Radio Katolikana : Peran Perempuan dalam Gereja Katolik

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Peran perempuan dalam gereja Katolik tidak pernah diperbincangkan  terutama merujuk pada peran Bunda Maria sebagai Ibu Yesus yang taat, setia, melahirkan, membesarkan dan mendampingi Yesus hingga kematiannya diperbincangkan. Sementara dokumen-dokumen gereja Katolik, terkait martabat kaum wanita, Paus Yohannes Paulus menjelaskan peran perempuan sebagai perempuan, Ibu maupun saksi kristus pembawa kehidupan.

Para teolog konservatif mengakui pembatasan-pembatasan pada perempuan seperti pelarangan pentasbihan sebagai imam. Karena prasangka prasangka. Hal ini menimbulkan ketegangan-ketegangan. Demikian kalimat-kalimat pembuka oleh Lukas Ispandriarno pada siaran Radio Katolikana bertema Peran Perempuan dalam Gereja Katolik.

Lalu apa yang ditulis dalam biografi Nunuk Prasetyo Murniati sebagai teolog di Indonesia? Pertanyaan lain adalah  mengapa penulisnya seorang  muslim dari Madura?  Ada juga pertanyaan dalam buku itu apakah Nunuk seorang protestan? Berbagai pertanyaan itu lalu dikemukakan.

Membuka pertanyaan pertama,  bagaimana perkembangan sikap gereja apakah  sesuai perkembangan?

Agustina Nunuk Prasetyo Murniati yang menjadi salah seorang narasumber  melihat tanda-tanda zaman tentang sikap dan pandangan perempuan. Menurutnya gereja terhadap perempuan itu berproses dan prosesnya itu ia lihat sangat kuat dan cepat ketika  Paus Fransiscus sekarang ini. Karena banyak perempuan dilibatkan di tempat-tempat strategia dalam memgambil keputusan lebih-lebih di dalam sinoda. Yang dulu saat konsili Vatikan ke II perempuan tidak mendapatkan hak suara tetapi sekarang sinoda ini yang akan ada sidang pleno pada Oktober 2023 nanti ada 364 peserta dan yang 70 peserta awam dan relijius dan lebih dari separo yakni 54 orang perempuan  sekarang sudah memiliki hak suara.

Selain itu ada peran-peran misalnya prodiakon, putra altar, membaca kitab suci, dan lektor diberikan kepada perempuan.  hanya saat ini yang masih kuat tidak diberikan adalah diskriminasi tasbih. Kalau dalam hal ini kenapa gereja Katolik tidak menasbihkan perempuan,  karena tasbisan dilihat dari perjamuan makan malam terakhir dan itu diartikan Yesus menasbihkan 12 rasul yang semuanya laki-laki. Memamg dalam hal ini mengapa yang diundang laki laki saja padahal muridnya Yesus banyak yang perempuan. Itu tidak diperhitungkan tetapi itu yang masih dipegang sangat kuat oleh gereja.

Menurut keyakinan Nunuk,  suatu saat akan terjadi karena menurut pengamatannya perjanjian baru tidak ada larangan dan ini seperti  di dalam tulisan-tulisan Romo Magnis, tidak ada larangan dalam perjanjian baru itu tidak bisa untuk perempuan.

Lalu  apakah dalam gereja Katolik, pemikir teolog juga memperbincangkan seperti itu, dan  apakah ada yang setuju dan tidak setuju?

Nunuk telah menyebut Romo Magnis mendorong para suster terutama gereja Katolik dan mendorong filsafat teologi  bagaimana kemampuannya itu sama dengan pastur yang belajar filsafat teologi sehingga nanti saat pengambilan keputusan dilibatkan. Sekarang suster dianggap membantu pastur. "Ini suatu pandangan (dari Romo Magnis) yang hebat dan maju. Dan masih ada beberapa pastur yang seperti Romo Magnis," tutur Nunuk.

Saat ditanya apa sebenarnya gagasan utamanya dan apakah ingin mengubah sesuatu, Nunuk menyatakan bahwa ia sudah feminis terlebih dulu sebelum belajar feminis. Mengapa ia feminis karena ia gemas, marah, dan mempertanyakan mengapa perempuan diperlakukan tidak adil dan diam saja. Lalu ia  berkata bahwa ia harus belajar ilmu apa yang harus ia ketahui. "Ketidakadilan perempuan itu dari mana asalnya lalu aku belajar bela rasa karena aku peduli perempuan yang dijadikan korban kekerasan itu sejak kanak-kanak," terang Nunuk.

Perempuan-perempuan termasuk ibunya sendiri itu tidak membela lalu Nunuk berkomitmen untuk mendampingi dan membela mereka yang diperlakukan tidak adil tidak hanya dalam gereja dan lebih banyak di luar gereja, oleh karenanya ia banyak teman.

Julukan Feminis Katolik adalah Tepat

Prof.Elizabeth Kristi Poerwandari, narasumber kedua pada Katolikana saat ditanya tentang pandangannya sebagai psikolog dengan apa yang dilakukan oleh Nunuk yang aktivis sejak muda dalam gerakan dan masyarakat mengatakan bahwa sebutan Feminis Katolik itu tepat sebab  Nunuk menampilkan ciri yang tidak umum pada perempuan. Menurutnya, umumnya jika kita disosialisasi itu menurut dan ada di belakang, mengikuti saja pandangan orang. Nah, Nunuk menampilkan ciri-ciri yang berbeda. Kalau dibaca biografi Nunuk, jelas sekali bahwa ia memang dari awal sudah menunjukkan sebagai  perempuan yang sangat berani. Malahan sangat berani bersuara, membela mereka yang diperlakukan buruk. Jadi memang banyak sekali hal menyuarakan  orang lain. Ia menyuarakan  dan mengadvokasi.

Nunuk ketika muda menunjukkan keberaniannya. Dia sering jadi pemimpin,  menyuarakan  jegiatan sosialisasinya di gereja maupun di banyak tempat. Ia juga menjadi wakil pertemuan trans nasional. Nunuk seorang feminis yang khas Katolik.

 

Terkait pengalaman Prof. Elizabeth Kristi, pendiri Yayasan Pulih, berdiri 2002. Lembaga psikologi ini untuk penguatan komunitas dan penanganan trauma. Penggagas utama adalah Livia Iskandar yang sekarang jadi komisioner LPSK.  Ia bersama  Livia  dengan beberapa teman  melihat waktu itu pada masa pemerintahan Soeharto jatuh dan setelahnya mereka melihat banyak persoalan sosial secara umum dan kekerasan berbasis gender. Menurutnya waktu itu,  kok hampir tidak ada psikolog yang bergerak lalu mereka berpikiran bagaimana membantu apalagj  dibutuhkan dalam pendampingan masyarakat. Jadi Yayasan Pulih tidak khusus isu perempuan saja akhirnya mereka ke isu umum seperti mendampingi korban bom.

"Kami dampingi korban bom perempuan dan anak dan pelan- pelan mulai konseling, juga pada pelaku. Kita banyak mengedukasi masyarakat," ujarnya.

Prof. Elizabeth Kristi  banyak membantu  susteran gembala baik mendampingi psikologi dan penguatan psikologis pada perempuan dan anak di rumah aman.

Mereka mendampingi single mother  yang didampingi Susteran Gembala Baik. Karena ia berfokus psikologi, maka ketika korban mengalami trauma maka akan banyak hal terjadi. Hal itu yang selama ini  tidak dipahami oleh orang awam,tidak bisa atau tidak mengerti bagaimana harus  bersikap.  Atau ketika ada korban yang tidak bisa berinteraksi dengan penghuni rumah aman lainnya itu apakah penyebabnya apakah ada trauma masa lalu. Yayasan Pulih bisa melakukan pendekatan yang lebih efektif. Gembala Baik menjadi salah satu perwakilan gereja yang memberi pendampingan. Perannya besar sekali. Dulu ketika Elizabeth Kristi lulus psikologi sudah mendengar Gembala Baik tapi belum tahu cara memperkaya. Lalu ia sangat bersyukur dalam kerja mereka yang baik.

 

Mengapa Masthuriyah menulis biografi Nunuk?

Masthuriyah Sa'dan masih dalam sesi Radio Katolikana menjawab   : 1. Karena relasi personal. 2. Memiliki ketertarikan dengan filsafat. 3. Tertarik mengeksplorasi pemikiran-pemikiran Nunuk Murniati  kepada anak muda sebagai sebuah dokumentasi pengetahuan karena anak muda kurang mengenal tokoh Katolik seperti Nunuk. Ia bertanya ke beberapa teman tidak mengenal Nunuk.Dalam konteks Indonesia, Katolik adalah minoritas. Dan ia sangat tertarik mengangkat isu isu pinggiran waria, LGBT, serta orang Katolik.

Kemudian apa yang menarik dari sisi filsafat islam?

Masthuriyah awal mulanya ingin mengeksplorasi pemikiran-pemikiran Nunuk. Ia la kukan wawancara dan penggalian data dokumentasi lalu ia menemukan karya Nunuk yang terdokumentasi dengan baik di perpustakaan dalam banyak dalam bentuk. Ada thesis Nunuk yang masih tersimpan waktu di Amerika.

Masthuriyah kemudian berpikir jika Nunuk pribadi unik, tidak hanya aktivis  perempuan di ranah gerakan tetapi juga aktif menyuarakan suara-suara perempuan melalui bentuk tulisan dan itu abadi. Menurutnya ini kelemahan aktivis feminis yang lebih banyak bersuara melalui  gerakan, bersuara dan aktivitas gerakan pendampingan di komunitas dan jarang yang melakukan aktivitas menulis.

Nunuk itu seorang yang lengkap. Ia sebagai aktivis feminis yang sempurna. Tapi kaitannya dengan teologi feminis yang pada awalnya dilakukan wawancara, ada keterbatasan dalam diri Masturiyah  terkait teologi feminis akhirnya ia menyadari kebodohannya. Ternyata pengetahuan Nunuk banyak dan jauh sekali dari dirinya yang hanya sedikit sekali sehingga yang ia tulis terkait pemikirannya hanya sedikit sekali. Rencananya Nunuk akan menuliskan sendiri teologi pemikirannya.

Terkait teologi pemikiran Islam kaitannya pada ranah pemikiran- pemikiran di konteks agama misalnya feminisme yang bergerak di ranah sosial lebih mudah daripada seorang feminis yang bergerak di ranah agama. Karena kalau di ranah agama risikonya akan sangat besar misalnya ia akan dikucilkan, gugat, intimidasi dan alami kekerasan. Ia melihat Nunuk telah melakukan pemikiran itu melalui ranah agama yang sangat sulit  sebagai aktivis perempuan yang  bergerak di ranah itu.

Kedatangan Masthuriyah awalnya ditolak oleh Nunuk. Akhirnya ia berhasil membujuk. Awalnya ia sering hadir di acara natalan teman non muslim dengan alasan sederhana, ia ingin menikmati makanan enak yang berlimpah.  Makanan sebagai sebuah kebanggaan. Waktu natal itulah ia menanyakan kabar Nunuk.

Dari informan pula ia juga mendapati bahwa  Nunuk mendampingi korban kekerasan seksual oleh seorang pastur dan korbannya adalah suster. Nunuk mendampingi daei suster tersebut hamil sampai melahirkan. Susternya kemudian memutuskan sendiri dari keordoan tetapi sang pastur tetap menjadi pastur sampai meninggal dunia. Nunuk hadir ke kuburan pastur itu dan anak suster itu sampai hari ini masih ada.

Nunuk Murniati menjawab pertanyaan bahwa ia sendiri  melakukan itu apa adanya alamiah. Awalnya terjadi kemarahan kemudian  terus mencari bagaimana mendampingi dan memproses sebagaimana tugasnya di pastoral, dari korban menjadi panyintas.

Tahun 1979 Nunuk sudah menulis dan  mengkiritisi seorang kepala suster yang eksklusif yang tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitar dan menganggap dirinya lebih tinggi dari kaum awam. Juga tentang bagaimana ada acara di Tarakanita yang duduk di depan adalah para  suster.

Feminisme adalah Faham

Perjuangan Nunuk dalam isu  feminisme menurut Masthuriyah  belum sempurna karena  buktinya waktu ia mengajukan wawancara mereka keberatan dan merekomendasikan pada orang lain. Menurutnya  karena Nunuk suka mengkritik dan abadi karena ditulis di mana-mana.

Nunuk menyadari bahwa feminis adalah sebuah faham. Seorang feminis menyadari bahwa ia sebagai perempuan  sudah dikonstruksi gender, sosial budaya untuk tidak menjadi diriku sendiri. Sekarang perempuan dikonstruksi untuk menjadi the second sex.  Feminisme itu mempelajari untuk menjadi perempuan sejati itu seperti ini. Tidak hanya di Indonesia, di dunia pun. Sehingga katanya janganlah dinormalkan. Sebagai perempuan mestinya tahu jati diri perempuan.

Menutup siaran Masthuriyah kalau perjuangan feminis tidak diperjuangkan dari sekarang lalu kapan lagi?saatnya umat Katolik muda melanjutkan perjuangan yang sudah dirintis oleh Nunuk dan  harus dinormalkan.

Masthuriyah ingin buku biografi Nunuk Murniati dibaca  oleh semua orang muda, kalau ia seorang  muslim ia contohkan  bahwa kita bisa lho mengkritik dogma. Dogma yang ada di ilmu tafsir, dengan bekal ilmu fiqih, sedang di dalam gereja Katolik Nunuk telah melakukan itu bahwa bekalnya adalah teologi feminis dan jarang aktivis feminis  punya kemampuan seperti Nunuk.

Sebagai proof reader, Prof. Elizabeth Kristi  banyak belajar terkait buku ini dan  berharap banyak yang membacanya.  Semuanya pun  bisa belajar banyak dari buku yang  memberikan inspirasi ini. Bahwa  ketika berjuang di ranah teologi memang berat tapi sudah ada lho yang memberi contoh dan membuka jalannya serta berharap  yang berikutnya bisa meneruskan jalan.

Prof. Elizabeth Kristi mendampingi orang-orang yang dilukai bahwa spiritualitas berperan besar bagaimana orang-orang yang melakukan pendampingan itu bisa membantu, atau malah bisa membuat ia makin terpuruk. "Ketika kita mengaku beragama. Saya bukan orang Katolik yang baik. Saya percaya pada spiritualitas bahwa kita hidup untuk berbuat baik pada orang lain sehingga kita harus berempati. Berarti yang tadi dikatakan bahwa kita perlu berendah hati di manapun, tidak hanya di gereja katolik saja tapi di universitas,"jelasnya.

Di psikologi ia tidak bicara pastoral pastinya dan tidak omong religiusitas sama sekali tetapi ketika konseling akan mengecek seberapa luka terjadi dalam menghadirkan spiritualitas dan ketika spiritualitasnya kena,seakan ia bisa membangun spiritualitasnya itu. (Ast)