Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Hari ini (Selasa, 12/4) merupakan hari bersejarah bagi gerakan perempuan Indonesia. DPR RI dalam Rapat Paripurna telah mengesahkan RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) menjadi Undang-Undang dalam rapat Paripurna DPR RI Ke-19 masa siding IV tahun siding 2021-2022. Lahirnya kebijakan itu merupakan bentuk keberpihakan negara pada banyaknya korban kasus kekerasan seksual. Kehadiran Undang-undang ini tidak terlepas dari perjuangan berbagai pihak mulai dari pendamping korban, akademisi, organisasi masyarakat sipil, DPR RI, Pemerintah terutama para korban kekerasan seksual.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Panja RUU TPKS) telah menjadwalkan Rapat Kerja pengambilan keputusan dalam Pembicaraan Tingkat I pembentukan RUU TPKS, yang akan dilaksanakan pada Rabu, 6 April 2022. Penjadwalan itu dilakukan setelah Panja RUU TPKS rampung menyelesaikan pembahasan bersama Pemerintah, dan juga sudah merumuskan serta menyinkronkan draft RUU TPKS hasil pembahasan bersama. Namun begitu, berdasarkan draft terbaru tersebut, masih ada ketentuan yang problematik, khususnya terkait dengan penilaian atas kekuatan pembuktian dari keterangan saksi/korban penyandang disabilitas, yang tercantum dalam pasal 25 ayat (4), (5), dan (6).


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Eva K. Sundari, salah seorang pendiri Asean Parliamentarians for Human Rights (APHR)  melakukan lagi ijtihad untuk mencari penyelesaian dari berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kebebasan beragama. Informasi dari tim advokasi “fraksi balkon” untuk RUU TPKS setelah dibahas panja, mereka turun dan ketemu Wamenkumham dan darinya diperoleh informasi bahwa target RKUHP akan dibahas pada bulan Juni. Oleh sebab itu Eva K. Sundari  berharap APHR  bisa bekerja sama dengan  Komnas HAM dan UGM. Zoom kali ini menurutnya relevan dengan waktu setelah lama tidak bergerak dan tidak tahu proses di panja.  Ia  berharap APHR terus kerja sama dengan Komnas HAM dan UGM (ICRS). “Di masa pandemi ada kesenjangan yang makin melebar. Orang kaya bertambah, kemisikinan absolut juga bertambah.  Tidak dinafikan bahwa demokrasi terkait kesejahteraan,”terang Eva K. Sundari dalam zoom yang dihelat oleh APHR, ICRS, dan Komnas HAM, Kamis (7/4).