Konferensi Pers #NoJusticeInPain: Mengakhiri Penyiksaan sebagai Prasyarat Keadilan
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 18
Peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional secara resmi disebut International Day in Support of Victims of Torture yang jatuh setiap tanggal 26 Juni, enam lembaga negara yang tergabung dalam Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman Republik Indonesia, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyuarakan kembali komitmen bersama untuk mencegah dan menghapuskan praktik penyiksaan di seluruh wilayah Indonesia.
Add a commentDari Advokasi hingga Sensitivitas: Jaringan Visi Solo Inklusi Perjuangkan Aksesibilitas dan Kesetaraan bagi Disabilitas
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 32
Sunarman Sukamto, inisator jaringan lembaga dan individu pemerhati dan peduli isu difabel, dalam pertemuan diskusi dan Koordinasi Jaringan Visi Solo Inklusi pada Rabu (18/6) menceritakan terkait isu disabilitas yang saat ini tidak begitu menarik di sebagian orang dikarenakan tertutup dengan isu lain.
Add a commentMenyoal Penulisan Sejarah oleh Migrant Care
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 101
Wahyu Susilo dalam zoom meeting menyikapi persoalan penulisan ulang sejarah Indonesia yang dihelat oleh Migrant Care, Jumat 13/6, dan di selenggarakan secara daring dan luring di salah satu kafe di Solo menyatakan, mengapa Migrant Care ikut membincang? karena narasi yang dibangun dalam kerangka penulisan sejarah Indonesia tidak bergerak dan yang dibangun oleh negara adalah narasi sejarah istana sentris dan negara sebagai pemenang. Di sejarah tidak menyebut kontribusi kelompok marjinal, seperti sejarah buruh tidak mewakili buruh. Pada sejarah buruh migran, di film "Indonesia Calling" ada peristiwa penting yakni pemogokan pelaut Australia dan China yang punya kontribusi pada kemerdekaan Indonesia.
Add a commentMPPS Gelar Diskusi Menyoal Pendidikan Kontekstual
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 82
Pendidikan kontekstual yakni pendidikan yang berorientasi kepada konteks sebenarnya bukan hal baru karena sudah dilakukan oleh pondok pesantren, yang menyiapkan penghidupan bagi santri-santrinya. Juga ada di agama lain seperti sekolah pastoral di agama Katolik. Pendidikan kontekstual bersumber pada pengalaman anak dan bukan mata pelajaran.
Fenomena pendidikan saat ini, sistem pendidikan masih berorientasi pada standar. Kalau tidak cocok standar maka dianggap melanggar dengan acara formalitas, materi seragam padahal apa yang dipelajari anak Surakarta tantangannya berbeda. Selain itu, pendidikan di Indonensia saat ini menjadi arena pacuan yang meminggirkan anak dari keluarga miskin. Mereka yang tertinggal di PAUD dan menjadi anak dari orang tua miskin akan tertinggal di SMP, SMA lalu perguruan tinggi.
Demikian dikatakan oleh pakar pendidikan Bukik Setiawan, narasumber diskusi kajian kritis tentang pendidikan bertema pendidikan kontekstual yang berkemanusiaan yang diselenggarakan oleh Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) didukung Yayasan YAPHI, di Rumah Anawin Yayasan YAPHI, Jl. Nangka 5, Laweyan Surakarta.
Menurut Bukik, pengabaian terkait kewenangan pendidikan pada pemerintah daerah sesungguhnya terjadi sekira 30 tahun terakhir dan ada yang tidak sesuai. Hal ini bisa dibaca pada Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 yang menjadikan tujuan pendidikan adalah individu, bukan tujuan bangsa. Semestinya pendidikan kontekstual itu juga mencakup komunitas jadi bukan hanya individu-individu.
Kaitannya dengan kurikulum, saat ini masih berotientasi kepada hasil. Maka perlu memilah mana urusan pendidikan dan mana urusan administrasi pendidikan. Sehingga pendidikan kontekstual niscaya bisa dilakukan misalnya pada anak di usia SD, kelas 1 sampai 5 berorientasi pada proses. Di kelas 6 mereka mempersiapkan menjadi 'korban' ujian nasional, yang menurut janji 'bimbel', dan sebenarnya sekolah bisa melakukan itu.
Peluang Pendidikan Kontekstual
Peluang pendidikan kontekstual saat ini bisa dilakukan oleh pemerintah meski masih bersifat standar yakni pada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Meski P5 termasuk baru namun banyak disalahpahami bahwa pendidikan bukan keterampilan.
Ada pula Pembelajaran Berbasis Projek (PJBL) model pembelajaran berbasis projek yang berpusat di siswa dan muatan lokal. PJBL bisa diarahkan misalnya anak-anak diajak dalam program revitalisasi pasar tradisional dengan melakukan riset kecil seperti bagaimana sistem perparkiran, dan desain. Ini artinya program daerah bisa menjadi percakapan semua masyarakat karena peserta didik telah melakukan wawancara sehingga menjadi partisipasi konkret dan niscaya bisa disinkronkan dengan program prioritas pemerintah daerah. Kemudian bisa disisipkan lewat muatan lokal (mulok) dan ekstrakurikuler yang dilakukan secara konteks, meski dengan waku yang terbatas.
Pada sesi diskusi, pertanyaan mencuat dari salah seorang peserta dari BEM FKIP UNS, bahwa selama ini pendidikan sering menjadi korban politik. Dan dijawab oleh narasumber bahwa pendidikan justru harus berpolitik karena dengan berpolitik bisa membuat pendidikan kontekstual dapat dimiliki oleh yang memiliki anggaran dan orangtua. Hal itu bisa direbut lewat mekanisme musrenbang.
Beberapa hal menjadi 'PR' misalnya anggaran besar di sektor pendidikan terbesar guru. Besarnya anggaran ini harusnya memiliki dampak hubungannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terkait literasi dan numerasi. Meski agak berat pertarungan dan negosiasi-negosiasi, masalahnya adalah banyak guru dan sekolah yang terjebak pada orientasi hasil sehingga hal itu tidak sinkron.
Komponen lain yang berpengaruh yakni orangtua apalagi di perkotaan, misalnya kota Surakarta yang memiliki aspirasi tinggi sehingga jumlah berdebatnya tinggi. Sebab tidak ada kompetensi untuk orangtua, yang tidak terlatih untuk mengedukasi sehingga dinas di perkotaan sulit untuk menjangkau. (Renny Thalita/Ast)
Add a commentKonferensi Pers Koalisi Perempuan Indonesia : Fadli Zon Gagal Paham
- YAPHI
- Suara Keadilan
- Dilihat: 118
Nursyahbani Katjasungkana dalam konferensi pers yang diselenggarakam oleh Koalisi Perempuan Indonesia yang dimoderatori oleh Mike Verawati, Selasa (17/6) menyatakan bahwa ia menolak narasi tunggal penulisan sejarah. Selama 32 tahun rakyat selalu dicekoki militer tentang 65, pemaknaan sebuah peristiwa politik yang hanya satu sisi oleh negara. Ia juga mengemukakan bukti bahwa peristiwa perkosaan Mei 98 selain ada lampiran laporan, juga kekerasan dan perkosaan di Indonesia tentang laporannya yang dipresentasikan ke PBB ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Add a comment- Konferensi Pers Koalisi Perempuan Indonesia : Perempuan Indonesia Menolak Pernyataan Menteri Kebudayaan
- Perempuan Mahardhika Gelar Webinar Tolak Penulisan Sejarah Resmi
- FISIP UI Adakan Seminar Bahas Eksploitasi MIneral Kritis, Pemenuhan Hak Masyarakat Adat dengan Kebijakan Luar Negeri
- Mengapa Orang Muda Harus Menolak Penulisan Ulang Sejarah Resmi?