Aspek Hukum Kekerasan dalam Pacaran : Ini Mengapa Kekerasan dalam Pacaran Tidak Bisa Ditolerir

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Kekerasan dalam pacaran masuk dalam kekerasan ranah  personal. Berdasar data pengaduan ke Komnas Perempuan tahun 2022, ada 422 kasus kekerasan dalam pacaran. Sedangkan  data dari Forum Pengada Layanan (FPL) 3.528 kasus. Bentuk kekerasan yang banyak terjadi adalah psikis. Yang banyak disorot dan mendapat perhatian publik  saat ini adalah kekerasan dalam pacaran yang menyebabkan korban sampai meninggal dunia di Surabaya.

Dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (17/10) Naomi Lyandra, host acara, mempertanyakan  aspek hukum seperti apa perlindungan bagi korban yang mengalami kekerasan dalam pacaran dan  seperti apa juga dampak yang dialami saat pacaran.

Naomi menandaskan apalagi saat ini sedang ramai disorot oleh  media dan seakan masyarakat diingatkan bahwa kekerasan di tanah personal itu tidak hanya pada pasangan suami istri atau anak tetapi juga pacar. Seperti pada kasus di Surabaya, korban sampai meninggal, lalu bagaimana memgaplikasi atau memperluas  pengetahuan masyarakat terkait kekerasan dalam pacaran?

Rini Hapsari Santosa,psikolog, menjawab bahwa  fenomena  kekerasan dalam pacaran ini seperti gunung es atau  yang mengalami jauh lebih banyak. Peristiwa Surabaya  menurut Rini  membangun kesadaran masyarakat bahwa peristiwa tragedi  ini benar terjadi dan bahwa ada dampak yang  bsia berujung pada kematian. "Kasus ini memanggil masyarakat untuk terus memahami dan melihat bahwa ada konsekuensi,"ujar Rini.

Demikian pula yang dituturkan oleh Veni Siregar, aktivis perempuan, bahwa kekerasan dalam pacaran adalah relasi yang personal. Dan ada situasi  laki-laki menguasai perempuan yang sering dianggap rasa kasih sayang yang awalnya mengatur rambut, atau  cara berpakaian. Yang pada awalnya yang dibangun tidak setara dan ini berbahaya karena cara melihat hubungan tidak setara yang membuka pintu kekerasan dan ini membuka realita  usia muda relatif menggelitik.

Veni  menceritakan pengalamannya bertemu penyintas KDP. Katanya, dia (si artis) satu-satunya artis yang bisa menjebloskan pacarnya dua tahun di penjara. Dan dia saat ini sudah memiliki dua anak dan kasusnya  pernah ter-skip,oleh karenanya butuh bantuan psikologis lanjutan. Ia mengalami  kekerasan seksual secara pemaksaan  hubungan seksual dengan janji akan dinikahi selain itu juga relasi memanfaatkan secara ekonomi.

Trauma Kekerasan Bisa Jangka Panjang

Veni menambahkan  bentuk kekerasan berkembang saat ini juga di ranah  digital,  terjadi pula kekerasan dengan korban  direkam yakni lewat video atau foto dan  kadang korban tidak tahu.

Kekerasan yang terjadi efeknya rentan dan mudah terjadi berulang.Ada efek atau konsekuensi atau respon trauma yang munculnya bukan seketika  saat itu.

Pengalaman yang terjadi atas beberapa kasus, ada ketimpangan secara power dari sosial, ekonomi, pendidikan, dan usia.  Ketimpangan dalam kondisi psikologis berisiko untuk dilakukan. kekerasan, baik oleh laki laki maupun  perempuan.

Ada beberapa penyebab kerentanan risiko : 1.  tumbuh di lingkungan tempat tinggal yang setiap hari menyaksikan situasi-situasi kekerasan. 2. korban adalah orang dalam lingkungan terisolasi. Kalau ada orangtua/keluarga tidak ada komunikasi atau ada pola atau kebiasaan bahwa ‘aku biasa sendiri’.

Kekerasan dalam bentuk online yakni dengan menggunakan medsos. Dan kalau untuk mendorong UU TPKS, kasusnya banyak.  Korban akan terbawa dan justru mengorbankan dua kali.

Kekerasan dalam bentuk digital yang sering sekali dijumpai direkam dengan  CCTV dan kadang korban tidak tahu. Maka harus berhati+hati yang sifatnya rekam digital dan relasi sudah terbangun dan ada pengalaman-pengalaman yang serta-merta membuat lebih rentan atau terjebak dalam situasi yang sifatnya risiko tentu ada efek jangka panjang dan jangka pendek. Lalu ada lagi respon trauma misalnya  kejadian bukan saat itu namun sudah berjalan lalu muncul lagi.

 

Penyebab Kekerasan dalam Pacaran

Rini menjelaskan terkait penyebab yakni ada ketimpangan sosial, ekonomi, status, usia, dan ketimpangan dalam pematangan kondisi psikologi dan risiko dijadikan korban kekerasan oleh salah satu pihak.

Risiko lainnya orang tersebut berada dalam situasi mengalami kekerasan misalnya setiap hari ia menyaksikan situasi kekerasan. Ibarat sudah jadi makanan sehari-hari jadi dianggap wajar.

Lalu, Kekerasan dalam Pacaran bisa dijerat apa? selain UU TPKS juga ada UU KUHP yang baru nomor 1 tahun 2023 .

Melihat kasus Surabaya, Veni menyatakan  harusnya bukan hanya dikenai sebagai kasus penganiayaan tetapi pembunuhan dan  seharusnya juga menggunakan  pasal pembunuhan. 459 atau 458 KUHP. (Ast)