Buletin

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

KETERANGAN PERS

Nomor: 006/HM.00/II/2022

 

Ringkasan Eksekutif Pemantauan dan Penyelidikan Penggunaan Kekuatan secara Berlebihan (Excessive Use of Force) dalam

Proses Pengukuran Lahan di Desa Wadas 8 Februari 2022

 

 

Pada tanggal 8 Februari 2022 dilakukan upaya pengukuran lahan pada bidang warga yang telah setuju untuk dibebaskan sebagai lokasi penambangan quarry. Dalam konteks pengukuran tersebut terjadi penggunaan kekuatan secara berlebihan (Excessive Use of Force) oleh aparat kepolisian Polda Jawa Tengah.

 

Merespon terjadinya peristiwa tersebut, Komnas HAM RI membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut, sesuai dengan mandat Komnas HAM Pasal 89 ayat (3), Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 

Proses Pemantauan dan Penyelidikan
Dalam rangka pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa tersebut, Tim Komnas HAM RI telah melakukan sejumlah proses pemantauan dan penyelidikan pada 11-14 Februari 2022 antara lain:

1.        Melakukan    permintaan    keterangan    dan    informasi    dari    Gubernur    dan    Jajaran Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah;

2.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari warga yang setuju quarry;

3.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari warga yang menolak quarry;

4.        Melakukan permintaan keterangan saksi warga yang mengalami penangkapan disertai kekerasan;

5.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari Kapolres Purworejo dan jajaran;

6.        Melakukan permintaan keterangan dan informasi dari Kapolda Jawa Tengah dan Pejabat Utama Polda Jawa Tengah;

7.        Melakukan permintaan informasi secara tertulis kepada Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak;

8.        Melakukan permintaan keterangan tertulis kepada Kepala RS PKU Muhammadiyah Gamping;

9.        Mengumpulkan video dan foto serta informasi lain dari berbagai sumber terkait Peristiwa 8 Februari 2022.

 

Subtansi Temuan Faktual
Berdasarkan serangkaian hasil pemantauan dan penyelidikan, Tim Komnas HAM RI merumuskan sejumlah subtansi fakta temuan faktual antara lain:

1.      Pada tanggal 8 Februari 2022 dilakukan pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak yang dibantu oleh Aparat Kepolisian Gabungan Polda Jawa Tengah (selanjutnya disebut Tim Pengukuran Lahan). Pengukuran dimaksud dilakukan pada bidang lahan yang telah disetujui oleh pemiliknya untuk dijadikan lokasi penambangan quarry batuan andesit guna pembangunan Bendungan Bener.

 

2.      Pengukuran dimaksud mendapatkan bantuan pengamanan dari pihak kepolisian karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, yaitu pengukuran pada 14-15 Juli 2021 mengalami hambatan dari pihak yang menolak penambangan quarry;

 

3.      Pada saat Tim Pengukuran Lahan menuju lokasi bidang, disaat yang bersamaan sejumlah warga yang menolak penambangan quarry tengah menggelar Mujahadah di lingkungan Masjid Nurul Huda Dusun Krajan, Desa Wadas. Dengan mempertimbangan eskalasi potensi kerawanan, pihak Kepolisian berupaya memisahkan warga yang mendukung dan menolak penambangan quarry di Desa Wadas untuk mencegah terjadinya bentrokan, dengan cara membuat pagar betis di depan Masjid Nurul Huda;

 

4.      Dari sejumlah keterangan saksi dan video yang diperoleh, Komnas HAM RI menemukan adanya tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada Selasa, tanggal 8 Februari 2022 terhadap warga Wadas yang menolak quarry. Akibat dari tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, namun tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit;

 

5.    Dari identifikasi pelaku, tindakan kekerasan tersebut mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman pada saat proses penangkapan. Berdasarkan temuan Komnas HAM RI terdapat 67 orang warga yang ditangkap dan dibawa ke Polres Purworejo pada 8 Februari 2022, dan baru dikembalikan ke rumah pada 9 Februari 2022;

 

6.      Komnas HAM RI menemukan beberapa warga mengalami ketakutan paska peristiwa tanggal 8 Februari 2022 tersebut, hingga sampai sabtu dan minggu (4-5 hari) setelah peristiwa itu tidak berani pulang ke rumah. Selain itu, ditemukan potensial traumatik, khususnya bagi perempuan dan anak.

 

7.      Komnas HAM RI juga mendapatkan fakta terdapat penyitaan sejumlah barang milik warga, diantaranya sepeda motor dan handphone. Pada 21 Februari 2022 barang milik warga seperti 2 (dua) unit sepeda motor telah dikembalikan kepada pemiliknya, sementara 4 (empat) unit handphone sampai saat ini masih dalam proses pencarian dan pengembalian kepada pemiliknya oleh Polres Purworejo.

 

8.      Komnas HAM tidak menemukan tembakan senjata api dan atau informasi lainnya terkait penggunaan senjata. Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, jumlah aparat yang diturunkan berjumlah kurang lebih dari 250 orang personil yang terdiri dari 200 orang personil berseragam dan 50 orang personil berpakaian sipil/preman. Sementara berdasarkan keterangan dari pendamping jumlah aparat yang diturunkan ribuan personil;

 

9.      Komnas HAM RI menemukan fakta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal/jaringan komunikasi;

10.   Komnas HAM RI memperoleh komitmen dari Kapolda Jawa Tengah dan jajarannya untuk melakukan evaluasi, pemeriksaan dan pemberian sanksi kepada anggota yang telah melakukan kekerasan dan pelanggaran terhadap SOP;

 

11.   Dalam relasi sosial kehidupan masyarakat Wadas, terdapat kelompok yang mendukung dan menolak yang saat ini kondisinya renggang, tidak terlibat dalam acara bersama (keagamaan dan acara sosial), untuk perempuan dan anak-anak mengalami perundungan. Bahkan beberapa diantaranya berproses hukum di Polres Purworejo;

 

 

12.   Bahwa tidak hanya warga yang menolak quarry khawatir soal dampak yang ditimbulkan dari adanya penambangan quarry, Warga Wadas yang mendukung quarry juga mengalami situasi ketidakpastian karena tidak ada kejelasan waktu kapan selesainya pengukuran dan penerimaan pembayaran ganti untung atas tanah mereka;

 

13.   Warga Wadas baik yang menolak maupun mendukung penambangan quarry meminta Komnas HAM RI dapat berperan untuk mengupayakan dialog dengan pembuat kebijakan, dan bertindak adil dalam mencari solusi bersama termasuk berimbang dalam mengeluarkan pernyataan (statement) ke publik;

 

 

Kesimpulan
Pada pokoknya, berdasarkan temuan faktual, analisa peristiwa dan analisa hak asasi manusia, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1)         Sebelum peristiwa kekerasan tanggal 8 Februari 2022 terdapat pengabaian hak FPIC (Free and Prior Informed Consent) bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek quarry batuan andesit, yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka;

 

2)         Minimnya sosialiasi informasi akurat dari Pemerintah dan Pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana proyek, dampak dan tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar warga maupun warga dengan pemerintah;

 

3)         Bahwa kondisi saat ini masyarakat Wadas mengalami kerenggangan dalam relasi sosial, mereka terbagi atas 2 kelompok yakni warga yang mendukung penambangan quarry dan sebaliknya warga menolak penambangan quarry.

 

4)         Bahwa pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan/excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personil dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan;

 

5)         Adanya pengabaian hak perlindungan integritas personal warga negara dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Sikap penolakan warga atas penambangan quarry harusnya tetap dihargai dan tidak disikapi aparat Kepolisian secara berlebihan;

 

6)         Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan

disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas;

 

7)         Adanya pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum (penangkapan) dan jaminan masa depan untuk tidak terlibat menyaksikan dan mengalami tindakan excessive aparat Kepolisian;

 

8)         Masih terdapat pengabaian/tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh Kepolisian;

 

9)         Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan.

 

Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan, Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1.         Kepada semua pihak, termasuk Gubernur Jawa Tengah dan Kapolda Jawa Tengah untuk menjamin peristiwa yang sama pada tanggal 8 Februari 2022 tidak terulang kembali kedepannya.

 

2.         Gubernur Jawa Tengah
1.      Melakukan evaluasi secara serius dan menyeluruh pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian permasalahan di Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo;

2.      Memastikan adanya perlindungan bagi warga terdampak pembangunan Bendungan Bener dan menghindari penggunaan cara-cara penggusuran, pengusiran, dan pendekatan keamanan dalam penyelesaian masalah di Wadas;

3.      Mengupayakan pemulihan (trauma healing) terhadap masyarakat korban kekerasan, korban trauma kekerasan, dan korban perundungan;

4.      Menyiapkan upaya yang menjamin kelangsungan masa depan anak-anak warga Wadas, jika nantinya ada solusi yang diterima oleh semua pihak;

5.      Menyiapkan informasi lingkungan yang lengkap tentang dampak lingkungan sebagai bahan dialog terutama untuk menjawab persoalan sosial dan lingkungan di Desa Wadas;

6.      Memastikan partisipasi atau keterlibatan warga Desa Wadas (baik secara substansial maupun esensial dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM, salah satunya prinsip FPIC (Free and Prior Informed Consent) dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak Pembangunan Bendungan Bener, termasuk di Desa Wadas.

 

3.         Kapolda Jawa Tengah
1.      Melakukan evaluasi, pemeriksaan dan sanksi kepada semua petugas yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga dan pelanggaran SOP;

2.      Melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang diambil termasuk melakukan pencegahan supaya peristiwa yang sama tidak terulang kembali dan menghindari penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force)

3.      Memastikan berlangsungnya upaya pemulihan seluruh warga Wadas dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas dan Binmas Kepolisian setempat dengan berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat;

 

4.         Menteri PUPR Cq. Dirjen Sumber Daya Air Cq. Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
1.      Setiap langkah yang diambil harus memperhitungkan dinamika dan realitas sosial masyarakat, dan memastikan bahwa prinsip hak asasi manusia menjadi dasar pengambilan keputusan;

2.      Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka evaluasi dan/atau merumuskan solusi, konsep, perencanaan, penyusunan program, tata kelola dan strategi penyelesaian atas dampak pembangunan Bendungan Bener dengan berbagai pendekatan, tidak sekedar mempertimbangkan aspek ekologis tapi juga aspek sosial-ekonomi masyarakat;

3.      Memastikan partisipasi atau keterlibatan warga (baik secara substansial maupun esensial dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM, salah satunya prinsip FPIC (Free and Prior Informed Consent) dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak Pembangunan Bendungan Bener, termasuk di Desa Wadas;

4.      Dalam membangun Bendungan Bener senantiasa mengedepankan akuntabilitas dan menghormati HAM, menghindari perlakuan yang melanggar HAM, memastikan patuh atas penyelesaian yang adil dan layak, dan menyediakan akses pemulihan atas tindakan yang melanggar HAM.

 

Jakarta, 24 Februari 2022
Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Pada Selasa (22/2) Ombudsman RI mengadakan update publik via zoom  meeting yang disiarkan secara langsung lewat kanal youtube Ombudsman RI bertema Kontroversi Jaminan Hari Tua (JHT) dan Akses Pelayanan Publik Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).   Zoom dibuka oleh Robert Endi Jaweng, anggota Ombudsman RI  yang menyatakan tujuan acara adalah untuk melihat kebijakan terkait JHT dan harus dilihat secara cermat dari segala aspeknya. Beberapa aspek tersebut adalah yuridis, filosofis, dan sosiologis untuk melihat kondisi kebijakan tersebut.  

Add a comment

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang

Media sosial seperti instagram, facebook, YouTube, Twitter, dan TikTok, telah menjadi platform utama anak muda Indonesia. Saat ini media sosial sudah bukan sekedar media berinteraksi&berbagi informasi, tapi juga menjadi ajang berkreasi melalui unggahan foto, video dan aneka konten kreatif lainnya.Tak jarang orang tua yang justru aktif melibatkan anak-anaknya dalam pembuatan konten di media sosial dengan motif "mengembangkan minat dan bakat anak”. Padahal pelibatan anak untuk “bekerja” dengan motif “mengembangkan minat dan bakat anak” ini sangat rentan dan berpotensi untuk terjadinya eksploitasi ekonomi terhadap anak.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Gagasan lahirnya “Kepada Tanah” berawal pada tahun 2019.  Kemudian di tahun 2021 oleh sebab produksi kopi di Desa Wadas sedang menggeliat, maka mereka memasarkan kopi. Seperti yang dituturkan oleh  Hanggono dari “Kepada Tanah” kepada Khalisah Khalid dari Greenpeace sebagai host Talkshow "Kepada Tanah" yang juga disiarkan lewat kanal youtube pada Senin (21/2), kopi di Desa Wadas adalah kopi yang ditanam  secara turun-temurun dan berdampingan dengan yang lain. Menurutnya, kopi merupakan produk yang gampang diterjemahkan dan universal. Dan perampasan tanah juga terjadi di daerah lain dengan memberi ruang teman untuk bersolidaritas dan memberikan ruang kepada petani kopi.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Disabilitas intelektual adalah kondisi yang ditandai dengan fungsi intelektual di bawah rata-rata dan kurangnya keterampilan untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan biasanya kondisi ini sering memengaruhi anak-anak. Sedangkan menurut laman Special Olympics, disabilitas intelektual adalah istilah yang digunakan ketika seseorang memiliki keterbatasan/hambatan tertentu dalam fungsi dan keterampilan kognitif, termasuk keterampilan komunikasi, sosial, dan perawatan diri sendiri.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Komnas HAM telah mengambil sikap terhadap kasus Desa Wadas sejak awal peristiwa terjadi pada 8/2/2022 dengan mengeluarkan pers rilis pada 9/2/2022 yang meminta pihak Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menunda pengukuran tanah milik warga Desa Wadas yang sudah setuju pengukuran, meminta Polda Jateng menarik aparat yang bertugas di Desa Wadas dan mengevaluasi total pendekatan yang dilakukan dan memberi sanksi petugas terbukti melakukan kekerasan terhadap warga Desa Wadas, meminta Polres Purworejo segera melepaskan warga yang ditahan di Kantor Polres Purworejo dan meminta kepada semua pihak untuk menahan diri, menghormati hak orang lain dan menciptakan suasana yang kondusif  bagi terbangunnya dialog berbasis prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Pada zoom meeting yang dihelat oleh Iluni UI pada Minggu (13/2), Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM kembali memaparkan terkait kronologi kasus Desa Wadas bahwa pada 17 September 2022, Komnas HAM menerima aduan dari GEMPA DEWA dan Wadon Wadas yang didampingi oleh LBH Yogyakarta, Walhi Yogyakarta dan Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta terkait penolakan atas adanya rencana penambangan quarry batuan andesit di Desa Wadas guna kepentingan pembangunan PSN Bendungan Bener.

Pada Oktober dan November 2021, Komnas HAM RI menerima aduan dari Yayasan Pusat Bantuan Hukum (YPBH) Nyi Ageng Serang terkait permohonan perlindungan sehubungan adanya dugaan intimidasi, pengancaman, teror dan penghalang-halangan oleh Warga Desa Wadas, khususnya yang menolak penambangan quarry terhadap warga yang mendukung penambangan batuan andesit di Desa Wadas.

Upaya yang kemudian dilakukan oleh Komnas HAM adalah melakukan pemantauan lapangan pada 27-30 September 2021 guna mendapatkan data, informasi, keterangan dan fakta, pertemuan dengan Kementerian PUPR RI dan Kantor Staff Presiden pada 7 Oktober 2021. Dan melakukan diskusi degan ahli menghadirkan ahli lingkungan Prof. Sudharto P Hadi, MES, Ph.D dan ahli hukum lingkungan B. Danang Setianto, SH. LLM, Ph.D dan Gubernur Jawa Tengah beserta jajaran pada Selasa 16 November 2021.

Poin-poin yang disampaikan oleh Komnas HAM antara lain, sesuai SK Gubernur Jawa Tengah nomor  590/41 Tahun 2018 yang kemudian diperpanjang melalui SK 539/29 Tahun 2020 dan diperbaharui melalui SK nomor590/20 tahun 2021. Desa Wadas, Kecamatan Bener, tepatnya sebagai penambangan querry batu andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener. Penetapan tersebut menimbulkan perpecahan antar warga Desa Wadas. Penolakan dari warga Desa Wadas tergabung dalam GEMPA DEWA maupun Wadon Wadas menegaskan bahwa tidak dalam posisi menolak PSN Bendungan tidak dalam posisi menolak PSN Bendungan Bener, melainkan hanya menolak wilayahnya ditetapkan sebagai lokasi penambangan quarry batu andesit guna kepentingan pembangunan Bendungan Bener.

Berdasarkan identifikasi warga yang menolak merupakan warga yang memiliki lahan dan yang tidak memiliki lahan. Hasil kajian oleh BBWS Serayu Opak menunjukkan bahwa lokasi quarry tidak ditemukan mata air, namun pada kenyataannya hasil bumi/tanaman mampu mencukupi kebutuhan hidup warga. BBWS Serayu Opak memastikan bahwa pembangunan Bendungan Bener akan memberikan manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yaitu :  pemenuhan irigasi 15.519 Ha, Air Baku 1.500 lt/detik, Energi Listrik 10 mega watt, reduksi banjir di kawasan hilir Sungai Bogowonto, konservasi dan pariwisata.

Dalam rangka penolakan terhadap penambangan quarry batu andesit, an Sdr.Insin  Sutrisno, dkk menempuh proses hukum formal ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan menggugat Gubernur Jawa Tengah hingga tingkat kasasi namun ditolak.Terkait gugatan TUN , baik dikabulkan dan/atau ditolaknya gugatan warga sama-sama berpotensi memicu konflik. Dokumen Amdal Pembangunan Bendungan Bener menggunakan studi terpadu, dengan adanya permasalahan saat ini jika penanganannya berlarut-larut akan membawa konsekuensi pada persetujuan lingkungan untuk  penambangan quarry batu andesit habis masa berlakunya dan batal demi hukum sehingga perlu proses dari awal. Permasalahan di atas jika tidak ditangani akan berpengaruh pada kelangsungan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PNS) Bendungan Bener.

Permintaan Tindak Lanjut Komnas HAM

Beka Ulung menyampaikan permintaan tindak lanjut dari kasus Desa Wadas ini yakni kepada Gubernur Ganjar Pranowo : a. Memastikan adanya perlindungan bagi warga terdampak pembangunan Bendungan Bener dan menghindari penggunaan cara-cara penggusuran, pengusiran dan pendekatan keamanan dalam penyelesaian konflik, b. Membentuk tim terpadu yang melibatkan stakeholder untuk melakukan evaluasi dan/atau merumuskan ulang konsep, perencanaan, penyusunan program, tata kelola strategi penyelesaian atas dampak pembangunan Bendungan Bener, c. Memastikan partisipasi atau keterlibatan warga dan membangun ruang dialog dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian dampak pembangunan Bendungan Bener.

Kepada Bupati Purworejo, Komnas HAM meminta : a. Memfasilitasi dan mendorong adanya partisipasi atau keterlibatan warga dalam proses penanganan dan/atau penyelesaian dampak pembangunan Bendungan Bener. b. Berperan aktif untuk memastikan pencegahan konflik dengan dialog yang melibatkan tokoh masyarakat setempat khususnya di daerah yang terdampak pembangunan Bendungan Bener, c. Segera mengambil langkah-langkah penanganan sekaligus pemulihan atas konflik  atau gesekan antar warga di Desa Wadas.

Kepada Kapolres Purworejo, permintaan Komnas HAM sebagai berikut : a. Membangun dialog dan melakukan upaya lainnya untuk memastikan tidak terjadi konflik di wilayah terdampak, b. Memastikan adanya mekanisme pencegahan terjadinya kekerasanm intimidasi dan kriminalisasi bagi masyarakat dan para pendamping dari masyarakat yang terdampak, c. Memastikan adanya perlindungan hukum dan HAM secara berkeadilan dalam konteks penanganan dampak pembangunan Bendungan Bener untuk mengedepankan upaya persuasif dan pendekatan restoratif justice, d. Memberikan update atau perkembangan atas situasi maupun upaya penanganan yang dilakukan secara berkala kepada Komnas HAM RI sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas polisi. (ast)

 

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif YLBHI dalam zoom meeting Forum Diskusi Salemba 76 yang dihelat oleh Ikatan Alumni/Iluni UI, Minggu (13/2) menceritakan terkait  keberulangan, sistematisasi dari korban yang masif yang menimpa warga Desa Wadas. Ia menyoroti peristiwa yang terjadi 23 April 2021, bahwa tidak ada pemberian sanksi terhadap bentuk kekerasan dan semua pelanggaran saat penyerangan. Saat itu ratusan polisi bersenjata memaksa dan melakukan penyiksaan terhadap warga dengan cara menarik, memukul, menginjak, serta mendorong warga yang berada di barisan paling depan terutama ibu-ibu. Beberapa warga yang berusaha menolong ibu-ibu juga mendapatkan penyiksaan dari aparat kepolisian.

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Ada yang menarik dalam agenda pertemuan Jaringan Layanan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan Sukoharjo (JLPAK2S) yang diselenggarakan pada Kamis (10/2) bertempat di Yayasan KAKAK. Jaringan yang beranggota beberapa lembaga/organisasi dan komunitas ini, antara lain Yayasan YAPHI, Paguyuban Sehati, SPEK-HAM, KAKAK,  MHH Aisyiyah, Fatayat NU, LKBHI UIN Raden Mas Said,  Peradi Sukoharjo, dan WKRI  melakukan penyamaan perspektif terkait isu yang diusung bersama yakni penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, anak dan penyandang disabilitas. Vera Kartika Giantari, pegiat isu perempuan dalam diskusi menyatakan bahwa sebagai seorang manusia terkadang kita tidak selalu melihat persoalan dengan mata kita sendiri namun juga dipengaruhi oleh kaca mata yang kita pakai yang terbentuk dan dibentuk oleh budaya dan lingkungan sekitar.

Salah satu contohnya adalah kaca mata patriarki yang melihat golongan gender tertentu lebih tinggi dari golongan gender yang lain. Sehingga setiap individu yang memakai kaca mata ini pun selalu menggunakan pola pikir patriarki di segala isu kehidupan baik dalam agama, sosial budaya, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya. Sehingga sebagai contoh ketika saat ini ada banyak yang menyalahkan agama tertentu karena dinilai sangat patriarki justru sebenarnya yang salah bukanlah agama namun yang menjalankan agama tersebut yang masih menggunakan kaca mata patriarki.

Pada segi hukum khususnya aparat penegak hukum pun ketika menggunakan kaca mata patriarki maka akan terlihat bagaimana mereka memperlakukan laki-laki atau perempuan ketika melakukan pemeriksaan. Sedangkan dari segi politik, misalnya politik pembangunan. Sudahkan perempuan menjadi pertimbangan jika pemerintah akan melakukan pembangunan? Ketika ada jalan rusak kemudian akan ada pembangunan, dasarnya apakah pemikiran “jika jalan rusak, maka akan berisiko untuk ibu hamil” ataukah hanya berdasar pada pemikiran “agar jalur ekonomi dapat lancar.”

Dari segi ekonomi, apakah banyak pekerja yang memberikan upah kepada pekerja laki-laki lebih tinggi dari pada upah kepada pekerja perempuan dengan alasan bahwa perempuan hanya pencari nafkah tambahan sehingga asumsinya tidak membutuhkan upah yang besar? Yang perlu diingat adalah kaca mata patriaki tidak hanya dipakai oleh laki-laki namun sekarang pun banyak perempuan yang juga memakai kaca mata ini

Perbedaan UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak dalam Batasan Umur

Shoim Sahriyati , Direktur Yayasan KAKAK sebagai pemantik diskusi terkait perspektif anak lebih menyoroti masih adanya perbedaan antara UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak dalam hal batasan umur anak. Dalam UU perlindungan anak hanya disebutkan bahwa anak adalah usia 0 -18 tahun sedangkan dalam konvensi hak anak terdapat klausul lain. Dalam konteks pendampingan anak, menurutnya ada empat hal yang harus dilakukan: Memberikan informasi/edukasi, rehabilitasi, psikososial dan pendampingan di ranah hukum

Yayasan KAKAK menurut Shoim sangat mengapresiasi korban atau keluarga korban yang tetap memilih untuk berproses secara hukum. Hal ini karena apabila diproses hukum maka bukan saja menyelamatkan korban secara langsung tetapi juga menyelamatkan anak-anak yang lain. Hal ini karena apabila pelaku masih berkeliaran maka akan membahayakan anak-anak yang lain. Apabila korban memilih untuk jalan damai dengan pelaku, apalagi sampai menikah dengan pelaku maka Yayasan KAKAK akan melepas pendampingan karena tidak sejalan prinsip Yayasan KAKAK.

Memahami Isu Disabilitas

Edy Supriyanto, Direktur Sehati dalam kesempatan diskusi yang sama, juga memberikan perspektif tentang isu disabilitas. Menurutnya memahami isu disabilitas tidak jauh berbeda dengan pemahaman tentang konsep isu perempuan. Jika isu perempuan dipengaruhi oleh kaca mata patriaki maka isu disabilitas dipengaruhi oleh kaca mata kenormalan. Jika kaca mata patriarki meninggikan gender tertentu dan merendahkan gender yang lain, kaca mata kenormalan pun memandang bahwa orang yang dinilai “normal” lebih tinggi dari orang yang dianggap “tidak normal”

Normal seringkali dipahami hanya sebatas yang awam pahami di masyarakat, misalnya cara makan yang normal adalah menggunakan tangan kanan, jika makan langsung menggunakan mulut maka dinilai tidak normal. Bahkan dalam budaya Jawa makan menggunakan tangan kiri pun juga dinilai tidak normal. Lain lagi, orang yang normal adalah orang yang berbicara dan berkomunikasi dengan menggunakan mulut, jika menggunakan tangan atau Bahasa isyarat lainnya maka akan mendapat julukan tidak normal.

Edy menambahkan bahwa setiap orang berpotensi untuk menjadi penyandang disabilitas atau difabel entah karena usia atau karena suatu kejadian.  Setidaknya ada lima pertanyaan untuk mengidentifikasi apakah seseorang mengalami disabilitas : Apakah anda masih bisa melihat jika tanpa menggunakan kacamata? Apakah anda mengalami kesulitan untuk menaiki anak tangga? Apakah anda mengalami kesulitan untuk merawat diri? Apakah anda mengalami kesulitan mengingat nama? Apakah Anda mengalami kesulitan mendengar? Mirisnya, hingga hari ini masih ada pandangan bahwa penyandang disabilitas kerap kali hanya dinilai sebagai objek penerima bantuan sosial. (dorkas febria/astuti)

 

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Suroto, pakar ekonomi dalam zoom meeting yang dihelat oleh aktual.com dan disiarkan langsung lewat kanal youtube @aktualvideonews, Jumat (11/2) menyatakan bahwa sebenarnya  pembangunan bendungan Bener di Purworejo untuk mengairi dari proyek besar YIA, untuk more investmen, yang menguntungkan penanam modal. Ciri dari itu semua adalah buruh murah, pasar murah, serta sumber daya murah. Masyarakat Wadas menolak penambangan batu andesit karena masyarakat di sana ekonominya pada pertanian dan perkebunan.

Suroto menambahkan bahwa Indonesia sebenarnya penganut kapitalis pinggiran. Banyak negara kapitalis pusat mendorong konstelasi ekonomi dengan utang. Lalu bagaimana menjerat? Dikomitmenkan untuk pembangunan infrastruktur. Ia mengutip Profesor Jan Tinbergen dari Belanda peraih nobel ekonomi tahun 1980-an bahwa utang-utang ini menjadikan mereka negara kapitalis besar sebagai pintu masuk dan melakukan penambahan utang. Menurutnya, pemerintah ngotot dan besaran 10.500 T  warisan Jokowi. Pemerintah kini malah membangun infrastruktur.

Ia juga mempertanyakan bagaimana petani di Rembang putusan menang dan ingkrah tapi kok pabrik masih kokoh berdiri. “Petani kita 74% petani gurem. Tanpa tanah kalau ada waduk maka itu mendorong adanya  investmen atau investasi,”ujar Suroto.

Suroto lalu menawarkan  konsep tambang lestari dengan membangkitkan ekonomi pertanian untuk petani bukan malah mengorbankan petani. Menurut konteksnya saat membangun galian C atau B. Andesit masuk C. Rakyat ada di situ dan jangan mengundang polisi ke situ. Tambang lestari itu ada dalam kendali, melalui lembaga yang masyarakat yang dimoderasi. Tambang lestari itu mendorong partisipasi. Semua warga diajak bicara lewat bumdes. Atau koperasi badan hukum baru. Mereka mengambil keputusan bersama. Pemerintah datang ke lembaga koperasi itu. Ada rekognisi badan hukumnya. Pemerintah hanya punya hak suara satu.

Kalau mau tambang lestari bangun bersama masyarakat. Investor masuk dan harga transparan. Menurutnya ini yang dinamakan demokrasi bukan otokrasi. “Kalau Pak Ganjar mengedepankan demokrasi ya ajak duduk semua warga,”pungkas Suroto. (astuti)

Add a comment

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Di awal tahun  2022, publik dikejutkan dengan pernyataan seorang penceramah agama bahwa menceritakan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah aib. Pernyataan kontroversial tersebut mendapat reaksi bermacam. Ada yang setuju dan banyak yang menentang. Seperti kita ketahui, perempuan sangat rentan menjadi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan  tahun 2021 menunjukkan data bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 6.480 kasus KDRT, yang dalam persentase 50%  atau sekira 3.221 merupakan kasus yang dilakukan oleh suami kepada istri.

Add a comment