Lintas Berita

Memberi Ruang Pada Anak, YAPHI Selenggarakan Acara “Dengerin Suara Anak Surakarta Saat Pandemi”

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Di masa pandemi yang menginjak dua tahun ini, anak-anak merupakan kelompok rentan terpapar COVID-19, apalagi dengan adanya varian Delta. Meski tidak ada data yang valid, namun di berbagai daerah terjadi peningkatan pasien anak-anak yang terkonfirmasi COVID-19. Beberapa hal menjadi penyebab, salah satunya karena tertular oleh orang dewasa baik keluarga atau tetangga dan teman bermain. Sudah 1,5 tahun mereka tidak dapat menikmati keceriaan karena untuk bersekolah pun mesti dilakukan secara virtual.

Informasi terkini kejadian COVID-19 pada anak-anak secara umum meningkat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) banyak menerima laporan kasus COVID-19 pada anak. Di level dunia ada 12 juta anak terkonfirmasi COVID-19 dengan angka kematian 0,3%-1,2%. Demikian dikatakan oleh Prof.dr. Bambang Supriyanto, juru bicara Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 pada pada sebuah forum diskusi.

Menurut data dari Save The Children selama pandemi anak-anak kehilangan kesempatan bermain di sekolah bersama teman-temannya. Sekitar 646.000 sekolah tutup dan ada 60 juta siswa yang belajar di rumah sehingga ada perubahan perilaku karena mereka dipaksa beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat.

Itulah yang kemudian menggugah Yayasan Angudi Piadeging Hukum Indonesia (YAPHI) untuk memberikan ruang bagi anak-anak untuk bersuara di masa pandemi dalam memperingati Hari Anak Nasional dengan mengadakan gathering via zoom meeting. Direktur YAPHI, Haryati Panca  Putri dalam kata sambutannya saat zoom meeting bertema “Dengerin Suara Anak Surakarta Saat Pandemi” pada Sabtu (14/8) menyatakan bahwa  YAPHI adalah lembaga pendamping bantuan hukum yang memperhatikan persoalan perempuan dan anak. Utamanya yang disebut dengan anak yakni anak sejak dalam kandungan hingga berumur 18 tahun, di mana anak-anak tersebut memiliki peraturan hukum yang melindungi mereka yakni UU No.35 Tahun 2014 yang merupakan Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak-anak wajib dilindungi oleh para orang dewasa dan anak-anak sendiri memiliki beberapa hak di antaranya  hak hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan, dan partisipasi.

Acara yang dipandu oleh dua fasilitator yakni Yosi Krisharyawan dan Dorkas Febria kemudian mempersilakan anak-anak untuk mendeskripsikan apa itu virus COVID-19. Juga penjelasan terkait protokol kesehatan untuk mencegah terpapar virus. Anak-anak juga diberi waktu untuk berbagi pengalaman saat pandemi. Ada yang bercerita degan jujur dan kocak, namun ada juga yag berkisah menjelaskan dan mendeskripsikan suasana ketika selama pandemi covid ini di antaranya yakni terjangkiti rasa bosan di rumah. Beberapa catatan dari mereka terkait efek PPKM adalah tidak bisa berinteraksi dengan teman seperti biasanya, tidak bebas pergi ke luar rumah seperti situasi normal serta memiliki banyak tugas yang diberikan oleh guru.

Tetapi anak-anak ini juga dapat beraktivitas positif selama di rumah di antaranya melakukan hobi yang mereka sukai seperti menyanyi, bermain musik, dan membaca buku. Anak-anak juga menyampaikan kondisi di rumah selama pandemi di mana anak-anak dan orangtua mudah terpancing emosi karena jenuh dan lebih banyak di rumah.

Selingan Ice breaking saat zoom meeting ternyata membangun spirit untuk bertahan sepanjang acara, terbukti dengan antusiasme mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan menebak gambar yang tidak hanya dipertontonkan di layar zoom, namun juga dideskripsikan dengan sangat jelas oleh dua fasilitator.  Permainan yang tentu menjadi inklusif, sebab acara tersebut juga diikuti oleh anak-anak penyandang disabilitas netra. (Hastowo Broto/Astuti)