Lintas Berita

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Anni Aryani, seorang dosen dan peneliti di LPPM Universitas Sebelas Maret, lulusan University of Melbourne menyatakan bahwa di Indonesia masih ada gap antara penyandang disabilitas dan non disabilitas.  Terkait disabilitas, meski paradigma sudah berkembang menjadi peradigma sosial, namun belum meninggalkan sama sekali charity base. Belum lagi terkait diskriminasi dan stigma yang diperoleh oleh penyandang disabilitas bahwa mereka masih dianggap sebagai beban masyarakat. Demikian dikatakan Anni saat diskusi bulanan LPPM Universitas Sebelas Maret, Selasa (18/1).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Ada hal menarik dalam helatan diskusi LettsStalk _Sexualities pada minggu ketiga Desember 2021 terkait sejarah politik kekerasan seksual di Indonesia. Menghadirkan Ita F. Nadia menjadi salah seorang narasumber, mengatakan bahwa saat ini dirinya melakukan inisiasi memfokuskan penggalian kembali sejarah secara kolektif dengan melakukan recalling, dengan mendokumentasikan sejarah dengan menuliskannya. Dalam temuannya, Ita menyatakan bahwa ketika bicara sejarah maka berbicaranya akarnya. Menurutnya ada politik internasional yang diinternalisasi.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan terobosan program pasca reformasi yang sangat bermanfaat untuk rakyat, dan bisa dinilai sebagai bentuk keberhasilan reformasi. Namun program JKN tidak begitu mencapai kesempurnaan, sebab proyek ini belum mencapai tahap selesai. Dan dalam dialektika ada proses-proses yang sangat dikritisi, meski sudah banyak manfaatnya untuk masyarakat. Demikian dikatakan Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch  dalam Webinar Pelayanan BPJS Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Jakarta, Senin (10/1).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Komnas Perempuan melaporkan bahwa jumlah perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual meningkat dari 40 kasus pada tahun 2015, menjadi 89 kasus pada tahun 2019. Sedangkan laporan lembaga SAPDA di Yogyakarta pada tahun 2015, 29 perempuan dan anak dengan disabilitas dilaporkan mengalami berbagai bentuk penyerangan, kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi. Sebanyak 33 kasus terjadi pada 2016 dan meningkat menjadi 35 kasus pada tahun 2017. Demikian yang pernyataan Fatimah Asri, salah seorang komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) pada sebuah webinar peringatan hari disabilitas internasional yang dihelat oleh Yayasan Satunama, pertengahan Desember 2021.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) menyelenggarakan talkshow untuk mendesak segera disahkannya RUU-TPKS, Rabu (5/1). Ririn Hayudiani, Wakil Direktur Program LPSDM  menyatakan penting segera sahkan RUU-PKS apalagi dibutuhkan upaya perlindungan terhadap perempuan disabilitas untuk mencegah semakin tingginya angka kekerasan seksual pada mereka.  


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Perempuan disabilitas mengalami diskriminasi ganda, interseksionalitas sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas. Stigma ini akan meningkat pada diri mereka sendiri sebagai kelompok yang lemah, rendah, tidak setara, dan menjadi beban. Di masa pandemi, PPKM telah menghambat mereka masuk ke layanan kesehatan dan rentan mengalami kekerasan seksual ketika mengalami beban dan tekanan ganda. Kekerasan Seksual pada perempuan disabilitas paling tinggi di DKI dan NTT, dengan korban 51 orang disabilitas intelektual.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Michael Jesus A. Mahinay, Direktur Eksekutif of Alagad Mindanao sebuah aliansi NGO yang bergerak di isu penanggulangan HIV-AIDS memberikan pemaparan terkait strategi penanggulangan HIV-AIDS  berbasis komunitas di Philipina, Jumat (24/1). Acara yang dihelat oleh YAKKUM melalui UPKM/CD Bethesda bertujuan untuk mendapatkan satu gambaran dan mencegah kasus baru ODHIV dan ODHA. Perlu diketahui bahwa kasus Lost Follow Up (LFU) yang terlalu tinggi untuk HIV dan AIDS, membuat pihak CD Bethesda merekrut beberapa partner untuk menginput engagement dalam rencana strategis mereka.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Menurut International Disability and Development Consortium (IDDC), pembangunan inklusif merupakan sebuah proses gunanya untuk memastikan bahwa semua kelompok yang terpinggirkan bisa terlibat dalam proses pembangunan. Konsep tersebut mengupayakan pemberian hak bagi kelompok yang terpinggirkan di dalam proses pembangunan. Sekarang ini, hampir di semua negara, penyandang disabilitas merupakan salah satau dari kelompok yang terpinggirkan. Penyandang disabilitas masih mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan perhatian sebagai objek dalam program-program pembangunan sekaligus sebagai subjek atau pelaku aktif. Dengan dalih bahwa masih banyaknya isu yang harus dipikirkan selain masalah disabilitas seringkali menjadi alasan bagi beberapa tokoh pembangunan untuk mengesampingkan isu disabilitas.

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam webinar yang dihelat akhir November 2021 bertema terkait Prioritas Penggunaan Dana Desa bagi Kelompok Penyandang Disabilitas. Seperti yang disampaikan oleh Joni Yulianto dari AIPJ2, bahwa di satu sisi perlu dibuka secara sistematis dan pastikan ruang aman untuk dimasuki teman-teman penyandang disabilitas. Sedangkan dari sisi non fisik melibatkan perspektif pemangku kebijakan dan attitude. Menurutnya, kelompok yang tereksklusi tidak berangkat dari ruang yang sama, maka harus ada aktor yang juga disiapkan.

Bito Wikantosa dari Kemendesa PDTT menyatakan bahwa ketika indikator desa inklusi dibentuk, maka dibentuk pula kelompok disabilitas. Di sini perlu adanya proses berkala dan hal apa saja yang menjadi prioritas penggunaan Dana Desa untuk hal pemberdayaan kelompok rentan termasuk difabel dan bisa diperlihatkan datanya setiap tahun. Sedangkan Angga Yanuar dari NLR mengatakan jika akses Dana Desa bagi kelompok penyandang disabilitas dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Adanya political will, 2. Sinkronisasi regulasi dengan prioritas pembangunan di desa atau kota, 3. Sangat dipengaruhi oleh prioritas pembangunan di daerah tersebut.

Sedangkan tantangan budaya yang dihadapi adalah bagaimana masyarakat melihat disabilitas, dan memastikan bahwa regulasi tingkat desa sinkron. Peraturan terkait yakni permendesa PDTT nomor 11 tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2020 kemudian diubah menjadi Permendesa PDTT 14 tahun 2020 tentang perubahan ketiga prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2020. Dalam Permen tersebut disebutkan daftar kegiatan prioritas bidang pemberdayaan masyarakat desa di antaranya alat bantu bagi penyandang disabilitas dan sosialisasi dan advokasi sarana dan prasarana yang ramah terhadap anak disabilitas.

Bito menambahkan bahwa saat ini ada 640 desa inklusi sebagai pilot. Beberapa desa inklusi ada di Kabupaten Tegal dan Janeponto. Untuk pelaksanaan desa inklusi di Papua saat ini masih minim. Sedangkan d kabupaten Sikka masih uji coba desa inklusi. Penguatan pelaku harus diperkuat dengan political will. Kepala desa bisa melaporkan penggunaan anggaran untuk apa saja. Apabila desa tidak melibatkan difabel maka akan ada sanksi dan itu ada di dalam Peraturan Pemerintah. “Ini sebuah perjuangan agar desa inklusif,”tutur Bito dalam webinar tersebut.  

Desa inklusi itu sendiri adalah desa di mana kondisi setiap warga negaranya membuka diri, meniadakan hambatan untuk bisa saling berpartisipasi, merangkul, dan bekerja bersama-sama saling bahu-membahu. Desa Inklusi untuk semua warga tanpa kecuali, yang dalam istilah di Kemendesa PDTT adalah Desa Surga : Desa untuk semua warga. Desa untuk semua kaum marjinal, agar bisa setara dengan yang lain.

Dengan adanya keterlibatan kelompok penyandang disablitas maka hal yang perlu dilakukan adalah membuat diskusi kelompok ini hingga masuk musdes. Kekuatan mengadvokasi dengan melakukan musyawarah bisa dilakukan dengan informasi, tidak harus administratif tetapi sosio kultural. Melakukan musyawarah dulu, bisa dimulai dari tingkat RT, RW, lalu kelompok. Dan penggunaan Dana Desa tidak semena mena, tetapi berdasar kebutuhan. Semua usulan murni dari kelompok masyarakat yang termarjinalkan yang merupakan kebutuhan kelompok itu. (astuti)