Publikasi

Aliansi Perempuan Indonesia (API) dalam Peringatan September Hitam: PROTES ADALAH HAK

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Rabu, 10 September 2025

Protes merupakan hak perempuan dan hak semua warga negara. Namun hingga saat ini para pemrotes kebijakan pemerintah yang turun ke jalan, masih berada dalam jeruji besi tahanan polisi. Selama aksi dari 25 Agustus-1 September 2025, 10 orang telah meninggal, 3.337 orang ditangkap polisi, 1.042 orang luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, 20 dari 23 orang masih hilang, 60 kasus kekerasan menimpa jurnalis. Alih-alih merespon tuntutan rakyat, Presiden Prabowo Subianto justru memberikan kenaikan pangkat jabatan bagi para anggota kepolisian yang terlibat dalam kekerasan saat unjuk rasa dan melabeli aksi-aksi sebagai tindakan “makar dan terorisme” tanpa sedikit pun permintaan maaf kepada keluarga korban yang tewas dibunuh aparat. Tak cukup hanya itu, sweeping juga dilakukan para aparat di kampus untuk menangkap para mahasiswa.

Pada 8 September 2025 Prabowo menyatakan bahwa penarikan TNI dari aksi-aksi demonstrasi masyarakat sipil merupakan tuntutan yang debatable, menunjukkan sikap pemimpin negara yang tidak hanya menyalahi prinsip akuntabilitas dan profesionalitas TNI, namun juga tidak peduli pada berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Kehadiran militer di ranah sipil mempertegas wajah militerisme negara. Padahal protes, aksi dan penyampaian pendapat di muka umum merupakan bagian dari hak asasi setiap orang sehingga tidak boleh dihadapi dengan intimidasi, penangkapan, dan penggunaan cara-cara kekerasan lainnya. Dalam pernyataan ini Presiden menolak menarik militer dari pengamanan selama aksi protes. Presiden bahkan seakan menyamakan aksi protes dengan “membuat kerusuhan” dan “ancaman terhadap rakyat”.

Kondisi lainnya yang terjadi selama sepekan ini, kekerasan dan ancaman hukuman juga menyasar jurnalis, pendamping hukum, aktivis dan influencer yang kritis memperjuangkan perubahan. Serangan digital dilakukan dengan penyebutan antek asing pada organisasi dan media alternatif serta sejumlah akun organisasi yang dibatasi, serta intimidasi di beberapa kampus.

API melihat serangan-serangan ini adalah upaya membungkam suara protes, serta membunuh demokrasi yang salah satu prinsipnya adalah kebebasan rakyat menyuarakan pendapat. Semua tindakan represif ini menegaskan bahwa negara lebih memilih jalan kekerasan daripada membuka ruang dialog yang demokratis. Aksi protes adalah ekspresi suara rakyat. Aksi protes bukan tindakan makar atau ancaman bagi rakyat. Protes bukanlah kejahatan, melainkan HAK DEMOKRATIS yang melekat pada tiap warga negara. Melarang, membatasi, atau menstigma protes adalah cara paling licik untuk memberangus demokrasi.

Aksi protes saat ini adalah luapan kemarahan dan kemuakan rakyat atas kebijakan sembrono dan arogansi pejabat negara. Harga kebutuhan pokok naik, pajak semakin mencekik, angka pengangguran terus meningkat, terjadinya PHK massal, perampasan tanah adat, serta anak-anak menjadi korban keracunan MBG. Rakyat menanggung sengsara, sementara anggota DPR dan para pejabat lainnya tidak berempati dan hidup dalam kemewahan dengan tunjangan, fasilitas dan gaji yang melambung tinggi. Pelaku korupsi diberikan bintang penghargaan, dan jabatan rangkap kementerian dengan komisaris BUMN dibiarkan.

Aliansi Perempuan Indonesia (API) menolak segala bentuk militerisme dan kekerasan dalam menghadapi aksi protes rakyat. Kembalikan demokrasi dengan memberi kebebasan sepenuhnya pada rakyat untuk bersuara. Untuk itu, API menuntut:

Presiden Prabowo menghentikan segala bentuk kekerasan oleh negara, termasuk menarik mundur TNI dan Polri dalam penanganan aksi protes serta menghentikan segala bentuk keterlibatan TNI dalam urusan sipil.

Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Panglima TNI Agus Subiyanto untuk segera menarik tentara yang dilibatkan bersama kepolisian dalam penanganan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kapolri Listyo Sigit untuk segera mundur dari jabatannya, serta menuntut kepolisian untuk membebaskan tanpa syarat seluruh masyarakat yang ditangkap selama aksi protes.

Presiden Prabowo menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap rakyat, aktivis, jurnalis dan media, serta pendamping hukum.

Jaminan sepenuhnya hak konstitusional warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat di muka umum tanpa intimidasi maupun kekerasan, termasuk mencabut larangan siaran langsung, mengakhiri pemblokiran komunikasi, dan menjamin independensi media.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk TNI dan Kepolisian untuk dialihkan kepada pelayanan publik.

Presiden Prabowo melakukan reformasi Birokrasi dan Kepolisian secara menyeluruh, rakyat Indonesia berhak hidup dengan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan beretika.

Pimpinan DPR RI untuk menghentikan dan mencabut seluruh fasilitas mewah dan tunjangan anggota dan pimpinan DPR RI. Membangun ruang dialog dan partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Aliansi Perempuan Indonesia (API) juga memperingati bulan September sebagai September Hitam. September Hitam adalah peringatan atas banyaknya kejadian gelap yang menimpa rakyat di bulan September (lihat lampiran). API mendesak penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada bulan September dalam sejarah Indonesia.

Bersama Aliansi Perempuan Indonesia :

Perhimpunan Jiwa Sehat | Perempuan Mahardhika | Konde.co | Marsinah.id | Koalisi Perempuan Indonesia | Jala PRT | YLBHI | LBH Jakarta | Emancipate Indonesia | Arus Pelangi | YAPPIKA I FAMM Indonesia | Kelas Muda | RAHIMA| JASS | Asosiasi LBH Apik Indonesia | LBH APIK Semarang | LBH APIK Jakarta | SINDIKASI | Women’s March Jakarta 2025 |The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) |FSBPI | Serikat Pekerja Kampus | HWDI | Kalyanamitra | Komunal Bawah Tanah | Warga Kampung Susun Bayam | Jaringan Buruh Migran | FPPI | Solidaritas Pemoeda Rawamangun | Komunal Bawah Tanah | Forum Pengada Layanan | ICJR | Ikatan Pemuda Tionghoa Banten | INFID |LBH Masyarakat | OPSI | Pamflet Generasi | WMW Indonesia | KIARA – PPNI | Solidaritas Perempuan | Kolektif Semai | Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta | INSTITUT KAPAL Perempuan | Perkumpulan Samsara | West Papua Feminist Forum | Migrant CARE | Yayasan IPAS Indonesia | Perempuan Mahardhika Palu | Yayasan Kesehatan Perempuan | Aneta Papua | Perempuan Mahardhika Mnukwar | Federasi Serikat Buruh Bersatu (FSBB) KASBI | Aliansi Mahasiswa Papua | Federasi Serikat PEKKA | CATWAP Indonesia | Jaringan Buruh Migran | Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI) | Rumah Pengetahuan Amartya | WCC Puantara | Feminis Themis | Proklamasi Anak Indonesia |Institut Sarinah | Cakra Wikara Indonesia | Jaringan Buruh Migran | Warga Humanis | Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat | PHD PEREMPUAN AMAN LouBawe | Aliansi Perempuan Bangkit | Transparansi Internasional Indonesia | Artsforwomen Indonesia | Betina issue (Sulawesi Utara) | CATWAP Indonesia | Gema Alam NTB | Girl, No Abuse – Makassar | Jaringan Akademisi GERAK Perempuan | Kaoem Telapak | Kartini Manakarra | Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan (KPuK) | Komunitas Empu Fesyen Berkelanjutan | Komunitas Feminis Gaia, Yogyakarta | Konsorsium PERMAMPU – Sumatera | LBH Kalbar | Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM NTB) | Muslimah Reformis, Tangsel | Peace Women Across the Globe Network | Perempuan Melawan (Aliansi Tolak Reklamasi Manado Utara) | Perempuan Solipetra (Petani Penggarap Kalasey Dua) Sulawesi Utara | Perkumpulan DAMAR Perempuan Lampung | Perkumpulan Gemawan | Perkumpulan Kecapi Batara Indonesia | Perkumpulan Sawit Watch | Rifka Annisa WCC Yogyakarta | Save All Women and Girls (SAWG) | Second Chance | Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT) | Serikat Buruh Migran Indonesia | Suara Ibu Indonesia | Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia | Yayasan Gemilang Sehat Indonesia | Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia | Yayasan Penabulu |Yayasan Srikandi Sejati (YSS) | Y2F Media | Sekolah Gender

Sumber : mahardhika.org