Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Sebuah inisiatif dilakukan oleh Dante Rigmalia, Ketua Komisi Disabilitas Nasional (KND), seseorang dengan disleksia dan disabilitas Tuli ringan saat pemilu 2024 lalu. Untuk mengantisipasi bahwa pemilu akses bagi dirinya, ia harus pertama yang datang ke TPS. Ia sudah menentukan dulu pilihan sebelumnya karena mengakui bahwa koordinasi geraknya nanti pasti tidak bagus sebab ruang untuk memilih kecil sedangkan kertas besar (kertas suara Pileg).



Penilaian: 2 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi yang diajukan oleh dua orang aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait pencemaran nama baik, Kamis (21/3). Putusan ditandatangani oleh Suhartoyo, Ketua MK dan delapan anggota hakim konsistusi dan diunggah di situs resmi MK pada Kamis (21/3).

"Dalam pokok permohonan, satu, mengabulkan permohonan para pemohon (Haris dan Fatia) untuk sebagian,"bunyi putusan nomor 78/PUU-XXI/2023. Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Arsul Sani, Hakim Konstitusi, Mahkamah berpendapat unsur "berita atau pemberitahuan bohong" dan "kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan" yang termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dapa menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjad "pasal karet" yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Sebab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dmaksud "pasal karet" adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya. Terlebih, dalam perkembangan teknologi informasi seperti saat ini yang memudahkan masyarakat dalam mengakses jaringan teknologi informasi. Masyarakat dapa memperoleh informasi dengan mudah dan cepat yang acapkali tanpa diketahui apakah berita yang diperolehnya adalah berita bohong atau berita benar dan berita yang berlebihan. "Sehingga berita dimaksud tersebar dengan cepat kepada masyarakat luas yang hal demikian dapat berakibat dikenakannya sanksi pidana kepada pelaku dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tersebut," ucap Arsul dikutip dari laman MK. Menurut  Arsul , jika dicermati terdapat ketidakjelasan terkait ukuran atau parameter yang menjadi batas bahaya. Artinya, apakah keonaran tersebut juga dapat diartikan sebagai kerusuhan yang membahayakan negara.

Sebelumnya, Haris, Fatia, dkk menggugat pasal pencemaran nama baik dalam KUHP dan UU ITE ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam berkas permohonannya, Haris dkk meminta MK menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU KUHP, Pasal 310 ayat (1) KUHP; dan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE bertentangan dengan sejumlah pasal.

Haris dan Fatia pernah diadili di PN Jakarta Timur dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam perkara itu, Haris dan Fatia divonis bebas karena dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa dalam Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 14 ayat 2 jo Pasal 15 UU 1/1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut disertai dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Saat itu majelis hakim juga meminta harkat dan martabat kedua terdakwa dipulihkan seperti semula. Namun demikian, JPU justru mengajukan upaya hukum kasasi. (ast)


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Perempuan dan budaya adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Peran perempuan ada dalam budaya sebagai pelestari dan penjaga adat-istiadat serta norma-norma  di masyarakat. Perempuan adat, keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata. Perempuan adat memiliki andil sebagai agen perubahan sekaligus penjaga kelestarian alam yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat.


Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang

Myra Diarsi , seorang aktivis perempuan yang juga pernah menjadi komisioner Komnas Perempuan,hidup di Kota Surabaya sewaktu kecil dan melihat adanya ketimpangan, ketidakadilan, dari mulai hal yang privat seperti saat menstruasi yang tiba-tiba tidak boleh shalat atau melihat kehidupan para laki-laki yang sudah menikah tetapi ia boleh menikah lagi. lalu meninggalkan keluarga, Di usia yang ke-64 atau tumbuk ageng ia ingin membuat sesuatu lalu lahirlah anak-anak asuh di Kalyana Mitra menyusun acara perjumpaan lewat zoom meeting.