Pada diskusi publik bertema "Di Balik Proyek Strategi Nasional, Ada Cengkeraman Sistem Politik Patriarkis oleh Solidaritas Perempuan (Soliper) akhir September lalu diawali dengan refleksi di Hari Tani bulan Juli sebelumnya bahwa di 12 wilayah Indonesia bersama masyarakat organisasi sipil dan buruh mengingatkan kepada semua bahwa sudah 63 tahun lahirnya UU Reforma Agraria, 7 kali ganti presiden, dua kali pemerintahan Presiden Jokowi, tetapi ketimpangan agraria masih ada.
Alih-alih menyelesaikannya tapi justru di pemerintahan Jokowi saat ini melahirkan banyak sekali kebijakan seperti UU Miinerba, UU Ciiptaker dan proyek strategis nasional yang melegitimasi ketimpangan agraria, sosial dan kemiskinan yang ada. Dari webinar ini diharapkan banyak dukungan pada mereka yang terdampak proyek strategis nasional yang juga hadir dan dukungan publik.
Arma, perempuan Kalumpang bercerita sebelum kedatangan proyek food estate ke desanya ia tidak mengenal istilah bertani, tapi berladang. Sehingga ia tidak mengenal cara bertani. Ketika ia mengelola tanah untuk berladang, ia punya lahan yang bisa mereka kelola sendiri dari nenek moyang. Sehingga kebiasaan turun-menurun masih digunakan dengan membuka lahan melalui cara bakar. Ada ritual adat sebelum mengadakan. Melalui ritual itu mereka minta ‘izin”dengan sistemn bakar. Lalu seperlu mereka menanam padi dengan bergotong-royong dan memakai ritual juga. Dalam bahasa mereka disebut menogal : menanam benih.
Mereka mempunya bibit sendiri. Biibit ini tidak sembarang juga. Mereka secara orang lokal lebih mengenal apa yang bisa mereka tanam di situ. Hasil-hasilnya sangat menguntungkan, bahkan sangat berlimpah-ruah, baik menanam sayur atau memelihara ikan. Menurut mereka, sebelum proyek itu datang mereka sangat makmur. “Tiba- tiba datang proyek food estate, sedangkan sosialisasi pada ibu-ibu tidak dilibatkan. hanya bapak-bapak," jelas Arma.
Setelah mereka rapat lalu para perempuan ini bertanya apa itu food estate, mana surat perjanjian dan materai. Para perempuan kemudiaan setuju bahwa mereka harus menanam benih padi dan tidak boleh benih lain. Namun kaum bapak tidak setuju. Dan ketika ditanya, katanya proyek itu tidak jelas. Suami Arma menjadi ketua kelompok yang mengatur pembagian lahan.
Tempat berladang sudah mereka tanami karet. Mereka memiliki sistem ladang yang. berpindah-pindah. Lahan mereka luas sebab tahun ini di sini lalu tahun besok di sana. Tanah yang lama mereka biarkan lagi lalu mereka membuka lahan ke lain tempat dan mereka bagi.
Ketika masih berladang, tiba tiba ketika mau membuka lagi dilarang pemerintah. Mereka tidak boleh membakar ladang. Lalu mereka di "bom". “Kami takut, tidak berani, kalau nanti tiba-tiba ada helikopter lagi,”terang Arma.
Menurut Arma proyek food estate ini datang dan sangat mengganggu. Dia yang sebelumnya membuka lahan di kebun belakang rumahnya kemudian kebun rata karena sudah menghasilkan bertahun-tahun.
"Kami tidak menerima proyek ini. Sampai sekarang tumbuh hanya tumbuh semak belukar saja di proyek ini alias tidak jadi,”seru Arma.
Narasumber kedua, Anggi, menyatakan bahwa banyak PSN di Sulawesi Selatan, salah satunya yang di Takalar yang prosesnya masih investigasi saat ini oleh kawan SP Anging Mamiri. Kedua adalah proyek reklamasi Makassar New Port. Makassar Newport masuk strategi nasional nomor 3 tahun 2016 berubah Perpres nomor 57 tahun 2017 karena peraturan ini maka baik pemerintah pusat dan daerah menyatakan Makassar Newport juga terintegrasi dengan proyek kereta Parepare.
Perencanaan ini tanpa partisipasi kelompok perempuan. Proyek ini dimasukkan PSN strategi nasional Makassar New Port dan untuk memperlancar maka ada kebijakan yang memperkuat. Kemudian lahirlah Perda nomor 2 tahun 2019. Perda ini melegetami aktivitas reklamasi dan tanpa pasir laut. Tentu pemerintah dan perusahaan tidak melibatkan perempuan mulai 2017 dan berakhir tahun depan. Proses sosialisasi pun tidak ada pelibatan perempuan.
Mengapa perempuan tidak dilibatkan dalam perumusan dan pengambil keputusan?
Sebenarnya perempuan atau identitas perempuan sebagai nelayan tidak pernah diakui oleh negara, bahwa perempuan nelayan ini memiliki pengalaman yang harusnya diakomodir apa kebutuhannya. Karena tidak dilibatkan ada kepentingan dan apa kebutuhan tidak dijawab, maka ada lapisan baru yakni penindasan kepada perempuan. Karena itu akhirnya perempuan kehilangan akses pada sumber daya alam. Artinya proyek strategis nasional menghilangkan sumber mata pencaharian perempuan.
Laut dijadikan sumber penghidupan sebagai ruang kelolanya secara turun-temurun tetapi kemudian akses perempuan pesisir semakin jauh. Kalau dulu perempuan ingin mencari Alut tinggal ke belakang.
Jadi PSN ini menjauhkan perempuan dari laut padahal kalau berbicara tentang perempuan adalah tentang fungsi perawatan bagaimana perempuan harus memastikan ketersedian pangan di rumah atau hal bersifat domestik.
Kalau pendataan berkurang maka berpotensi terjadi kekerasan. Ada persoalan penghasilan. kedua adalah rumah sosial. Sebenarnya laut bukan hanya sumber pendapatan dan sumber penghasilan. tetapi jadi ruang sosial perempuan nelayan. Mereka mencari kerang sambil berbagi cerita apa yang terjadi di rumah mereka. Ketika PSN ini ada maka menghilangkan rumah sosial ini. Mengubah yang awalnya adalah ruang sosial menjadi konflik sosial, ada perebutan ruang tangkap nelayan.
Juga nilai budaya. laut sebagia tempat untuk melakukan ritual budaya. Ketika kebiasaan ritual sebagai penghormatan manusia atas alam di laut, yang menerima kehidupan. Tetapi ketika proyek ini datang terjadi pencemaran lingkungan yakni pencemaran laut..
"Upaya ini terkikis sebab teman-teman yang turut ke laut bersentuhan langsung ke laut ketika laut tercemar maka berdampak ke kesehatan perempuan. Tidak ada itikad baik. Justru yang ditawarkan adalah program-program persoalan, permasalahan dan sudah dilaporkan pada Komnas HAM,"imbuh Arma.
PSN ini tidak menjawab persoalan sebab malah menambah lapisan lapisan yang mendiskriminasi perempuan. Mereka melihat laut sebagai sumber pengetahuan, pengalaman dan sumber budaya mereka dan menjadi identitas mereka sebagai identitas. Justru pemerintah melihat laut sebagai objek investasi yang akan berdampak buruk memiskinkan perempuan.
Lain cerita Nurul dari NTB. Melihat situasi sebenarnya NTB wilayahnya ada 74 bendungan. Tahun terakhir ada PSN dan 7 bendungan lagi dan yang paling dekat di Lombok Mataram yang mulai pengerjaan di tahun 2018.
Proyek ini bisa dikatakan sebagai proyek siluman karena tidak ada informasi apapun yang didapat oleh perempuan terutama di desa-desa di lingkar bendungan. Tiba tiba saja air mereka keruh. Sebelum pembangunan bendungan 2018 itu air mereka bersih pada 2019, air seperti susu cokelat. Itu pun jarang, dalam seminggu hanya sehari atau dua hari.
Lalu bagaimana jika perempuan haid dan melahirkan? Sampai sekarang tahun 2023 persoalan ini membuat perempuan di lingkar pembangunan bereaksi tidak hanya soal air tetapi soal dasar yakni sumber yang hilang.
Sebagian besar mereka perajin gula aren dan kebun serta hutan aren sebagai sumber menjadi hilang. Ini sangat memberi pengaruh yakni bahan baku sapu ijuk sebagai sumber ekonomi. Bahwa kemudian timbul pertanyaan, PSN tujuannya untuk mensejahterakan apa menyengsarakan? dari 100 perempuan bilang bahwa bendungan tak ada manfaatnya dan mereka yang terima ganti rugi, dalam lima tahun habis lalu jadi pekerja migran. (Ast)