Film Petualangan Sherina 2 telah tayang lebih dari seminggu dan animo masyarakat menempatkan pada peringkat pertama film Indonesia yang paling banyak ditonton di hari pertama pemutaran. Dibuka dengan keceriaan dan semangat Sherina yang jurnalis media, rencananya ditunjuk oleh perusahaan media tempatnya bekerja untuk meliput sebuah forum ekonomi dunia di Swiss.
Seakan berelasi dengan kehidupan generasi milenial saat ini. Apalagi para pehobi media sosial mengikuti isu-isu sosial lengkap dengan fenomena sosial dengan joke-joke basah seperti 'karyawan titipan' , "bawaan orang dalam"dan sebagainya. Film ini pun tak luput dengan tema semacam itu. Bisa diduga, Sherina batal berangkat karena pada akhirnya yang ditunjuk berangkat liputan ke Swiss masih famili si empunya perusahaan. Nah, lantas dia dialihtugaskan meliput tentang momen pelepasan orangutan di sebuah hutan Kalimantan yang dilakukan oleh sebuah lembaga konservasi pelestari orangutan.
Dari situ bisa diduga, disanalah ia akan bertemu dengan Sadam teman lamanya. Adegan-adegan romantis ditambah candaan kocak mewarnai film ini. Karakter Sherina yang tidak berubah suka bertualang dan pemberani, ada gambaran sifat Sadam yang berubah dari anak manja menjadi bijak hingga sebuah momen mengharuskan keduanya untuk survive saat dikurung oleh tiga penjahat.
Pada film Petualangan Sherina sekuel pertama karakter tiga penjahat sangat menonjol sebagai tokoh antagonis, tetapi di film Petualangan Sherina 2, karakternya terlalu biasa. Ketegangan yang dibangun bukan karena karakter tokoh para penjahat namun kehadiran protagonis gadis kecil bernama Sindai seakan mengingatkan Sherina kecil pada masanya. Sindai adalah anak masyakarat asli setempat yang pertama kali menemukan dan menyelamatkan dua orangutan merupakan anak dan induknya, Hilda dan Sayu.
Bukan berarti melempemnya tokoh antagonis para penjahat (pencuri orangutan) lantas tidak memperkaya film ini. Justru saya terkesima dengan akting Isyana Sarasvati dan Chandra Surya yang memainkan dua karakter antagonis, si kolektor binatang yang diawetkan. Akting keduanya bisa dikatakan sangat mumpuni. Apalagi ini film musikal yang lagu-lagunya disuarakan oleh mereka dengan sangat menjiwai. Dua tokoh antagonis inilah sekiranya yang menyita perhatian.
Untuk sesaat saya teringat akting Glenn Close yang berperan sebagai penjahat perempuan ikonik Cruella de Vil yang dalam film 102 Dalmatians mencoba menangkap anak anjing dalmatian dan mengenakan kulit mereka untuk fashion terbaru. Bedanya hewan-hewan yang dikoleksi oleh pasangan Syailendra dan Ratih diawetkan sebagai hiasan dinding. Dan si tokoh Syailendra hendak memberikan anak orangutan sebagai hadiah kejutan buat istri tercintanya.
Boleh dikatakan Film Petualangan Sherina 2 ini sekuel yang jelas berbeda dengan sekuel pertama. Meski sebenarnya sama-sama menyisipi tema konflik sosial dan alam. Jika yang pertama adalah perebutan lahan atau bisa dikatakan konflik agraria. Maka pada sekuel kedua ini konflik yang diangkat adalah tentang penyelamatan orangutan dan penyetopan jual beli binatang secara ilegal. Ya hanya sampai di situ, tentang bagaimana upaya pemerintah dalam melestarikan hewan orangutan agar tidak punah dan tetap lestari tinggal di habitatnya. Tanpa menyentuh konflik alam lainnya misalnya penebangan dan pembukaan lahan hutan yang sangat merusak alam.
Secara umum, film ini bisa dikatakan bagus dan berhasil karena membangun cerita kekinian dan berelasi dengan dunia anak muda saat ini. Untuk musik jelas sangat mengena sebab dikerjakan dengan matang serta koreografi yang piawai. Dan secara khusus pangsa pasar penonton bisa untuk semua kalangan apalagi yang pada waktu kecil menyimpan kenangan tentang Sherina dan Sadam. (Ast)