Sorot

Catatan dari Zoom Penguatan Perempuan dan Sumber Daya Alam : “Maria Pendengar yang Baik, dan Seorang Motivator”

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Banyak sekali kesan baik datang dari berbagai penjuru terhadap Maria Rita Roewiastoeti, seorang perempuan pejuang hak atas tanah bagi masyarakat adat, para sahabat dan bahkan orang yang baru pertama kenalan. Kesan-kesan itu termaktub dalam sebuah buku yang sebagian bersumber dari Zoom pada 9 Januari 2021 dan penggalian kisah dari orang-orang yang berinteraksi dengan Maria yang diinisiasi oleh Yayasan YAPHI, hari di mana jenazah Maria diperabukan. Buku berjudul “Maria dalam Kacamata Sahabat” yang berbentuk soft-file dan masih dalam proses final editing tersebut rencananya akan dicetak terbatas dan dipersembahkan bagi keluarga Maria. Demikian salah satu dari statemen Haryati Panca Putri, Direktur Yayasan YAPHI yang memberikan sambutan dan pernyataan dalam  Zoom memperingati kiprah Maria R. Roewiastoeti dalam penguatan isu perempuan dan sumber daya alam yang dimoderatori oleh Myra Diarsi , Sabtu (20/2).

Dua tahun terakhir Maria bersama Yayasan YAPHI mendampingi masyarakat Urutsewu, Kebumen,   Paranggupito, Wonogiri, dan Sambirejo Sragen. Maria yang dinilai oleh sebagian teman bukan seorang pendiam, di setiap perjalanan selalu berbicara banyak hal tentang hukum, politik, gender dan tanaman. Ia sering berbagi tanaman kepada teman-teman. Soal teologi, Maria sangat kritis terhadap teks  di alkitab dan selalu ada filosofi yang muncul. Terkait konflik di Paranggupito, ia bisa merunut dari sejarah kuli kenceng. Sedangkan di Kebumen, ia berbicara tentang wedhi kengser. “Pertemuan kami dengan Maria sering memberi motivasi kepada masyarakat. Ia selalu mengatakan jika masyarakat memiliki pengetahuan yang hanya sampai di situ, maka kita yang akan mendorong mereka untuk mencari tahu, dengan menarik ke belakang, pasti akan ketemu status tanahnya,” jelas Haryati Panca Putri.

Teguh Purnomo dari Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (TAPUK) manyatakan rasa kehilangan dan berpendapat bahwa Maria memiliki kedekatan dengan masyarakat. Ia mengenal nama Maria saat masih di LBH Yogyakarta. Baru saat ini ketika ia berkecimpung di Kebumen lalu dipertemukan dengan Maria. Maria sangat banyak sisi positifnya termasuk bagaimana ia beragumentasi, apalagi ketika argumentasi itu digunakan dalam kasus-kasus tanah di Urutsewu, sehingga  lebih lengkap lagi referensi-referensi terkait tanah di Urutsewu. Maria pernah berpesan bahwa perjuangan yang mereka lakukan harus terus dilakukan karena suatu saat pasti akan berhikmah.

Hampir sama dengan yang dikatakan oleh Seniman dari  Urutsewu bahwa bagi petani Kebumen Selatan, kehadiran  Maria sudah memberikan mata, pikiran dan hati. Karena masyarakat segera melihat bahwa fakta kebenaran Urutsewu dilindungi Undang-Undang karena ternyata ada dasar kuat yakni : tatanan adat, “Turun-temurun Wenang Nganggo”, bahwa sertifikat di Urutsewu sesuai dengan UUPA karena dikonversi. Maria membuka pikiran dan membuka hati dan selalu berkata bahwa masyarakat harus berani menyampaikan kebenaran. Ia membuka kesadaran masyarakat Urutsewu  semakin baik. “PR saya, saya disuruh buat sapu pakai tali, pakai kabel, bukan rafia. Artinya perlu pengorganisasian masyarakat Urutsewu dengan pengetahuan yang sudah ada, tatanan adat, sampai masyarakat yang ada saat ini di Urutsewu,” ungkap Seniman

Kamala Chandrakirana, seorang perempuan aktivis HAM dalam Zoom ini menambahkan terkait rencana mendirikan sekolah gender, yang dari cara pandang Maria sekolah itu bisa dibawakan ke masyarakat terlebih kepada generasi muda. Menurut Kamala, teman-teman baik yang ditinggalkan Maria  bisa jadi jembatan untuk untuk perjuangan yang terus ke depan dengan pemikiran dan jejak langkahnya  bisa jadi rujukan terutama dalam bidang yang digelutinya. Maria dengan persoalan yang kompleks dan besar memahami cukup baik tentang perempuan, tanah dan kekerasan. Nyaris senada dengan para sahabat lainya, Asti seorang teman baik Maria dari Yogya  menyatakan  dalam satu kurun waktu  ia sebulan sekali bertemu di jl. Kaliurang. Tentang perjuangan dan kaderisasi, ia mendengar Maria di sebuah even lalu berkata, “Asti, titip Papua.”

“Sesat Pikir Politik Hukum Agraria” adalah salah satu buku karya Maria yang membawa warna baru. Seperti dituturkan Yando Zakaria, bagaimana penguasaan tanah di Jawa, di Urutsewu dengan pendekatan kajian hukum, Maria memasukkan dimensi adat dalam studi. Ia juga tidak mengglorifikasi adat. Maria mengkritik adat dari kritik feminisme. Dari penguasaan tanah yang patriarkal, Mbak Maria punya justifikasi hukum dalam agraria. Apa yang diyakini Maria belum menjadi apa yang kita lihat pada politik hukum kita, dan masih terabaikan. “Artinya apa yang dipikirkan belum menjadi mainstream dalam tatanan hukum kita. Masyarakat harus memahami tenahnya sendiri. Termasuk me-mainstreaming teknokrat dalam sistem hukum agraria,” pungkas Yando Zakaria. (Astuti)