam layanan penanganan kasus perempuan dan anak.
Menurut Edy Supriyanto, dari Sehati Sukoharjo, koordinator JLKPAK2S, saat ini di kabupaten Sukoharjo kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak cenderung meningkat. Lantas dengan adanya fenomena ini apakah ada peningkatan kesadaran atau justru ada bertambahnya kejadian baru dikarenakan penanganan yang kurang tepat. Beberapa hal yang ditemukan kemudian mengerucut apakah sudah tepat pada sistem, baik penanganan maupun pencegahan. Lantas bagaimana mendorong keterlibatan masyarakat Sukoharjo.
Sebelumnya jaringan ini juga mengadakan pertemuan di salah satu tempat dan membahas situasi dan tantangan yang dihadapi jaringan. Ada kebutuhan membuat pilot project sebagai salah satu wahana membangun masyarakat terkait peningkatan kapasitas yakni di Kecamatan Mojolaban dan Tawangsari. Saat ini, salah satu lembaga dari jaringan yakni SPEK-HAM sedang menyusun SOP pelayanan bersama dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang diharapkan SOP ini ditandatangani oleh bupati dan tidak hanya kepala dinas saja apalagi saat ini Kabupaten Sukoharjo banyak mendapat penghargaan.
Dunung Sukocowati, dari Yayasan YAPHI anggota JKLPAK2S, menyatakan bahwa pada pra audiensi, respon dari wakil bupati memberi respon yang sangat strategi. Ia meminta jaringan memberi usulan konkret yang bisa diterapkan di kabupaten Sukoharjo sesegera mungkin. Mengapa usulan konkret? karena wakil bupati akan memanggil dinas terkait untuk pemberi layanan perempuan dan anak termasuk disabilitas. "Kita diminta target sendiri. Akan memberi usulan untuk memaparkan terkait usulan konkret," jelasnya.
Dari rapat koordinasi, sementara itu, rencananya konsep yang disepakati adalah karena SOP sudah ada dan UPTD sudah ada, maka butuh adanya keterlibatan jaringan di UPTD, mekanismenya dengan satu mekanisme SK perjanjian kerja sama bersama dan MoU. MoU harus dengan bupati dan tidak hanya ditandatangani kepala dinas dan OPD serta UPTD yang masuk dalam jaringan tersebut. Supaya ada monitoring dan evaluasi adalah Bupati. Kalau disamakan dengan kepala dinas, untuk pemberian layanan bisa saling lempar tanggung jawab antar OPD. Nanti masing-masing lembaga dalam jaringan bisa memgerjakan pekerjaan yang menjadi bagiannya, misalnya siapa mengerjakan apa. Dan yang digaet untuk penandatanganan MoU ini bukan hanya dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan lembaga penyedia layanan atau lembaga pelayanan hukum saja, tetapi juga misalnya dinas UMKM dan koperasi untuk pemberdayaan korban, rumah sakit yang bisa melakukan pelayanan rehabilitas baik fisik maupun psikis, dinas pendidikan untuk keberlanjutan studi yang dijalani oleh si korban dan lembaga filantrofi seperti BAZNAS.
Menurut Dunung Sukocowati, upaya pentingnya pembentukan semacam konsorsium_kalau di Surakarta di tahun 2002 bernama PTPAS_ini supaya tidak ada egosektoral dan masing-masing lembaga dan OPD akan melakukan apa sudah terpetakan. (Ast)