Beberapa hal penting terkadang luput dari perhatian kita, padahal hal tersebut sering terjadi misalnya keluarga yang kehilangan anak difabelnya alias mereka pergi dari rumah tanpa izin. Proses kepergian tersebut bukan sengaja tetapi kondisi karena kedisabilitasannya. Padahal ketika pergi ini menjadi suatu persolan. Lalu bagaimana upaya agar anak-anak tersebut terjamin keamanannya? Eka Prastama, komisioner KND dalam sebuah zoom meeting menyatakan bahwa WHO memasukkan alat bantu sebanyak 50 jenis dan alat bantu tersebut untuk difabel. Yang jadi persoalan adalah bagaimana kita dapat mengakses alat bantu tersebut yang menjadi solusi bagi anak disabilitas yang sering keluar rumah.
Lebih dari itu kiranya penting untuk mendorong orang tua, keluarga dan guru di sekolah bagaimana memberikan pemahaman yang spesifik kepada anak-anak ini. Orangtua sangat mencintai anaknya sehingga kehilangan jejak adalah suatu hal besar. Ada hal besar apa yang sebenarnya bisa dilakukan yakni mekanisme pengaduan, dan yang memungkinkan dan respon paling cepat adalah dengan ketersediaan teknologi. Selain orangtua, adanya teknologi diharapkan menjadi yang tahu penanganan atau memberikan intervensi pada anak yang hilang dan bagaimana melindungi anak-anak itu dari hal yang tidak diharapkan.
Dalam zoom, ada pernyataan dari perwakilan PPA Polresta Bogor, bahwa dalam proses penanganan anak disabilitas yang hilang, dari kepolisian kalau menemukan kasus mengimbau agar orangtua cepat melaporkan ke polsek atau polres dengan membawa kelengkapan akte atau surat kenal lahir. Terkait dengan lingkungan setempat, maka mencari saksi siapa yang melihat terakhir dan berapa nomor yang bisa dihubungi, serta di mana korban terakhir terlihat.
Namun dari perwakilan orangtua dengan anak disabilitas menyatakan bahwa selama ini pihak kepolisian masih terkesan slow respon sebab pengaduan dilayani dengan syarat bahwa kehilangan harus lebih dari 1x24 jam. Hal itu menurut mereka terlalu lama, sebab bisa jadi setelah 15 menit atau 20 menit setelah hilang, si anak jadi rentan mendapat kekerasan. Dirinya berharap pengaduan bisa diproses meski belum mencapai 1x24 jam.
Realitanya, beberapa anak disabilitas yang hilang berhasil ditemukan dengan menggunakan berbagai sistem antara lain diumumkan lewat media sosial, siaran radio, baru ke kepolisian. Ia berharap, untuk penanganan anak difabel yang hilang, ada pengecualian dari kepolisian yakni bisa diproses sebelum 24 jam di setiap kantor kepolisian. Dan sudah ada data anak disabilitas di setiap kantor kepolisian. (Ast)