Diskusi JKLPK dan BPJS Watch : Dorong Pekerja Sosial Non Penerima Upah Mendapat PBI Jamsos Ketenagakerjaan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Ign. Stanley Andi Pradana dari BPJS Ketenagakerjaan dan Timboel Siregar dari BPJS Watch menjadi narasumber diskusi yang dihelat oleh Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) pada Selasa (12/4) bertema Implementasi BPJS Ketenagakerjaan Bagi Lembaga Non Profit.

Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch dalam paparannya menyatakan bahwa  terkait jaminan sosial adalah hak konstitusional  seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial juga membuka akses pembiayaan kesehatan lebih luas kepada seluruh rakyat Indonesia dan berbasis gotong-royong. Pekerja dijamin ketika mengalami kecelakaan kerja dan meninggal. Pekerja dijamin tingkat pendapatannya pada saat bekerja maupun pasca bekerja. Yang tak kalah penting, terpenuhinya jaminan sosial mendukung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Lima program Jamsos yakni Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Sinergitas program Jamsos naker di antaranya adalah ; 1. Pekerjaan yang mendapatkan JKP sebaiknya tidak mencairkan JHT, 2. Dana tunai JKP juga untuk mendukung pembayaran iuran JKK-JKm dan JHT, Pekerja ter-PHK tetap mendapat  manfaat JKN---Pasal 27 Perpres no. 83 tahun 2018, 4. Terintegrasinya seluruh pelatihan vokasional seperti program Kartu Prakerja, Pelatihan dalam JKP, Pelatihan yang dilaksanakan K/L lainnya, dsb.

Sedangkan dasar hukum PBI Jamsos Ketenagakerjaan khususnya JKK dan JKm adalah Pasal 14 dan Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5)  Undang-Undang no. 40 tahun 2004 tentang SJSN : a. Ayat (4) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu  dibayar oleh pemerintah, b. Ayat (5) Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

Manfaat PBI Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan : 1. Mendorong Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) dan Jaminan Hari Tua (JHT) terimplementasi -----Sampai saat ini pemerintah belum menerapkan PBI untuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan  (JKK, JKm, JHT). 2. Pekerja informal miskin (seperti nelayan, buruh tani, pemulung, pedagang asongan, dsb) terlindungi saat bekerja ketika mengalami kecelakaan kerja sampai meninggal dunia. 3. Mendapat perlindungan berupa kuratif sampai sembuh (unlimited cost). 4. Mendapat santunan ketika tidak mampu bekerja karena mengalami kecelakaan kerja (STMB) à100% untuk 12 bulan pertama, 75% untuk 12  bulan berikutnya. 5. Memiliki Tabungan di JHT. 6. Mendapatkan pelatihan àReturn to work. 7. Mendapatkan santunan bila meninggal dunia termasuk beasiswa bagi anaknya (beasiswa dari TK hingga perguruan tinggi). 8. Menurunkan defisit JKN.

 

Sesi Diskusi

Beberapa pertanyaan dari peserta sangat beragam di antaranya pertanyaan yang dilontarkan oleh Isti Lanjari dari YAKKUM, apakah peserta bisa mendaftarkan jamsos secara mandiri dan apakah buruh harian lepas bisa didaftarkan? Pertanyaan yang langsung dijawab oleh Ignatius Stanley Andi Pradana dari BPJS Ketenagakerjaan bahwa terkait batas usia, perbedaan JHT dan JP. JP  sifatnya seperti tabungan. Setelah 15 tahun mengiur diberi manfaat pensiun secara berkala per bulan dan jumlahnya ada perhitungan sendiri tapi kalau di bawah 15 tahun diberikan langsung sebesar dana pensiun plus dana pengembangan. JHT tidak  ada batas usia, yang ada batas usia itu JP. Terkait batas minimal pendaftaran untuk tenaga kerjanya adalah dua orang.

Sedangkan Jaminan Kecelakaan Kerja(JKK)  yang dihitung adalah rute biasa perjalanannya.  Misalnya terjadi di luar dari rute biasanya tidak bisa mendapat manfaat. Harus sesuai rute dari rumah sampai tempat kerja. Jaminan kecelakaan kerja juga bisa diberikan misalnya ditugaskan ke luar kota untuk rapat/konferensi bisa dikaver asal ada surat tugas dan absensinya. Ketika terjadi kecelakaan kerja, ketika memverifikasi itu ada memang pekerja ini hadir, dan ada surat tugasnya.

Terkait pindah pekerjaan, siapa yang mengurus? BPJS ketenaagakerjaan punya aplikasi JMO, tidak perlu repot untuk mencetak kartu karena ada kartu digitalnya, dan bisa untuk menggabungkan saldo, memudahkan pekerja dan individu pekerja yang terdaftar andai  terjadi sesuatu yang bisa diunduh.

Menjawab pertanyaan selanjutnya berapa lama mengurus proses JKK, Stanley menjawab ada dua sistem, klaim jaminan kerja yakni yang  sudah kerja sama dengan rumah sakit bisa dibayar rumah sakit, dan ada yang sistem reinburs. Kalau belum bekerja sama tetap dikaver, dibayar dulu oleh peserta, kemudian nota- nota diganti oleh BPJS  Ketenagakerjaan. Jika dokumen sudah lengkap, maksimal seminggu akan ditransfer untuk ganti biaya pengobatan.

Terkait pekerja lepas, bisa didaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki dua segmentasi yakni penerima upah masuk ke penerima upah, dan segmen mandiri bukan penerima upah : misalnya bagi marbot, pekerja yang melayani gereja dan pekerja sosial lainnya.

JHT itu bisa dicairkan jika kecelakaan hingga mengalami disabilitas, meninggal dunia dan pensiun. Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun  2015 tentang Penyelenggaraan JHT, BPJS Ketenagakerjaan tidak siap karena waktu itu banyak pekerja mencairkan JHT.  5 tahun sesudahnya lalu ada Permenaker nomor  19 tahun  2019 turunan dari Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Permenaker secara hukum, jauh di bawah undang-undang.”Kalau struktur hukum kita kan undang-undang, yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan atas,”ujar Timboel. Ia memberi contoh baik, mendaftarkan pekerja rumah tangganya. Tak hanya bagi PRT, tetapi JHT juga bisa untuk juga pekerja harian dan pekerja rumahan. Semua dijamin sehingga punya perlindungan.

Saat ini yang dilakukan oleh Timboel Siregar selaku Koordinator Advokasi BPJS Watch adalah mendorong agar para pekerja sosial non upah seperti marbot dan petugas kebersihan di gereja, mendapat jaminan  yang dibayar oleh pemerintah. Ada permendagri nomor 27 tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 sebagai payung hukum. Saat ini yang sudah merintis melakukan hal itu adalah pemprov Jawa Barat, yang mendafarkan para pekerja rentannya (termasuk pekerja sosial non upah) dan dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Barat. (Astuti)