Strategi Advokasi Percepatan Kesejahteraan bagi Warga Miskin di Kota Surakarta

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

Problem kemiskinan selalu berangkat dengan persoalan data. Sedangkan permasalahan data di Indonesia masih amburadul. Dari beberapa wilayah, angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial  setempat kekeliruannya adalah 30%. Sedangkan yang miskin dan tidak semua terdata, tantangannya ada di 28%. Oleh karenanya kita perlu mengurai akar masalah. Demikian dikatakan oleh Zakaria dari Pengurus Harian Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (PH TKPKD),  saat diskusi via zoom meeting yang dihelat oleh Yayasan YAPHI, Senin (25/1).

Persoalan kemiskinan itu adalah persoalan multidimensi. Bukan hanya masalah sosial ekonomi namun juga kerawanan dan kerentanan seseorang menjadi miskin. Pada intinya bagaimana cara kita mendekatkan akses dan aset kepada warga miskin. Kemiskinan bukan persoalan karitatif namun bisa kita lihat bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat karitatif dalam penanganan pandemi COVID-19 ini

Zakaria menyampaikan beberapa strategi mengurangi kerentanan warga miskin di antaranya  adalah mengurangi beban hidup warga miskin (khususnya pendidikan dan kesehatan), meningkatkan ekonomi keluarga miskin, meminimalisir munculnya warga miskin baru akibat persoalan lingkungan, membangun daya dukung lingkungan agar kelompok miskin mampu melakukan aktualisasi dirinya maupun keluarganya.

Sedang tantangannya adalah upaya penyelesaian pendataan adalah masih banyak data warga yang lebih miskin (dari kriteria/indikator) justru tidak masuk dalam data nasional, program tidak tepat sasaran  karena kurang akurasinya data (berbasis keluarga maupun spasial), tidak tepat program karena lemahnya informasi kebutuhan masyarakat miskin (berbasis keluarga maupun spasial), tidak terdistribusinya data kemiskinan pada setiap stake holder pembangunan kota, sehingga masing-masing bekerja dengan data yang dimiliki (belum single data), rancangan program penanggulangan kemiskinan masih bersifat parsial, belum terintegrasi antara stake holder yang satu dengan stake holder yang lain dan mekanisme koordinasi dan kualitas rapat koordinasi, sinergitas dan pengendalian dalam TKPKD belum terarah dengan baik.

Konsep penaggulangan kemiskinan adalah bagaimana program-program pemerintah sudah tepat sasaran atau tidak, memberi dampak atau tidak, sesuai kebutuhan atau tidak. Dari beberapa program tadi output program diharapkan mampu mengurangi kerentanan & kerawanan munculnya warga miskin baru, mengurangi beban hidup warga miskin, peningkatan per kapita keluarga miskin, gagasan pemberdayaan.

Terkait dengan kemiskinan, pemerintah Surakarta memiliki data e-SIK yang sudah memuat banyak hal sehingga dapat diperoleh data tentang kantong kemiskinan di wilayah Surakarta. Data dibuat per enam bulan. Data sudah terintegrasi dengan data kependudukan namun belum terintegrasi dengan data di Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan.

Dalam pendataan warga miskin terdapat tiga tahapan yakni tahapan uji publik & usulan baru (tingkat RW), tahapan musrenbang data di Kelurahan, dan tahapan verifikasi indikator sedangkan dasar hukum Dasar hukumnya adalah UU 13/2021 tentang penanganan Fakir Miskin, Perda Surakarta 11/2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Wali Kota No 11/2016 tentang Tata cara pembentukan dan Tata Kerja Tim Penanggulangan kemiskinan Kelurahan di Kota Surakarta dan Peraturan Wali Kota Surakarta 4/2016 tentang Tata Kelola Data Kemiskinan.

Menutup paparannya, Zakaria menyatakan kalau dianalisis dari carut marut bantuan mulai dari Kementerian Sosial sampai di masyarakat, ini justru menjadi bukti pentingnya data yang presisi, sehingga PH TKPD dituntut untuk menyediakan data realtime. Menurutnya yang paling berat adalah meyakinkan pimpinan politik untuk mau mengembangkan data lokal. Karena terkadang pimpinan politik takut jika angka kemiskinan tinggi terus. “Kita harus meyakinkan bahwa ini akan meningkatkan pelayanan pada kelompok miskin,” pungkas Zakaria. (Prima Cahya/Astuti)