Qoriek Asmarawati Paparkan Praktik Baik Pendataan Disabilitas

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif, dibutuhkan tata kelola data yang baik atas potensi dan permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas. Namun, hingga saat ini kelompok penyandang disabilitas masih belum sepenuhnya diakomodir dalam rancangan dan implementasi pembangunan nasional. Demikian dikatakan oleh Qoriek Asmarawati, pegiat isu disabilitas dari Persatuan Penyandang Dsabilitas Klaten (PPDK) pada webinar pendataan difabel Indonesia yang diselenggarakan oleh Sigab Indonesia dengan program GOOD, Kamis (25/1). Ia mengatakan bahwa  masalah pendataan disabilitas d Indonesia meliputi : 1. Berbagai lembaga mendefiniskan disabilitas secara berbeda. 2. Efektivitas dalam mengumpulkan data, 3. Desain pertanyaan dala survey. 4. Perbedaan penyelenggara survey dan tujuan survey (kesehatan, pendidikan, sosial dan survey umum).

Qoriek menambahkan bahwa Undang-Undang Penyandang Disabilitas nomor 8 Tahun 2016  mengatur secara lebih terperinci hak-hak penyandang disabilitas di berbagai bidang, termasuk hak untuk menjadi bagian dari pembangunan yang inklusif. Dalam UU tersebut, aspek pembangunan inklusif yang terdiri atas aspek kesejahteraan, akses terhadap berbagai layanan publik, akses terhadap pekerjaan, keberdayaan diri, dan partisipasi pembangunan diakui sebagai hak-hak penyandang disabilitas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan inklusif hanya akan terwujud jika hak-hak tersebut terpenuhi.

Secara keseluruhan terdapat 22 hak yang dimiliki penyandang disabilitas yang meliputi hak:

 “ hidup; bebas dari stigma; privasi; keadilan dan perlindungan hukum; pendidikan; pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; kesehatan; politik; keagamaan; keolahragaan; kebudayaan dan pariwisata; kesejahteraan sosial; aksesibilitas; pelayanan publik; pelindungan dari bencana; habilitasi dan rehabilitasi; konsesi; pendataan; hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.” (UU No. 8 Tahun 2016 Pasal 5 Ayat 1).

Namun begitu saat ini masih dapat ditemui berbagai kendala mengapa program-prgram yang sudah ada sulit untuk dakses oleh penyandang disabilitas sebab : 1.tidak tepat sasaran, karena   karena kurang akurasinya data, 2. tidak terdistribusiinya data, karena data disablitas pada setiap stakeholder pembangunan, sehingga masing-masing bekerja dengan data yang dimiliki masing-masing. Demikian pula dengan rancangan program sebab pemenuhan hak warga disabilitas masih bersifat parsial, belum terintegrasi antara Stakeholder yang satu dengan yang lain. Padahal seyogyanya meletakkan proporsi yang benar tentang :  konsistensi antara perencanaan, strategi, program, dan penentuan sasaran dengan mengutamakan sinergitas peran antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk kepentingan warga disabilitas.

 

Problematika Data Selama ini

Desa selama ini menjadi tumpuan dalam pencarian data baik dinas serta kementerian dan lembaga. Setiap data yang dicari, indikatornya hampir semua sama. Sehingga desa selalu mengulang-ulang  visit dengan pertanyaan yang sama. Masyarakat yang didata sendiri kebingungan dan dikira akan mendapatkan bantuan. Selain itu belum banyak inisiatif yng dlakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan aplikasi yang terintegrasi antara desa dengan kabupaten. Sehingga berdampak data masing-masing wilayah/desa berbeda.

Lalu apa solusi dari itu? dibutuhkan upaya Pengembangan Sistem Informasi Data yang terintegrasi agar tidak terjadi perbedaan data dan diharapkan bisa menjadi single data. : Kebutuhan ringka kabupaten untuk ewujudkan tata kelola data disabilitas, begini tugas masing-masing OPD: Dispermades : Mengkoordinasikan  pengembangan,  penerapan  dan  pemanfaatan  sistem informasi data di  tingkat desa, Membina pengelola aplikasi sistem informasi data di tingkat desa, Menyusun standar operasional prosedur dan tata cara penerapan sistem informasi data.

Lantas bagaimana dengan apiikasinya?  Aplikasi penyandang disabilitas merupakan fitur yang akan dikembangkan desa.

Maka desa akan bekerja sama dengan  Diskomindo yang melakukan hal ini : .a.mengembangkan sistem informasi data, b. mengembangkan jaringan internet secara lebih merata;, c.  mengintegrasikan sistem informasi data di  tingkat kabupaten; dan , d. mengelola  sistem  informasi  teknologi  informasi  untuk  mendukung  dan  memfasilitasi sistem informasi data di tingkat desa , e. mengelola  sistem  informasi  teknologi  informasi  untuk  mendukung  dan  memfasilitasi sistem informasi data di tingkat Kabupaten

Lalu dinsos melakukan Update data disabilitas dan kompilasi data disablitas, Bappeda melakukan : analisis kebijakan umum arah pembangunan yang mendukung disabilitas di setiap wilayah (rpjmd, rkpd apbd) serta Disdukcapil : penyiapan web servis data kependudukan, integrasi data disabilitas dengan SIAK

Sedangkan cara/metode pendataan : mengakomodr adaptasi instrumen WGO dan kategorisasi disabilitas sesuai kebutuhan organisasi perangkat daerah.  

Pengembangan single data oleh PPDK dan kerja sama beberapa organisasi perangkat daerah seperti disebutkan d atas yakni dengan mewujudkan dalam apikasi sistem informasi dan data disabilitas berbasis web.

 

Tahapan Advokasi yang Dilakukan dalam Membangun Sistem Data

 

Untuk mewujudkan pengembangan single data, Qoriek dan kawan-kawannya telah melakukan berbagai hal untuk mengadvokasi yakni : melakukan audiensi ke pemerintah kabupatena(Sekda, Asisten 1, Dinas) untuk mengkomunikasikan inisiasi sistem informasi data disabilitas sekaligus memperkenalkan instrumen Washington Group Questions (WGQ), Workshop urgensi data disabilitas dalam pembangunan inklusi, untuk membuka wacana para pihak stakeholder pembangunan. Sekaligus menjadi momen intruksi BUPATI agar semua pihak mendukung pendataan disabilitas, Studi Kecil di Organisasi Perangkat Daerah terkait Praktik Pendataan dan Pengelolaan Data untuk Perencanaan Program. Dilanjutkan dengan meminta masukan variabel apa yang harus masuk sesuai dengan indikator kinerja utama OPD.

Instrumen WGQ tidak berdiri sendiri, tetapi diikuti dengan banyak pertanyaan sebagai variabel pemetaan potensi dan persoalan disabilitas kemudian juga dlakukan serangkaian pertemuan multistakeholder untuk mewujudkan bangunan sistemnya. Dengan stakeholder kunci Bappeda, Diskominfo, Dinsos, Dispermasdes dan Disdukcapil. (ast)