Dikutip dari IG Perempuan Berkisah, dalam penelitian Untold Stories of Woman Living in Violence Lived Realites of Woman Stay: a Case Study of Ngombe and Kanyama Compound in Lusaka (2019), menemukan bahwa mayoritas responden perempuan memilih bertahan dalam hubungan suami istri karena anak-anak.
Dalam relasi seperti ini perempuan lebih mengutamakan kebahagiaan dan keamanan anak-anak terlebih dahulu daripada kebahagiaan dan keselamatan dirinya sendiri. Sedangkan Komnas Perempuan mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Data ini menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan (55.920 kasus, atau sekitar 12%) dibandingkan tahun 2022.
Pada pengaduan ke Komnas Perempuan tersebut di ranah personal Kekerasan terhadap Istri (KTI) merupakan jumlah yang tertinggi sebanyak 674 kasus disusul dengan Kekerasan Mantan Pacar (KMP) sebanyak 618 kasus, dan Kekerasan dalam Pacaran (KDP) sebanyak 360 kasus. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tahun 2022, KMP merupakan jenis kasus tertinggi sementara KTI dan KDP menduduki posisi kedua dan ketiga. Kenaikan angka KTI di tahun 2023 ini adalah sebesar 22% dari 2022.
Hal ini memperlihatkan bahwa para korban masih terus berada dalam situasi toxic relationship relasi toksik itu berpindah dari ruang pacaran ke ruang perkawinan. Dan apabila dibiarkan terus-menerus seperti itu, bisa jadi angka kenaikannya akan demikian meninggi.
Indonesia Darurat Femisida
Casnadi (30) tega membunuh perempuan muda berinisial AN di Cirebon. Casnadi sempat menutupi aksi tersebut dengan menyimpan jasad AN di dalam lemari.
Kasus terungkap berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Cirebon Kota. Casnadi berhasil diringkus tak lama setelah ditemukannya mayat AN yang tanpa busana di rumah kos Blok Pulomas, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, pada Kamis (9/5) malam.
Masih terngiang di telinga kejadian yang baru saja terjadi beberapa pekan lalu kasus kematian seorang istri oleh suaminya di Manado, Minahasa Selatan. Perempuan muda yang baru saja melahirkan anak keduanya itu dibunuh oleh suami di depan anak-anaknya.
Sebelumnya, seorang perempuan berinisial RA (23) warga asal Bogor ditemukan tewas dalam koper di Jembatan Panjang Jimbaran, Badung, Bali, Jumat (3/5/2024). Korban diduga pekerja seks tersebut dibunuh pria bernama Amrin Al Rasyif Pane (20) usai berhubungan badan.
Kasus penemuan mayat terjadi di Desa Tegalgubug Lor, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon pada Minggu (5/5). Diketahui, korban adalah Indah Fitriyani (22) warga Panguragan, Kabupaten Cirebon.
Mengutip akun IG @rifkaannisa, Femisida : mereka dibunuh karena mereka adalah perempuan. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan karena kelamin atau gendernya. Femisida tidak tiba-tiba terjadi tapi femisida adalah akibat dari eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumya (Komnas Perempuan).
Istilah femisida pertama kali digunakan oleh Diana Russel pada International Tribunal on Crimes Againt Women (1976) dan menempatkan sebagai "pembunuhan misoginis terhadap perempuan oleh laki-laki. "
Pemicu Femisida : dominasi, kepuasan, rasa memiliki, rasa cemburu, depresi, superioritas, dan gangguan mental.
Siapa saja pelaku femisida? Dibandingkan dengan kasus femisida non intim, yang melibatkan pelaku orang asing. Di Indonesia lebih banyak terjadi kasus femisida intim. Yaitu pelaku merupakan orang terdekat korban meliputi suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi.
Adanya kasus femisida dari tahun ke tahun ke tahun di berbagai wilayah menegaskan bahwa kasus pembunuhan terhadap perempuan ini bukan kebetulan atau hanya terjadi di satu tempat dan waktu saja. Melainkan femisida adalah fenomena global yang artinya perlu penanganan secara sistematis. Semua individu dan pemerintah bertanggung jawab untuk membangun ekosistem yang aman bagi perempuan sebagai kelompok rentan.
Data kasus femisida di Indonesia (Data Komnas Perempuan), tahun 2020 sebanyak 95,tahun 2021 sebanyak 237, tahun 2022 sebanyak 307 dan tahun 2023 hingga April sebanyak 159.
Untuk pencegahannya, femisida belum dikenal secara umum dan karena itu belum ada mekanisme upaya pencegahan penanganan dan pemulihan untuk korban dan keluarga.
Tetapi disebutkan pada pasal-pasal dalam KUHP, UU Penghapusan KDRT, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU TPKS bahwa yang mengakibatkan kematian pada perempuan korban, hukumannya diperberat.
Dari IG @rumahkitab, dicatat bahwa Femisida atau pembunuhan terhadap perempuan karena identitas mereka, merupakan sebuah tragedi yang kompleks dengan akar yang tertanam dalam berbagai faktor yaitu : yakni patriarki dan misogini. Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi superior dan perempuan pada posisi subordinat, memicu rasa kontrol dan kepemilikan terhadap perempuan. Misogini adalah kebencian dan prasangka terhadap perempuan seringkali dilandasi oleh stereotip dan anggapan bahwa perempuan lebih lemah, tidak berharga, dan hanya sebagai objek.
Pembunuhan terhadap perempuan tidak bisa dilihat sebagai pembunuhan biasa. Meski demikian tidak semua pembunuhan terhadap perempuan dapat dikategorikan sebagai femisida.
Dalam sebuah webinar, Rainy M. Hutabarat selalu komisioner Komnas Perempuan, femisida belum dikenal sebagai pembunuhan berbasis gender terhadap perempuan dan bentuk kekerasan paling ekstrem dan sadis. (Ast)