MPPS Gelar Diskusi Daring Persoalkan RUU Sisdiknas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Doni Koesoema, Dosen Ilmu Komunikasi  di Universitas Multimedia Nusantara dan pernah menjadi staf khusus pengembangan sistem pendidikan Indonesia di beberapa periode kementerian hadir sebagai pemantik diskusi dalam webinar yang dihelat Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS), Jumat (25/3).  Doni hadir sebagai orang yang konsen dan mengkritisi RUU Sisdiknas tersebut dan bukan sebagai anggota penyusun RUU Sisdiknas.

Saat ini  Kemendikbudristek sudah menyelesaikan Naskah Akademik (NA) dan draft RUU Sisdiknas pada akhir Desember 2021. Pada Februari 2022 Kemendikbudristek melakukan Uji Publik Penyelarasan Antar Kementerian untuk menerima masukan tentang NA maupun draft RUU ini. Namun NA dan draft RUU yag diuji publik tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Hal ini jelas bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Sistem Peraturan Perundang-undangan. Posisi sekarang adalah draft undang-undang dianggap sudah final serta Kemendikbudristek akan mengajukan NA dan Draft RUU dalam Prolegnas Prioritas 2022 bulan April ini.

Permasalahannya adalah RUU Sisdiknas ini pendekatannya mirip dengan Undang-Undang Omnibus Law yang mengintegrasikan beberapa hal terkait guru, dosen, dan dikti sehingga kompleksitas persoalan tidak akan terselesaikan dengan baik. Lalu secara substansi, banyak hal fundamental hilang, tidak diatur, dan pasal-pasalnya ambigu.

Menurut Doni Koesoema, prinsip utama pendidikan adalah membentuk manusia Indonesia yang sekalipun terdiri dari berbagai macam suku,ras, budaya, dan agama tetap satu.  Sistem pendidikan nasional pun harus melingkupi beberapa aspek yakni : guru, penyelenggaraan pendidikan, pengalaman belajar, keunikan anak, serta peran serta masyarakat dalam pendidikan. Lalu tujuan pendidikan nasional ialah menciptakan pelajar yang pancasilais. Sedangkan tantangan pendidikan di masa depan di antaranya politisasi pendidikan, teknologi digital untuk pembelajaran, big data pendidikan, partisipasi masyarakat, tata kelola guru, kebhinnekaan bangsa, keunggulan komparatif bangsa, dan disparitas kualitas antar daerah.

Doni kemudian memaparkan  konsep pembelajaran visioner dengan mengkombinasikan pendidikan formal, nonformal, dan informal juga bersesuaian dengan teknologi yang sedang berkembang. Perspektif kemitraan antara pemerintah dengan swasta juga harus dibangun secara baik. Terkait penyiapan guru terbaik adalah pengembangan profesi guru secara utuh dan berkembang bersama serentak,  bukan sekadar memangkas atau mengapresiasi.

Yang Perlu Diantisipasi dalam Pendidikan

Selanjutnya Doni Koesoema menyampaikan apa-apa yang perlu diantisipasi dalam pendidikan di antaranya adalah : pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran 20% dari APBD, pemda bertanggung jawab dalam melaksanakan wajib belajar 12 tahun dan jangan sampai kebijakan malah mematikan sekolah swasta, pemda melakukan evaluasi terbatas berdasar kebijakan pemerintah pusat, pangkalan atau perlu menjadi rujukan pengambilan kebijakan dan perancangan kebijakan di daerah, komite sekolah dan dewan pendidikan tidak diatur dalam RUU Sisdiknas. Namun ada peranan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem pendidikan.

Dalam sesi diskusi, seorang peserta diskusi, Belly Lesmana, menyatakan bahwa ada kesepahaman  dengan Doni Koesoema terkait inklusivitas sistem pendidikan di mana setiap anak berhak sekolah dan mendapat fasilitas yang sama yakni  Universal Design for Learning.  Sedang Muladiyanto, peserta lain menyoroti banyak anak disabilitas yang belum bisa bersekolah di sekolah umum,  sehingga ini belum mencerminkan kurikulum merdeka.

Suroto atau biasa Kang Sure, dari lembaga YSKK mempertanyakan seberapa urgensi RUU Sisdiknas ini menjawab permasalahan pendidikan yang sudah lama terjadi? Sebab menurutnya RUU ini belum menjawab persoalan yang terjadi karena undang-undang Sisdiknas yang saat ini sudah ada jika tidak diubah pun juga tidak apa-apa karena sebenarnya yang harus dibenahi adalah pengalaman belajar terlebih dahulu. Apalagi Indonesia sedang ditimpa pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun. Banyak sekali yang harus diprioritaskan dalam pendidikan, yang tidak hanya tentang learning loss atau kemunduran dalam proses belajar tetapi juga kemunduran dalam etika dan attitude.

Salah satu masukan terkait RUU Sisdiknas datang dari anggota komisi IV DPRD Kota Surakarta , bahwa yang harus kita pikirkan adalah nasib guru honorer dari PAUD sampai SMA yang gajinya sangat minim. Terkait guru swasta harus diseimbangkan antara yayasan satu dengan yang lain dan harus ada aturan khusus. Yayasan penyelenggara pendidikan harus dimasukkan dalam UU Sisdiknas dan tidak hanya tunduk dalam Undang-Undang Yayasan.

Menutup acara diskusi yang dimoderatori oleh Adi C. Kristiyanto dari Yayasan YAPHI, Doni mengajak semua elemen yang ingin menunda lahirnya RUU Sisdiknas untuk melakukan kampanye lewat platform media sosial sebagai upaya agar isu ini terus  bergaung. (Hastowo Broto/Ast)