Lintas Berita

Mengintip Kebijakan Sekolah Penggerak di Surakarta

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Masa pandemi melahirkan berbagai fenonema dan perubahan arah kebijakan, salah satunya terkait pendidikan. Salah satu kebijakan yang dilahirkan di masa pandemi adalah program Sekolah Penggerak, yang digulirkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan pemda (pemkot/pemkab). Pemerintah daerah menjadi kunci dari pelaksanaan program Sekolah Penggerak.  Selain yang diminta adalah komitmen pemda, juga adanya statemen kepala sekolah terkait kesediaan masuk Sekolah Penggerak. Demikian prolog yang disampaikan  oleh Etty Retnowati, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta pada diskusi Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS), Kamis (14/10).

Etty menambahkan ada alokasi anggaran untuk Sekolah Penggerak yang terdiri dari lima intervensi salah satunya pendamping konsultatif. Selain itu juga ada komunikasi wali penggerak,  koordinasi, dan  penguatan SDM. “Ini pembelajaran dengan tahap baru. Fokus kita di pendidikan adalah para siswa. Informasi dari menteri, program sekolah penggerak akan jadi kurikulum. Semua data dari sekolah penggerak ini, rapor pendidikan dan pembelajaran dengan paradigma baru, perencanaan berbasis data, serta digitalisasi sekolah,”imbuh Etty.

Kota Surakarta termasuk ikut dalam tahap pertama program Sekolah Penggerak. Target tahun  ini secara nasional ada 2500 sekolah, tahun  2022 sebanyak 7500, tahun 2023 adalah 10,000, tahun 2024 sebanyak 20.000 sekolah dan akhirnya semua sekolah di Indonesia adalah Sekolah Penggerak. Jika dihitung dalam persen keikutsertaan SD masih  75%, ini kenapa? Sebab kepala sekolah banyak sepuh, sehingga banyak yang tidak lolos. Pada tahap ini ada 166 guru penggerak yang lolos.

Menurut Etty, seleksi pertama adalah kepala sekolah. Mereka tidak ditunjuk tetapi mendaftarkan diri. Kunci dari program ini adalah kepala sekolah dan bagaimana kepala sekolah ini menggerakkan. Kepala sekolah harus bisa menggerakkan dan ia tidak bisa sendirian. Peran dari dinas pendidikan adalah memotivasi agar para kepala sekolah mendaftar.

Abdul Haris Alamsyah, Kabid SD dan SMP Dinas Pendidikan Kota Surakarta menjawab pertanyaan mengapa kepsek yang dimotivasi untuk mendaftar? Menurut asumsi Kemendikbud, kepala sekolah mempunyai kemampuan tinggi untuk menggerakkan. Di kota Surakarta sudah banyak pelatihan-pelatihan, termasuk semua program dari PAUD dan SD. Semua pembiayaan diarahkan ke sekolah penggerak,mulai dari kurikulum Sekolah Penggerak, disiapkan untuk kurikulum baru, paradigma kurikulum baru.

Pengalaman lain dikemukakan oleh Dunung Sukocowati, Kepala Sekolah PAUD di Sukoharjo yang beberapa waktu lalu pihaknya ditelepon oleh kementerian agar mendaftar Sekolah Penggerak. Ia mengakui di Sukoharjo belum ada sosialisasi tentang hal tersebut. “Kalau bicara tentang siap atau tidak siap, maka ya kita harus siap untuk mendaftar,” jelas Dunung. Ia menambahkan informasi tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kementerian ada kaitannya bagaimana sekolah memenuhi perlindungan anak, mengenalkan inklusivitas dan toleransi.

Prabang, salah seorang peserta diskusi dari komite SMP Negeri 1 Surakarta menyatakan jika  Sekolah Penggerak menekankan school preneurship, bagaimana sekolah  mencari problem solving, sebab tiap sekolah punya permasalahan yang unik. Program ini tulang punggungnya di guru, sehingga harus ada tolok ukur tantangan, Guru harus berinovasi yang bisa diukur, dan alat ukurnya nanti itulah yang menjadi prestasi. Tugas dinas sebaiknya mengumpulkan alat ukur itu lalu membuat instrument uji, dari hambatan, peluang, dan berinovasi. “Saya menggarisbawahi demikian ada parameter yang jelas dari school preneurship ini yakni tantangan dan problem solving,”terang Prabang. (Astuti)