Dampak UU Cipta Kerja terhadap Kehidupan Masyarakat di Sektor Agraria

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama IHCS dan Lokataru melakukan penelitian dan pemantauan Undang-Undang Cipta Kerja  (UUCK) yakni UU nomor 6 tahun 2023 di beberapa lokasi. UUCK sudah melahirkan dampak. hari ini berbagi hasil pemantauan. Seperti yang terjadi di Cianjur sudah ada penguatan. Lalu ada klaim perusahaan melalui bank-bank tanah. Kasus ini membuktikan bahwa UUCK  tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Pemantauan dilakukan di : 1. Desa Batulawang , Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jumlah keluarga : 16.632 jiwa terdiri dari 4.795 Kepala Keluarga, potensi pertanian dan pariwisata,  ini lokasi yang diklaim sebagai Bank Tanah. 2. Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Privinsi Riau. Jumlah keluarga : 6.158 jiwa terdiri dari 1700 kepala keluarga. Potensi perkebunan, peternakan kambing dan pemudidayaan ikan. Lokasi pemutihan bisnis ilegal pengusaha sawit.3. Desa Labota, Desa Kuerea, Desa Bahodopi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, potensi pariwisata, dan sebagai lokasi Proyek Strategi Nasional (PSN) hilirisasi tambang nikel. 4. Desa Gola Mari, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, an Provinsi NTT. Jumlah Keluarga 2002 Jiwa. Dengan potensi pertanian dan perikanan. Lokasi pembangunan jalan Proyek Strategi Nasional (PSN).

Batasan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan objektif yaitu : 1.Berkaitan langsung oleh pasal-pasal dalam UU Ciptaker,2. Adanya konflik agraria struktural dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), 3.Semakin parahnya kerusakan ekologis, 4.Adanya dampak ekonomi, sosial dan budaya yang dialami oleh masyarakat.

Dampak pelaksanaan UUCK lewat Bank Tanah di lapangan terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat terbukti kontraproduktif dengan tujuan Reforma Agraria contohnya kasus di Desa Batulawang, Cianjur, Jabar. Hal ini membahayakan Reforma Agraria, bukan mendukung apalagi mengutamakan reforma agraria. . Tanah masyarakat masuk target pengadaan tanah oleh Bank Tanah dengan melakukan MoU antara Bank Tanah dan PT.MPM. Juga tanah pertanian produktif dan pemukiman warga yang menjadi prioritas RA tiba-tiba dialokasikan 50ha untuk Densus 88. Pejabat PT.MPM dan pejabat Densus 88 memiliki kepentingan.

UUCK dan badan baru yang dibentuknya yakni Bank Tanah telah menyimpangkan reforma agraria (RA) sebagai mekanisme pengadaan tanah. Bahwa telah terjadi penyelewengan reforma agraria ala UUCK yakni “gula-gula” Bank Tanah/UUCK menyamakan Reforma Agraria  dalam mekanisme pengadaan tanah bagi investasi bertentangan dengan UUD 1945 dan UUPA 1960.

Tanah di lokasi Desa Batulawang, Sukanagalih, Rawabelut, Kecamatan Cipanas, Pecer, Sukaresmi Kabupaten Cianjur Jabar asal perolehan tanahnya adalah tanah bekas hak bekas HGU.

Penelitan dan pemantauan oleh KPA, IHCS serta Lokataru memperoleh  kesimpulan-kesimpulan bahwa : 1. Menghalangi proses Reforma Agraria yang sedang berjalan : penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah bagi petani, 2. Proyek Bank Tertutup, sarat manipulasi proses, sarat konflik keopentingan, abuse of power, 3. Menimbulkan konflik agraria baru dan kerumitan dalam konflik agraria,  petani Vs PT.MPM-Bank Tanah-Densus 88-Pemda-BPN RI, 4. Mempersulit penalaan administrasi pertanahan sebagai timbul tumpang tindih kewenangan dan kepentingan, 5.Memberikan impunitas hukum kepada perusahaan yang beroperasi secara ilegal untuk menjadi legal, 6.Melembagakan praktik ‘calo tanah’ oleh negara, 7. Memiskinkan petani karena aktivitas PT.MPMdan Bank Tanah yakni Penambahan biaya produksi terumata transportasi pertanian akibat penutupan akses jalan oleh perusahaan, pengurangan pendapatan karena semakin sulit bertani dengan aman dan nyaman sebab intensitas intimidasi,  kriminalisasi, peta kompli, yang dilakukan oleh PT.MPM dan Densus 88 kian tinggi, ancaman kehilangan tanah pertanian, rumah, fasilitas umum, fasilitas sosial yang telah dibangun. (Ast)