Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Skrining Kesehatan Bagi Petugas Pemilu

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Belum lama ini pemerintah mengeluarkan surat edaran skrining (deteksi) kesehatan bagi petugas Pemilu 2024. Surat edaran tersebut merupakan kerja sama yang dikeluarkan sejumlah pihak yakni  Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), BPJS Kesehatan, Komisi Pemilihan Umum, dan Kementerian Dalam Negeri.

Moeldoko, Kepala KSP mengatakan, tujuan skrining kesehatan petugas pemilu untuk mencegah petugas jatuh sakit dan meninggal saat bekerja. 

"Tujuannya, untuk upaya preventif (pencegahan). Sehingga teman-teman kita nanti yang bekerja sebagai petugas di lapangan sudah mengerti benar, apa yang dirasakan kondisinya," ujar Moeldoko dalam keterangan yang disampaikan di Gedung Bina Graha, Senin (20/11/2023) seperti dikutip dari kanal  KBRN  

Menurut Moeldoko, jika para petugas merasa tidak sehat, mereka dapat diperiksa kesehatannya. Namun, skrining ini  tidak mengganggu upaya kerja para petugas. 

Selain itu, Moeldoko memastikan, negara hadir untuk kelancaran pesta demokrasi lima tahunan itu. Hal ini demi menghindari peristiwa lima tahun lalu, di mana banyak petugas yang sakit dan meninggal. 

Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat bagja mengapresiasi keluarnya SE skrining kesehatan petugas pemilu. Menurutnya, ini merupakan bentuk perlindungan HAM para petugas pemilu. 

"Bukan hanya untuk mengakui adanya hak kesehatan, tapi juga melindungi dan memenuhi hak kesehatan tersebut. Dengan bantuan serta  seluruh support dengan bantuan BPJS Kesehatan," kata Rahmat Bagja. 

Skrining kesehatan para petugas pemilu untuk tahun 2024 dilaksanakan karena belajar dari peristiwa Pemilu 2019 lalu. Pada Pemilu 2019 lalu, banyak petugas pemilu yang sakit dan meninggal karena bekerja ekstra berat. 

 

Rilis Komnas HAM terkait Antisipasi dan Mitigasi  Keberulangan Peristiwa Sakit dan Kematian Petugas Pemilu

 

Sementara itu, sebelumnya, pada 15 November 2023, Komnas HAM merilis suatu rekomendasi untuk mengantisipasi dan mitigasi mencegah keberulangan peristiwa sakit dan kematian petugas pemilu.

 

Rekomendasi terkait Antisipasi dan Mitigasi Potensi Keberulangan Peristiwa Sakit dan Kematian Massal Penyelenggara Pemilu pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

Komnas HAM RI telah dan terus berpartisipasi aktif sebagai pemantau bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan mandat Komnas HAM dalam meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Komitmen Komnas HAM RI tersebut, dalam konteks Pemilu, difokuskan pada upaya negara untuk melaksanakan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih, serta hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Salah satu temuan penting atas penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah peristiwa sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu, khususnya Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), serta Pengawas Pemilu dan Petugas Keamanan. Peristiwa ini mendapat perhatian nasional mengingat jumlah korban yang sangat besar, baik petugas yang meninggal dunia maupun mengalami jatuh sakit.

Meski terdapat banyak versi terkait berapa jumlah penyelenggara Pemilu yang sakit dan meninggal dunia, namun terdapat fakta bahwa ada hak hidup dan hak atas kesehatan sekian banyak warga negara yang terabaikan oleh negara. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian serius dan mendapat tindak lanjut konkret dari pemerintah, khususnya Penyelenggara Pemilu dan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa peristiwa serupa tidak terulang kembali pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Dalam konsep tentang HAM, negara adalah pemangku kewajiban (duty bearer) utama untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak asasi setiap warga negara. Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu, tanggung jawab tersebut terbagi kepada beberapa pemangku kepentingan utama sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam berbagai UU. Salah satu pemangku kepentingan terpenting dalam penyelenggaraan Pemilu adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP. Meskipun ketiganya bukan bagian dari pemerintah eksekutif, ketiganya merupakan bagian dari lembaga penyelenggara negara karena posisinya sebagai Lembaga Negara Tambahan yang bersifat independen yang mendapat mandat khusus di bidang penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, KPU, Bawaslu, DKPP, serta lembaga-lembaga negara terkait, terutama Kementerian Kesehatan, memangku kewajiban utama untuk mengupayakan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM setiap warga negara yang termasuk di dalamnya hak atas kesehatan dan hak hidup para petugas Pemilu.

Sehubungan dengan hal tersebut, Komnas HAM RI melalui Tim Pengamatan Situasi Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara telah mengadakan diskusi terbatas dengan melibatkan KPU, Bawaslu, Kementerian Kesehatan, serta beberapa lembaga lain yang memiliki

 

kajian terkait tema ini, yakni Ombudsman RI dan Lintas Fakultas UGM pada 12-13 Oktober 2023 lalu. Hasil pembahasan dalam diskusi tersebut kemudian kami jadikan dasar untuk menyusun rekomendasi kepada Pemerintah dan penyelenggara Pemilu agar mempersiapkan dengan lebih baik berbagai upaya antisipasi agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Berdasarkan penjelasan di atas, Komnas HAM RI menyampaikan beberapa hal penting. Pertama, terkait dengan faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja (kematian dan sakit) yang menimpa petugas Pemilu terdiri atas:

1.           Faktor Komorbid (penyakit penyerta)

a)           Terdapat 485 anggota KPPS yang meninggal dunia dan sebanyak 10.997 orang mengalami sakit. Petugas KPPS yang sakit paling banyak berada di Provinsi Jakarta dan Banten, sedangkan petugas yang meninggal dunia terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah;

b)           Petugas yang meninggal dunia mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan usia berkisar 46 – 67 tahun;

c)           Faktor komorbid meningkatkan resiko sakit dan kematian. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan stroke menjadi komorbid paling tinggi yang menyebabkan penyelenggara Pemilu sakit dan bahkan meninggal dunia ketika menjalankan tugas;

d)           Selain itu, terdapat berbagai persoalan psikologis, seperti kecemasan dan reaksi stres fisik, turut menjadi penyakit penyerta yang meningkatkan resiko sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu.

 

2.           Faktor Managemen Resiko

a)           Tidak optimalnya pelaksanaan fungsi dan kewenangan KPU RI dan Bawaslu RI terkait analisis beban kerja penyelenggara Pemilu dan lemahnya mekanisme pemeriksaan kondisi kesehatan para penyelenggara Pemilu Ad Hoc;

b)           Substansi UU Pemilu serta aturan kepemiluan lainnya, misalnya Pemilu dengan 5 (lima) surat suara, serta harus selesai proses penghitungan suara paling lama 12 jam setelah hari pemungutan suara namun tanpa jeda, menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyebab sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu pada tahun 2019;

c)           Kementerian Kesehatan RI tidak dilibatkan secara aktif sebagai mitra kerja, baik dalam penyelenggaraan Bimtek kepada penyelenggara Pemilu Ad Hoc, maupun pada saat penyelenggaraan Pemilu;

d)           Terbatasnya Bimtek terkait penyelenggaraan Pemilu dan belum adanya materi khusus tentang Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) kepada petugas KPPS dan Panwas;

e)           Terdapat kendala teknis yang tidak dapat diselesaikan secara teknis sehingga mengganggu proses pemungutan suara dan memperpanjang durasi kerja para penyelenggara Pemilu, misalnya TPS yang terlambat memulai proses pemilihan, daftar pemilih yang kurang faktual, hingga persoalan logistik Pemilu yang tidak memadai pada hari pemungutan suara.

 

3.           Faktor Beban Kerja yang Tidak Manusiawi

a)           Beban kerja petugas KPPS yang sangat tinggi dan disertai dengan durasi kerja yang sangat panjang, dapat mencapai 48 jam tanpa henti sejak persiapan pendirian TPS;

b)           Penyelenggara Pemilu Ad Hoc tidak memperoleh honorarium yang memadai serta minim perlindungan dan pemenuhan hak hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas kesejahteraan;

 

c)           Lingkungan kerja TPS yang seringkali kurang baik untuk kesehatan para penyelenggara Pemilu Ad Hoc, seperti lingkungan yang penuh asap rokok, ketersediaan makanan (seperti gorengan) dan minuman yang tidak sehat bagi tubuh, dan tidak tersedianya suplemen penambah daya tahan tubuh.

 

Meski tidak ditetapkan sebagai bentuk pelanggaran HAM, namun Komnas HAM RI mencatat peristiwa sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu pada tahun 2019 sebagai bentuk kelalaian negara dalam memberikan jaminan atas hak-hak dasar kepada penyelenggara Pemilu sebagai berikut:

1.           Hak Hidup

Hak untuk hidup merupakan hak setiap orang yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Non-derogable rights). Jaminan perlindungan terhadap hak hidup setiap orang telah diatur secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 28A dan 28I ayat (1) UUD 1945.

Menurut Komnas HAM, kasus kematian massal penyelenggara Pemilu pada tahun 2019, merupakan bentuk kelalaian negara dalam memberikan jaminan hak hidup bagi warga negaranya yang bertugas sebagai Penyelenggara Pemilu 2019. Hal tersebut berkaitan dengan temuan faktual bahwa faktor penyebab sakit dan meninggalnya penyelenggara Pemilu 2019 diantaranya adalah faktor komorbid (penyakit penyerta), faktor manajemen resiko, serta faktor beban kerja yang tidak manusiawi.

 

2.           Hak atas Kesehatan

Hak atas Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental demi pelaksanaan hak- hak asasi manusia lainnya. Hak atas kesehatan tidak hanya dimaknai sebagai hak setiap orang untuk menjadi sehat atau untuk terbebas dari penyakit. Namun, hak atas kesehatan merupakan hak untuk mendapatkan dan menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai bagi setiap orang secara kodrati bahwa setiap manusia terlahir bebas dan sama. Hak atas kesehatan juga dijamin berdasarkan UUD 1945, dalam pasal 28 H ayat (1).

Pada pelaksanaan Pemilu 2019 Kementerian Kesehatan RI belum dilibatkan secara aktif baik dalam persiapan (seperti Bimtek dan pemeriksaan syarat Kesehatan bagi petugas Pemilu Ad Hoc), maupun pada saat penyelenggaraan Pemilu. Sehingga negara tidak mampu memberikan akses pelayanan kesehatan yang tanggap dan sigap dalam upaya negara untuk menjamin hak atas kesehatan bagi penyelenggara Pemilu yang sakit karena kelelahan. Selain itu, juga ditemukan belum adanya Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) kepada petugas KPPS dan Panwas, mengindikasikan kurang memadainya manajemen krisis. Padahal pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) sangat diperlukan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan dasar bagi para Petugas Ad Hoc dalam menangani situasi krisis yang menimpa salah satu petugas Ad Hoc.

 

3.           Hak Atas Kesejahteraan

Hak atas Kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan jaminan sosial yang diberikan oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.

Dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, Petugas Pemilu Ad Hoc melaksanakan tugas sebagai penyelenggara proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS dengan

 

pendekatan kesukarelaan, dengan honorarium yang kecil, serta mendapat uang santunan yang rendah.

Berdasarkan analisis faktual terkait potensi keberulangan peristiwa sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 maka Komnas HAM RI memberikan rekomendasi sebagai berikut :

1.           KPU RI

a)           Bekerjasama secara efektif dengan Kementerian Kesehatan RI terkait materi dan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dalam Bimtek pembekalan bagi penyelenggara Pemilu Ad hoc;

b)           Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI untuk memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan pada titik-titik strategis yang mampu menjangkau setiap tempat pemungutan suara (TPS) pada saat penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024;

c)           Menjamin ketersediaan anggaran yang memadai untuk biaya pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh bagi setiap penyelenggara Pemilu Ad Hoc, atau bekerja sama dengan Rumah Sakit/Puskesmas milik Pemerintah/Pemerintah Daerah;

d)           Memperketat pengawasan rekrutmen penyelenggara Pemilu Ad Hoc dengan menetapkan aturan yang konkret terkait batas usia dan riwayat penyakit penyerta (komorbid) yang diperbolehkan bagi penyelenggara Pemilu, mengingat beban kerja yang tinggi dan durasi kerja yang panjang pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024;

e)           Memastikan ketersediaan alat kesehatan terkait pertolongan pertama untuk keadaan darurat diantaranya oksigen, alat pengukur saturasi oksigen, alat pengukur tekanan darah, dan lain sebagainya;

f)            Menciptakan lingkungan TPS yang kondusif bagi kesehatan petugas dan masyarakat umum, seperti TPS yang bersih, menyiapkan tempat khusus merokok, serta memastikan ketersediaan makanan dan minuman sehat bagi petugas penyelenggara Pemilu Ad Hoc;

g)           Penyederhanaan mekanisme penyelenggaraan Pemilu, terutama metode pemungutan dan perhitungan suara serta proses administrasi hasil pemungutan suara untuk mengurangi beban kerja penyelenggara Pemilu;

h)           Meningkatkan kualitas penyelenggara Pemilu melalui pelatihan (Bimtek) yang memadai, honor yang layak, jaminan sosial dan apresiasi pasca pelaksanaan tugas penyelenggaraan Pemilu;

i)            Bekerja sama dengan pihak universitas terkait partisipasi mahasiswa sebagai petugas penyelenggara Pemilu Ad Hoc;

j)            Memastikan penyelenggara Pemilu Ad Hoc dapat terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan dan jaminan hak atas kesehatan bagi penyelenggara Pemilu;

k)           Memberikan santunan yang memadai bagi keluarga atau ahli waris petugas penyelenggara Pemilu yang meninggal pada saat bertugas

 

2.           Bawaslu RI

a)           Bekerjasama secara efektif dengan Kementerian Kesehatan RI terkait edukasi dan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) kepada penyelenggara dan pengawas Pemilu pada penyelenggaran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024;

 

b)           Melakukan kajian menyeluruh terkait manajemen krisis yang optimal pada saat pelaksanaan pengawasan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024;

c)           Meningkatkan kualitas pengawas Pemilu melalui pelatihan (Bimtek) yang memadai, honorarium yang layak, jaminan sosial dan apresiasi pasca pelaksanaan tugas penyelenggaraan Pemilu;

d)           Memastikan Pengawas Ad Hoc dapat terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan dan jaminan hak atas kesehatan bagi penyelenggara Pemilu;

e)           Memberikan santunan yang memadai bagi keluarga atau ahli waris petugas pengawas Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang meninggal dunia pada saat bertugas.

 

3.           Menteri Kesehatan RI

a)           Memastikan penyelenggara Pemilu memiliki surat keterangan sehat yang dikeluarkan secara resmi oleh fasilitas kesehatan di bawah kewenangan Kementerian/Dinas Kesehatan RI;

b)           Memperketat proses pemeriksaan kesehatan penyelenggara Pemilu, baik secara fisik maupun mental, untuk menghasilkan surat keterangan sehat yang valid bagi penyelenggara Pemilu;

c)           Bekerja sama dengan KPU RI dalam pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD), sebagai upaya mitigasi atas kondisi darurat, dan kemungkinan kejadian luar biasa akibat kecelakaan kerja pada saat penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024;

d)           Memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, termasuk pengadaan pos kesehatan di setiap titik strategis selama proses pemungutan dan penghitungan suara berlangsung;

e)           Memastikan kesiapan rumah sakit rujukan yang memadai untuk mengakomodir potensi meningkatnya kebutuhan tenaga medis dan pelayanan kesehatan pada masa penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024;

f)            Memaksimalkan penggunaan media sosial dan iklan layanan masyarakat terkait panduan hidup sehat dan prosedur Bantuan Hidup Dasar (BHD) kepada masyarakat sebagai pedoman publik untuk mengantisipasi potensi terjadinya gangguan kesehatan pada petugas penyelenggara Pemilu;

g)           Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk memastikan ketersediaan dan kesiapan fasilitas kesehatan serta tenaga kesehatan yang memadai di setiap daerah pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.

 

Jakarta, 15 November 2023

Tim Pengamatan Situasi Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

 

 

Ketua Tim Pramono U. Tanthowi