Ketidaksetaraan Implementasi Kebijakan Sistem Layanan Keswa di Indonesia

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Prioritas penggunaan Dana Desa untuk layanan kesehataan jiwa seharusnya masuk daftar kewenangan desa. Jika belum punya terkait kebijakan tersebut, maka harus ada Perbup yang mengaturnya. Demikian kata Bito Wikantosa, Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan pada peringatan kesehatan jiwa sedunia yang dihelat oleh YAKKUM, Kamis (28/11).

Bito menambahkan bahwa desa juga harus diajari tentang peta jalan SDGs, sebab desa bukan wilayah otonom, tapi bagian dari pemkab/pemkot. Sampai di sini dibutuhkan peran Bappeda setempat. Maka jika ada yang urgen untuk membiayai difabel mental/psikososial maka aturan yang lain itu bisa dikesampingkan. Pemda yang harus diadvokasi dalam proses ini.

Narasumber lain, drg. Baning Rahayujati, M.Kes, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo menyatakan bahwa mereka di daerah mengakui banyak aturan tetapi implementasi di lapangan tidak mudah. Situasi kesehatan jiwa di Kulon Progo saat ini menurut Baning cukup mengejutkan. Berdasar catatan Riskesdas 2012, umur harapan hidup adalah 75,4 tahun, sangat jauh dari daerah lain. Tetapi yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah angka Orang Dengan Disabilitas Psikososial  (ODPP) di urutan kedua secara nasional, gangguan mental 12%, penyakit kanker menduduki nomor 1, diabetes nomor 3. ODPP di Kulon Progo menjadi masalah dan stigma. Tingkat kemiskinan juga tinggi di angka 18%.

Masalah keswa banyak berada di masyarakat dengan status miskin. Kemenkes juga sudah memasukkan penanganan  keswa ke Standar Pelayanan Minimal (SPM). Artinya ini menjadi prioritas. Di Kulon Progo  dalam penanganan kasus, untuk prevalensinya berurutan dari angka yang paling tinggi : gangguan jiwa, hipertensi, dan diabetes. Yang mendekati riskesdas hanya di kesehatan jiwa sedang lainnya  masih jauh dari target.

Berbagai kendala ditemui di Kulon Progo mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM) yakni psikiater yang bekerja di salah satu rumah sakit belum berstatus PNS. Di puskesmas belum  memiliki psikolog klinis. Untuk menempatkan psikolog di puskesmas jadi kendala karena  adanya aturan psikolog klinis sejajar dengan dokter spesialis yang harus berada di fasilitas layanan kesehatan di atasnya, (RS tipe D atau C). Aturan ini agak sulit diterapkan kecuali ada aturan khusus daerah seperti lex specialis, maka bupati membuat aturan perubahan. Kalau sejajar dengan dokter spesialis maka sistem rujukan.

 

Dinkes, YAKKUM Bersama Lintas Sektor Hendak Susun Rencana Aksi

Di Kulon Progo, karena ada dua rumah sakit yang belum memiliki bangsal jiwa, maka pasien harus dirawat di Yogyakarta atau Magelang. Sebenarnya di RS Nyi Ageng Serang sudah pernah disiapkan 10 tempat tidur, tetapi karena  terhadang pandemi maka batal. Pihak dinas kesehatan juga mengaku bahwa pelayanan mereka belum komprehensif.

Fokus penanganan terkait layanan kesehatan jiwa di Kulon Progo saat ini masih kuratif. Oleh karenanya dinas kesehatan bersama YAKKUM dan UGM serta lintas sektor sepakat harus menyusun apa yang disebut dengan rencana aksi agar arah kebijakan lebih terarah dan jelas. Rencana aksi dimulai dengan penyamaan persepsi, bahwa masalah keswa cukup besar dan harus diprioritaskan. “Data, fakta di Kulon Progo memiliki masalah keswa tinggi. Kedua, dalam kesadaran bersama kita memiliki keterbatasan, tetapi kita harus melakukan upaya bersama, penguatan jejaring dan kemitraan, ditambah pandemi panjang yang potensial meningkatkan masalah kesehatan jiwa. Maka rencana aksi ini kami susun 2022-2025, dari perbup dulu baru perda,”terang Baning.

Sebagai perwujudan komitmen perda, dengan mengintegrasikan upaya pelayanan keswa bersama dilaksanakan oleh lintas program dan sektor sehingga harapan ke depan akan terbentuk pedoman atau acuan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Termasuk bersama TPKJM yang ada di kelurahan atau desa membangun penguatan di keluarga dan masyarakat.  

Pusat Rehabilitasi YAKKUM sendiri saat ini sedang mendampingi 10.000 orang dengan gangguan jiwa yang tersebar di 21 desa/kelurahan di DIY. Dari data menunjukkan sebagian besar mengalami skizofreniaa, kedua depresi, bipolar dan lainnya. Problem yang  muncul biasanya mereka alami kekambuhan dan stigma yang kuat. Karena produktivitas rendah sehingga mereka tidak punya pekerjaan, dan relasi sosial yang tidak baik menjadikan fungsi sosial tidak baik.  

Dari hasil asesmen mendorong YAKKUM untuk memahami di tingkat keluarga dalam perawatan yang baik dan tepat.  Mereka mengembangkan minat dan bakat untuk melakukan pengorganiasian  dan membangun keldompok usaha, swabantu, dan membangun percaya sendiri serta amenjadi warga sosial yang mandiri, membangun dengan deteksi dini, pendampingan, sehingga bisa melakukan fungsi sosial. Demikian dikatakan Jaimun dari PR YAKKUM dalam talkshow. (Astuti)