Etika Pendampingan Korban : Bagaimana Cerita Kekerasan Disampaikan Kepada Pihak Ketiga

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Semua upaya mendampingi korban adalah menyuarakan suara-suara orang yang dibuat tidak bersuara. Namun ketika menceritakan kepada pihak ketiga harus menghormati hak korban dan etika.Pendamping korban bisa memberikan gambaran dengan konteksnya. Setiap orang beragam terkait aksesnya, dan tekanan yang dihadapi. Ketika pendamping menceritakan pengalaman orang lain itu perlu cukup jelas tentang kasusnya dan upaya yang dia lakukan serta upaya dari contoh kasus tersebut. Sedangkan sebagai korban, biasanya ia melihat dirinya yang salah dan buruk serta dianggap sebagai dia yang mengundang. Dia juga melakukan defending atas dirinya. Kekerasan itu dilihat sebagai personal dia dan masyarakat cenderung menyalahkan dia.

Jadi ketika pendamping menceritakan kepada orang lain mungkin bisa menggambarkan sekalipun secara ekonomi, pendidikan, sosial yang lebih bagus, maka korban akan melihat ini adalah orang yang sama mengalami sepertiku. Prinsip yang dipakai saat pendampingan seperti yang dilakukan di Savy Amira, di awal pendamping sampaikan bahwa kasusnya akan di-share di sesama pendamping tanpa menyebut nama, lokasi, dan tempat menjadi sesuatu yang dipublish dan tidak harus ditulis. Ketika cerita itu tidak ada berarti tidak ada kasus. Dan yang akan disampaikan kepada orang lain itu perjuangannya.

Penanganan kasus harus inklusif tidak boleh diskriminasi serta penuh keragaman. Orang bisa merasakan berempati sehingga orang bisa belajar dengan tanda-tanda apakah dirinya mengalami atau tidak. Pelaku kekerasan biasanya orang yang populer, banyak disukai, tokoh, kalau pendamping bisa  sharing pengalaman dari kawan korban maka akan membuat orang sadar.

Seperti misalnya dalam kasus ibu yang ingin mendapatkan hak asuh anaknya dalam kasus perebutan hak asuh antara orangtua, maka ada dua hal yang bisa menjadi alternatif yakni ibu yang secara sosial sedang menghidupkan hak hidupnya, jika ingin menyelamatkan maka selamatkan diri sendiri dulu. JIka dia dalam keadaan tertatih-tatih dalam mengupayakan yang sungguh berat itu ada efeknya. Dengan menceritakan tentang hal yang dialaminya mungkin menjadi kelegaan. Kedua, jika orang itu bisa menceritakan, maka ia bisa mengidentifikasi dirinya sendiri. Akan menguatkan ketimbang dilihat sebagai model. Demikian dikatakan oleh Dr. N.K. Triwijati, M.A, Psikolog dalam zoom yang digelar oleh Savy Amira dan Fatayat NU Jatim, Senin (16/5).

Triwijati menambahkan bahwa kasus tidak terbatas dari kekerasan yang dialami biasanya dari Aparat penegak Hukum (APH) dan profesional yang harusnya membantu tetapi tidak. Ada kasus kekerasan incest, ketika periksa ke profesional kesehatan tapi ia malah mengalami kekerasan. Juga ada dari profesi mental health ada kata-kata yang terucap yang tidak membantu malah korban direndahkan. “Itu hal yang penting terdokumentasi dan share. Bukan hanya kasusnya sendiri tapi juga proses dalam menjalani,” ungkap Triwijati. 

Fathul, salah seorang peserta zoom menyatakan bahwa pendamping bisa membuat lesson learn  kasus yang ditangani untuk di-publish untuk memberitahukan kepada publik bahwa ada pola-pola kasus seperti begini dan begitu, sebab biasanya kalau tidak punya data maka dianggap tidak tahu. “Secara keilmuan kita tidak punya dasar. Ada beberapa buku seperti case book yang tujuannya untuk dipelajari. Termasuk juga untuk risk assesment. Misalnya orang prejengan-nya seperti ini maka dia bisa lho berbuat seperti ini. Sangat subyektif memang kasus- kasus seperti ini,”jelas Fathul.

Ia menambahkan pelaku kekerasan seksual tidak selihai pelaku korupsi. Mereka sulit berkelit. Risiko itu tetap ada bahwa ini bisa dipelajari. Ia menggambarkan bahwa tren di kantor-kantor atau perusahaan saat ini berkembang anggapan bahwa Human Resources (HR) mulai melirik dan meng-asesmen orang yang dianggap aman. Orang yang suka lirak-lirik maka dia akan dipekerjakan di gudang misalnya. “Ini bisa melihat bahwa korban lebih aware dan publik jadi tahu kepada pelaku "oh ini gaya lu", “imbuh Fathul. (Ast)