Satu dari Sepuluh Orang Indonesia Terkena Gangguan Mental

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Belum lama ini Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa satu dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Temuan itu berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada 2018.

"Di Indonesia, 1 dari 10 orang mengalami gangguan jiwa," kata Budi melalui pemaparan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/11).

Walaupun demikian, Budi menyebut banyak kasus yang mengarah ke gangguan jiwa dan belum terdeteksi di Indonesia karena tingkat screening yang masih lemah. Ia mengatakan sejauh ini, tenaga di fasilitas kesehatan hanya memberikan diagnosis berdasarkan kuesioner.

Budi mencontohkan kecemasan (anxiety) juga masih susah untuk terdeteksi, padahal menurutnya kondisi itu banyak dialami masyarakat. Pemerintah menurutnya sudah seharusnya meminimalisir kondisi tersebut sebelum kemudian pasien bertambah buruk di tahapan depresi hingga skizofrenia.

Deteksi dini gangguan jiwa di Indonesia menurutnya masih sebatas observasi dan manual. Untuk itu, Kemenkes menurutnya bakal mengupayakan deteksi dini gangguan jiwa yang lebih canggih ke depan.

"Screening akan kita perbaiki agar semua Puskesmas bisa melakukan screening jiwa. Karena ini tinggi sekali (kasus gangguan jiwa) dan seharusnya bisa ditangai lebih baik," kata dia.

Kemenkes, imbuh dia, juga bakal mengupayakan fasilitas kesehatan khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa. Ia mencontohkan, apabila pasien mendapat diagnosis skizofrenia, maka pasien tersebut harus dirawat namun tidak harus rumah sakit jiwa (RSJ) melainkan tempat khusus di faskes.

Kemudian apabila pasien tersebut mengalami perbaikan kondisi, maka selanjutnya hanya perlu pemantauan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau juga melalui beragam komunitas.

"Karena RSJ itu stigmatize. Jadi oleh WHO strategi mental health didorong kembali ke komunitas kalau bisa," ujar Budi.

Dalam sebuah tayangan di Halodoc, ada informasi berharga bahwa pasien dengan keluhan kesehatan mental bisa berobat gratis dengan menggunakan BPJS. Jika si pasien  sudah terdaftar sebagai peserta aktif, tidak ada salahnya memanfaatkan layanan ini untuk menjaga kesehatan mental.

Peserta BPJS dapat mengakses layanan kesehatan mental dengan mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat. Dilansir laman BPJS, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengungkapkan pelaksanaan Program JKN-KIS dapat menjamin pelayanan kesehatan masyarakat, salah satunya yaitu pelayanan bagi peserta JKN-KIS yang termasuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

"Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif," ungkap Ali.

Peserta BPJS Kesehatan dapat melakukan konseling dengan psikolog secara gratis karena merupakan bagian dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Syarat Penggunaan BPJS untuk Pengobatan Gangguan Kesehatan Mental

Terdapat beberapa persyaratan yang harus  dijalankan jika ingin berobat gangguan mental dengan fasilitas BPJS, yaitu;

1. Siapkan kartu BPJS kesehatan atau KIS beserta fotokopinya,

2. Fotokopi KTP,

3. Fotokopi Kartu Keluarga, dan

4.  Hasil diagnosis dokter.

 

Cara Pakai BPJS untuk Pasien Gangguan Kesehatan Mental

Begitu juga dengan cara pengobatan kesehatan mental dengan BPJS, pasien apat mengikuti langkah-langkah berikut.

1. Datangi fakses pertama

Faskes tingkat pertama bisa berupa puskesmas, klinik kesehatan, maupun rumah sakit yang satu daerah dengan domisili tempat Bunda terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Bisa cek terlebih dahulu daftar faskes tingkat pertama yang berada di sekitar domisili pasien sebelum mendatanginya, ya.

2. Konsultasi di faskes tingkat pertama

Saat konsultasi di faskes tingkat pertama, jangan lupa siapkan berkas berupa KTP, KK, dan Kartu BPJS Kesehatan untuk berjaga-jaga jika diminta di bagian administrasi.

Jika di faskes tingkat satu tidak ada poli Kejiwaan, bisa berkonsultasi dengan dokter umum yang praktik terlebih dahulu untuk pemeriksaan awal. Jika dirasa perlu, dokter akan merujuk ke rumah sakit yang memiliki layanan yang dibutuhkan dan memberikan surat rujukan.

3. Pemeriksaan di faskes rujukan

Tentunya, rumah sakit yang menjadi rujukan adalah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS sehingga  tak perlu khawatir lagi soal biaya.

Pasien bisa langsung berkonsultasi dengan psikolog dan mengikuti instruksi yang diberikan. Kalau pasien  disarankan untuk berkonsultasi dalam beberapa sesi, Pasien bisa langsung datang ke RS rujukan dan mengulangi tahap yang sama.

Biasanya, satu surat rujukan bisa berlaku selama beberapa bulan, sehingga si pasien tidak perlu ke faskes tingkat pertama lagi selama surat rujukan masih berlaku. (Ast)