Festival HAM 2020 : Pemenuhan Hak-Hak Lansia dan Mempertanyakan Pembubaran Komnas Lansia

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Berbagai persoalan dihadapi oleh lansia dalam pemenuhan hak-haknya antara lain tidak adanya data, tidak ada bansos lansia selama pandemi COVID-19 (karena biasanya yang mendapat bantuan adalah Kepala Keluarga (KK), sedang lansia menjadi anggota keluarga) serta perlunya wadah untuk menyuarakan pemenuhan hak-hak bagi lansia. Kebanyakan lansia di kegiatan lansia sering terlontar pertanyaan, siapa yang akan menolong mereka ? Maka jawabnya yang menolong adalah warga masyarakat. Demikian dikatakan oleh Rosiana, paralegal dari LBH APIK Medan dalam Festival HAM yang digelar oleh Komnas HAM dan dimoderatori oleh Luviana dari Konde.co , Kamis (17/12). Rosiana juga menyampaikan bahwa pihaknya memberi dukungan kepada 75 lansia dengan melakukan senam bersama, memberi asupan gizi, gula dan kacang hijau.  

Eva Sabdono dari YEL dan Alzheimer’s Indonesia lebih menyoroti terkait urgensi apa yang menyebabkan Komnas Lansia dibubarkan. Ia memberi argumen bahwa ada catatan Orang Dengan  Demensia (ODD) lebih dari satu juta orang, dan sudah banyak penelitian dan penerbitan tentang hal itu. Eva adalah salah satu inisiator terbentuknya Komnas Lansia. Ia hadir di Madrid tahun 1982, lalu ada Early Warning System pada tahun 1992, dan Indonesia menjawab dengan menjadikan 9 Mei 1996 sebagai Hari Lansia dan menerbitkan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Setelah 20 tahun dievaluasi di Madrid lalu melahirkan kebijakan bahwa lansia ada dalam pembangunan. Lingkungan yang  memberikan lansia untuk berpartisipasi. “Intinya, setiap negara punya aksi nasional untuk kesejahteraan lansia,” jelas Eva,

Eva menambahkan bahwa tugas Komnas Lansia adalah memonitor. Sering yang hadir di Komnas Lansia adalah mereka yang tidak paham dengan isu lansia. Mestinya NGO ada di sana dan ia selalu menekankan bahwa soal lansia jangan hanya digagas oleh satu kementerian/lembaga saja. Pihaknya sebagai masyarakat peduli lansia menyatakan bahwa wadah koordinasi perlu dilahirkan. Ia mengusulkan wadah harus terbentuk dan itu membutuhkan dukungan politik. Menurutnya anggotanya bisa dari individu yang memiliki kepedulian dengan lansia.

Usulan kepada Bappenas juga sudah dilayangkan mengapa banyak sekali kebijakan yang tidak tepat. Lagi-lagi masalah terkait tidak adanya data lansia. Bahkan sudah ada usulan bahwa di setiap kelurahan/desa supaya dibentuk komunitas lansia. Bentuk keprihatinan yang lain adalah selama ini tidak ada debat publik sebelum Komnas Lansia dibubarkan. Dalam pasal 25 Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, bisa diusulkan pembentukan wadah koordinasi.

Adhi Santika dari pegiat isu kelanjutusiaan membagi tiga kelompok lansia adalah lansia masa lalu, lansia tetangga kita, dan lansia anak saya. Pada Munas Lansia tahun 2009, muncul pembicaraan mengenai betapa penting merevisi Undang-Undang nomor 13 tahun 1998, oleh sebab berbagai sebab yakni : 1. di pasal 1 masih menempatkan (dekoloni) lansia yang potensial dan tidak potensial, pasal 11 dan 12 yang mendapatkan layanan adalah yang begini dan begitu, seharusnya tidak diskriminatif, undang-undang secara eksplisit mengadakan komnas, adanya ketentuan pemberdayaan, lalu apa yang harus kita buat? Dan urgensi undang-undang tidak sesuai konteks sekarang serta undang-undangnya Ageing Process-nya harus terakumulasi di undang-undang ini. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana cara mengimplementasikannya.

Adhi menambahkan bahwa data BPS Sipas 2015 indeks itu muncul dari indeks di data dan ada 4 domain di antaranya kesehatan, sumberdaya, dan sosial lalu muncul 34 indikator, tercatat D.I. Yogyakarta tertinggi kedua DKI Jakarta dan terendah di NTB.

Data ini menunjukkan bahwa Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tidak menjawab hal ini. “Terakhir saya bilang, kelihatan yang menjadi masalah konstitusional adalah lintas sektoral,” jelas Adhi. Terkait pertanyaan bagaimana dengan wadah? Ia memberi usulan bahwa sambil menunggu, maka bisa dilakukan dengan mengoptimalkan Komda yang ada di daerah dengan cara revitalisasi. Sedangkan kaitan antara Undang-Undang dan pembentukan Komnas Lansia harus terakomodasi di dalam RUU yang sedang dibahas.

Dalam webinar, Tubagus Ahmad Choesni dari Kemenko PMK menyatakan bahwa data-data lansia tidak ada di dinas sosial. Kalau di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ada 100 juta lansia dan ini sangat bergantung. Sedang amanat RPJMN 2015-2019 jelas tertulis, “Memastikan Kehidupan yang Sehat dan Mendukung Kesejahteraan bagi Semua, termasuk Lansia.” (Astuti)