Pentingnya Personal Asesmen Bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 39 tahun 2020, penilaian personal atau personal assesment adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak. Penilaian personal dilakukan kepada : 1. Seorang penyandang disabilitas yang melakukan tindak pidana, 2. juga kepada penyandang disabilitas sebagai saksi yakni orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan, tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.3.Seorang penyandang disabilitas yang mengalami tindak pidana kekerasan.

Demikian paparan dari Abdullah Tri Wahyudi, S.Ag, S.H, M.H dalam FGD seri kedua bertema asesmen personal bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan yang diselenggarakan oleh MHH Aisyiyah bekerja sama dengan Sigab Indonesia, pada Jumat (3/6).

Siapa yang harus mengajukan permintaan penilaian personal? Di semua tingkatan : peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha atau negara, peradilan militer. Lembaga lain yakni rutan, lembaga penempatan anak sementara, lapas, lembaga pembinaan khusus anak, bapas, organisasi advokat, dan lembaga, penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Ada juga organisasi advokat yang mendampingi korban penyandang disabilitas.

Beberapa tahapan permintaan penilaian personal : 1. Aparat penegak hukum menerima perkara penyandang disabilitas. 2. Mengajukan surat permohonan penilaian personal ke dokter/psikolog/psikiater. 3. Mengantar /pendampingan ke dokter/psikolog/psikiater untuk dilakukan penilaian personal, 4. Menunggu hasil penilaian personal dari dokter/psikolog/psikiater.5. Menerima/mengambil hasil penilaian personal, 6. Mempelajari dan memahami hasil penilaian personal, 7. Ketahui ragam, tingkat, hambatan, dan kebutuhan penyandang disabilitas, 8. Pemeriksaan/pendampingan terhadap penyandang disabilitas sesuai dengan hasil penilaian personal, 9.Pemenuhan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan.

Dari sebuah sumber, kewajiban melaksanakan penilaian personal sebaiknya tidak terpusat pada pengadilan negeri. Untuk memastikan tersedianya akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang sedang berhadapan dengan hukum pidana, penerapan penilaian persolan perlu dilangsungkan dari tingkat penyidikan di kepolisian dan penuntutan oleh kejaksaan.

Salah seorang peserta dari PN Surakarta menyatakan bahwa asesmen personal yang biasa dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta, pihaknya memberi pelayanan maksimal dari sarana dan prasarana. Asesmen personal kemudian ditindaklanjuti dan di PP termuat SK Dirjen tentang pedoman pelaksanaan. “Kami di front office menyediakan formulir yang jadi di kepaniteraan. Karena ada komunikasi, maka segera kami adakan dengan form penilaian personal, kemudian setelah mengetahui, dari meja tersebut menyampaikan ke panitera lalu dari panitera ke sekretaris. Sekretaris ini yang menjalin kerja sama dengan pihak luar misalnya dinkes atau psikolog/psikiater,”ujarnya.

Haryati Panca Putri dari Yayasan Yaphi dalam sesi tanya jawab mempertanyakan jika dari penjelasan narasumber sebelumnya bahwa ada asesmen personal, apakah setiap lembaga hukum akan melakukan personal asesmen semua? apakah asesmen personal hanya satu lembaga saja yang melakukan? Sebab bisa jadi korban akan semakin menjadi korban? Sebab akan mengalami pertanyaan berulang-ulang. Ia mengusulkan bagaimana seandainya ada satu platform yang bisa menjadi acuan bagi jejaring untuk mendorong implementasi pelaksanaan akomodasi yang layak penyandang disabilitas dalam akses pengadilan. Putri juga menekankan terkait aksesibilitas fisik dan non fisik, supaya diutamakan di kantor-kantor pemangku kebijakan yang hadir pada saat itu seperti di pengadilan baik pengadilan tinggi, pengadilan agama, kejaksaan, dan lembaga-lembaga pendamping korban.

Purwanti manajer advokasi dari Sigab menjawab pertanyaan bahwa di PP 39 tahun 2020 dituliskan bahwa yang meminta asesmen personal adalah APH. Di PP ini juga menyebutkan bahwa jika di kepolisian sudah dilakukan personal asesmen maka berikutnya sudah tidak lagi. Kalau di kepolisian tidak ada, baru dilakukan di kejaksaan, kalau kejaksaan tidak ada maka yang melakukan personal asesmen adalah pengadilan. Banyak teman disabilitas l intelektual dan mental tidak terasesmen dari awal. “Misalnya dia saat di kepolisian dia tidak terasesmen, tetap di pengadilan baru ada asesmen,” jelas Purwanti.

Terkait dengan platform jaringan, Siti Kasiyati dari MHH Aisyiyah menjelaskan bahwa sesi ketiga FGD nanti akan memb ahas terkait jejaring dalam rangka pemenuhan akomodasi yang lagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum. (Astuti)