Lintas Berita

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Pada Juni 2020, Jaringan DPO Respon COVID-19 Inklusif telah memublikasikan laporan asesmen pertama yang berjudul “YANG BERGERAK DAN YANG TERPAPAR: SUARA DISABILITAS DARI INDONESIA”. Asesmen tersebut lahir atas kegelisahan aktivis dan organisasi disabilitas, atas keterbatasan data dan informasi mengenai situasi penyandang disabilitas di awal situasi pandemi. Berangkat dari diskusi informal (WEBKUSI DPO) yang dilaksanakan setiap Jumat siang secara daring, Gagasan tersebut telah menggerakkan organisasi disabilitas dan pegiatnya di 32 provinsi untuk bahu membahu menghimpun data dan informasi dalam sebuah survey yang menjangkau sebanyak 1.683 responden.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Dilatarbelakangi semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sukoharjo, serta kebutuhan atas komitmen untuk terus membangun jejaring dalam rangka kerja sama dalam mengadvokasi pemangku kebijakan, untuk pemenuhan hak-hak korban kekerasan,  maka Jaringan Layanan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Sukoharjo (JLPAK2S) mengadakan rapat koordinasi yang berlangsung pada Jumat (21/1), bertempat di Kantor Majelis Hukum dan HAM (MHH) Aisyiyah.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

55 tahun bukanlah waktu yang pendek bagi para korban pelaggaran HAM berat 65.  Harapan demi harapan selalu menghidupi dan menjadi daya bagi korban untuk memperoleh keadilan. Persoalan ini  selalu menjadi PR bagi penguasa dan  belum terselesaikan. Padahal Indonesia telah resmi meratifikasi beberapa peraturan internasional bahkan pemerintah telah menyusun RAN-HAM yang seharusnya menjadi jembatan bagi pemerintah sebagai upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 65 .


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Anni Aryani, seorang dosen dan peneliti di LPPM Universitas Sebelas Maret, lulusan University of Melbourne menyatakan bahwa di Indonesia masih ada gap antara penyandang disabilitas dan non disabilitas.  Terkait disabilitas, meski paradigma sudah berkembang menjadi peradigma sosial, namun belum meninggalkan sama sekali charity base. Belum lagi terkait diskriminasi dan stigma yang diperoleh oleh penyandang disabilitas bahwa mereka masih dianggap sebagai beban masyarakat. Demikian dikatakan Anni saat diskusi bulanan LPPM Universitas Sebelas Maret, Selasa (18/1).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sepuluh  orang anggota dari 100-an petani yang tergabung Paguyuban Petani Paranggupito duduk melingkar di rumah seorang petani bernama Sukisno, Desa Kranding, Paranggupito. Mereka datang dari beberapa wilayah. Dibuka dengan pernyataan dari ketua kelompok, biasa dipanggi Mbah Mul, mereka menyambut baik kedatangan para staf Yayasan YAPHI di hari itu, Rabu (19/1). Beberapa pertanyaan kemudian mencuat di antara perbincangan-perbincangan yang sangat cair, ditandai dengan hampir semua yang hadir turut berbicara.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan terobosan program pasca reformasi yang sangat bermanfaat untuk rakyat, dan bisa dinilai sebagai bentuk keberhasilan reformasi. Namun program JKN tidak begitu mencapai kesempurnaan, sebab proyek ini belum mencapai tahap selesai. Dan dalam dialektika ada proses-proses yang sangat dikritisi, meski sudah banyak manfaatnya untuk masyarakat. Demikian dikatakan Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch  dalam Webinar Pelayanan BPJS Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Jakarta, Senin (10/1).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Setelah reformasi, upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu terus diperjuangkan oleh lembaga-lembaga. Mereka setia mendampingi dan upaya itu hampir 21 tahun. Ini bukanlah waktu yang pendek. Bukan pula jalan lurus namun terjal.  Kemudian yang menjadi persoalan adalah stigma. Hingga hari ini mereka menyebut diri sebagai penyintas, atas apa yang seringkali mereka alami seperti bola yang dilempar-lempar. Selama dua dasa warsa ini, rupanya banyak memberi warna.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) menyelenggarakan talkshow untuk mendesak segera disahkannya RUU-TPKS, Rabu (5/1). Ririn Hayudiani, Wakil Direktur Program LPSDM  menyatakan penting segera sahkan RUU-PKS apalagi dibutuhkan upaya perlindungan terhadap perempuan disabilitas untuk mencegah semakin tingginya angka kekerasan seksual pada mereka.