Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Penduduk Usia Kerja (PUK) Disabilitas ada 17 juta itu artinya 70% penyandang disabilitas merupakan usia kerja. Dari 17 juta itu yang lulusan SD hampir 13 juta.  Sekitar 69% hampir 70% penyandang disabilitas bekerja di sektor informal.  Mayoritas pekerja difabel yang bekerja di sektor formal hanya mengantongi ijazah SD dan SMP. Lulusan perguruan tinggi sangat sedikit. Kebanyakan disabilitas bekerja di sektor informal. Di sektor informal ini perlindungan masih minim.  

Kemudian terkait Unit Layanan Disabilitas (ULD) ketenagakerjaan yang lebih banyak menjamin tenaga kerja formal, artinya hanya menjamin 29% dari tenaga kerja disabilitas. Tetapi ini tetap penting, karena jangan sampai yang 29%  persen ini tidak terlindungi.  Situasi ini kemudian yang sangat mendorong mengapa Jaringan Visi Solo Inklusi untuk mendiskusikannya sebagai bahan pertimbangan ketika perwali (peraturan wali kota) tentang Unit Layanan Disabilitas (ULD) terbit.  Diskusi digelar pada Selasa (8/3) dalam zoom meeting dengan pemantik Sunarman, tenaga ahli madya KSP sekaligus direktur PPRBM Solo dan Edy Supriyanto, Direktur Sehati Sukoharjo.

Pengalaman disampaikan oleh Pamikatsih, pegiat isu disabilitas bahwa ternyata lebih banyak difabel yang tidak siap bekerja secara formal. Pihaknya pernah melakukan penelitian bahwa disabilitas yang bekerja di sebuah perusahaan hanya bertahan 1-3 bulan saja, misalnya perusahaan Delta.  Pekerja disabilitas tidak tahan duduk lama, dan saat menggunakan komputer belum ada fasilitas yang adaptif. Mereka tidak tahan bekerja dari jam 8-3 sore. Bahkan ada yang tidak sampai 3 bulan, hanya setengah bulan sudah keluar dari pekerjaan.

Pamikatsih menambahkan bahwa di Surakarta ketika bicara ketenagakerjaan pernah punya masalah besar. Jika aturan Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas diterapkan bahwa perusahaan jika memiliki tenaga kerja 100 wajib memperkerjakan 1 orang penyandang disabilitas, tidak terlaksana dengan baik sebab ketiadaan sanksi dan penegasan. Lalu bagaimana dengan perusahaan yang memiliki karyawan di bawah 100 orang? padahal perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang karyawan biasanya lokasinya di pinggiran kota atau masuk kabupaten lain.

Saat ini kota Surakarta telah memiliki Perda nomor 9 Tahun 2020 tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Penyandang Disabilitas. Dalam diskusi-diskusi sebelumnya, Jaringan Visi Solo Inklusi juga membahas draft-draft yang lainnya dengan rencana ke depan, draft tersebut akan disodorkan kepada pihak pemangku kebijakan. Jaringan Visi Solo Inklusi adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Yayasan YAPHI, PPRBM Solo, PH TAD, dan komunitas-komunitas disabilitas di kota Surakarta.

Mengutip paparan Sunarman, keanggotaan ULD ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota. Keanggotaan terdiri dari koodinator, sekretaris, dan anggota. Dapat melibatkan masyarakat sebagai tenaga pendamping, Tenaga pendamping dilakukan dengan proses rekrutmen dan seleksi secara transparan dan akuntabel. Tugas koordinator ULD ketenagakerjaan:1. Melakukan koordinasi dalam pengawasan dan pengendalian serta memberi pengarahan kepada anggota untuk pelaksanaan ULD ketenagakerjaan. 2.Memberikan bimbingan dan saran kepada anggota dalam pelaksanaan ULD ketenagakerjaan, 3. Memberikan laporan rutin setiap 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun secara dalam jaringan dan/atau luar jaringan kepada gubernur atau bupati/walikota; dan, 4.Tugas lain yang diberikan oleh gubernur atau bupati/walikota.

Sedangkan tugas sekretaris ULD ketenagakerjaan: 1.Membantu koordinator melakukan koordinasi dalam pengawasan dan pengendalian serta memberi pengarahan kepada anggota untuk pelaksanaan ULD ketenagakerjaan; 2.Membantu koordinator memberikan bimbingan dan saran kepada anggota dalam pelaksanaan ULD ketenagakerjaan, 3.Menyusun laporan rutin setiap satu kali dalam satu tahun secara dalam jaringan dan/atau luar jaringan kepada gubernur atau bupati/walikota; dan 4.Tugas lain yang diberikan koordinator.

Tugas anggota ULD ketenagakerjaan: 1. Merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan program kegiatan ULD ketenagakerjaan, 2.Memberikan fasilitasi dan informasi dalam rangka proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan kerja, penempatan kerja kepada pemberi kerja dan tenaga kerja penyandang disabilitas, 3.Melakukan diseminasi atau sosialisasi bagi pemberi kerja dalam melaksanakan proses rekrutmen tenaga kerja penyandang disabilitas, 4.Mencari lowongan dan mempromosikan tenaga kerja penyandang disabilitas pada pemberi kerja susuai minat, bakat, dan keterampilan yang dibutuhkan (job canvasing), 5.Melakukan penyuluhan dan bimbingan jabatan (job counselling) dan analisis jabatan kepada tenaga kerja penyandang disabilitas dll.

Tenaga pendamping ULD ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut tenaga pendamping adalah sumber daya manusia yang memiliki kompentensi, integritas, komitmen, kredibilitas, kepedulian dan kepekaan dalam memberikan informasi, konsultasi dan pelayanan mendampingi pencari kerja dan pemberi kerja dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bidang ketenagakerjaan.

Sumber daya manusia di ULD ketenagakerjaan merupakan pegawai ASN yang berada pada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan sarana dan prasarana ULD ketenagakerjaan, meliputi: Ruang pelayanan ULD ketenagakerjaan : Memenuhi standar dan mudah diakses untuk melaksanakan layanan ULD ketenagakerjaan sesuai dengan ragam disabilitasnya, ramah terhadap penyandang disabilitas, menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat, fasilitas pelayanan ULD ketenagakerjaan. mudah dan aman diakses bagi penyandang disabilitas, meliputi aspek sarana dan prasarana fisik, seperti ram atau tangga landai, toilet khusus, lift untuk kantor di lantai atas, meliputi aspek sarana dan prasarana nonfisik, seperti informasi, komunikasi, dan teknologi yang digunakan dapat dipahami penyandang disabilitas dengan baik, sarana dan prasarana fisik/nonfisik lain yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi fasilitas pelayanan tersebut.

Fasilitas pendukung ULD ketenagakerjaan lainnya adalah menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan, memberi kemudahan dan kenyamanan bagi penyandang disabilitas.

Menurut Edy Supriyanto, PP nomor 60 tahun 2020  dan Permenaker nomor 21 tahun 2021 merupakan Juknis yang masih bersift birokratif, tantangannnya adalah bagaimana pelibatan disabilitas ada di sana, dengan memperkuat tenaga pendamping yang legalisasinya oleh koordinator ULD (Kepala Kadisnaker). Meski persyaratan pendidikan yang dicantumkan bagi tenaga pendamping adalah lulusan D3, mestinya ada langkah afirmasi sehingga penyandang disabilitas bisa terkomodir. Edy menambahkan bahwa Permenaker 21 ini pun sebenarnya juga mengakomodir pekerja nonformal karena ada penyebutan “membangun jaringan unit usaha”.

Dalam diskusi yang menghadirkan para pegiat disabilitas tersebut juga mengakomodir beberapa pendapat seperti yang disampaikan oleh Ismail bahwa untuk persiapan membangun ULD, perlu juga dilihat kondisi mutasi pejabat yang akan menjadi koordinator ULD, apakah sudah ada transformasi pengetahuan tentang pengarusutamaan isu disabilitas.

Pamikatsih, juga menyarankan sebelum jaringan melakukan audensi dengan Dinas Tenaga Kerja, maka harus mempersiapkan dulu apa yang dibutuhkan dan usulan apa yang ingin disampaikan. Dari kegiatan diskusi secara daring ini kemudian didapatkan kesimpulan bahwa perlu adanya perbaikan regulasi terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam sektor pekerjaan  dan masih adanya kebutuhan pengembangan softskill bagi para penyandang disabilitas. Diskusi tidak selesai dalam satu sesi daring, namun telah direncanakan di bulan Maret ini juga akan dilakukan pembahasan lebih lanjut yang akan dilakukan secara luring. (Yosi Krisharyawan/Ast)



Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Data Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2021 mencatat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan data SIMPONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( Kemen PPPA) RI mencatat pada tahun 2021 ada 11.149 kasus kekerasan terhadap anak. Di sisi menunjukan bahwa banyaknya jumlah kasus yang terjadi pun seringkali berbanding terbalik dengan performa banyak pihak dalam memberikan penanganan terhadap perempuan, disabilitas dan anak yang menjadi korban kekerasan maupun berhadapan hukum.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Terminologi tentang disabilitas ada banyak ragam, misalnya disabilitas, penyandang disabilitas, penyandang ketunaan (tuna rungu, tuna netra, tuna wicara), orang dengan kebutuhan khusus,  difabel dan akhir-akhir ini muncul istilah orang dengan kebutuhan berlebih. Istilah itu muncul dalam rangka memberi penghargaan. Dari segi bahasa disabilitas (dis-ability) dianggap tidak mampu, juga ketika menyebut orang dengan kebutuhan khusus. Berbagai kementerian/lembaga menggunakan istilah sesuai kepentingan mereka masing-masing. Hak disabilitas sudah dideklarasikan oleh PBB tahun 2006 lewat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kelompok minoritas gender atau queer menghadapi masalah kekerasan dan selama masa pandemi COVID-19 mengalami penurunan pendapatan, peningkatan beban mengurus rumah akibat WFH hingga harus mendampingi anak dalam proses pembelajaran di rumah. Belum lagi, sejumlah sektor industri belum memberi kesempatan kerja setara dan inklusif bagi pekerja dengan ekspresi gender minoritas. Kelompok minoritas lainnya yang mengalami hal sama adalah penyandang disabilitas.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Kepal terdiri dari 14 organisasi yakni Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch (SW), Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk  Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesia for Global Justice (IGJ), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani), dan Federasi Serikat Pekerja Bersatu (FSPPB) (sumber : hukumonline).