Peluang dan Tantangan Disabilitas Memasuki Dunia Kerja Formal

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Lusia Palulungan dari lnklusi Bakti dalam seminar yang diselenggarakan oleh Formasi Disabilitas, Senin (28/8) menyatakan dalam menjajagi peluang kerja bagi difabel dengan melihat bagaimana perusahaan  seperti Alfamart dan Hotel Novotel memberikan akses pekerjaan.

Lusia menambahkan bahwa saat ini  sudah ada banyak kebijakan. Menurutnya yang penting dilakukan adalah mengadvokasi kebijakan tersebut. Pengalamannya untuk mendorong teman difabel ke ketenagakerjaan inklusif adalah data sebab banyak difabel  belum tercatat. Saat ini pihaknya telah mendata difabel yang didampingi di 102 desa. Apakah mereka miskin dan apakah ada yang masuk sebagai difabel  miskin? Sebab data yang ada hanya ada di dinas sosial lewat Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Tantangan  kedua adalah eksistensi dan percaya diri penyandang disabilitas  karena mereka selalu dimarjinalkan  sehingga perlu penguatan. Banyak yang tidak memiliki  ijazah sehingga  perlu intervensi sendiri.

Belum lagi persoalan difabel yang  banyak tinggal  di rumah dan  disuruh untuk mengasuh keponakan, atau sepupu. Mereka (para keluarga difabel)  tidak setuju difabel bekerja karena tidak ada yang momong anaknya.

Tantangan selanjutnya keluarga belum percaya atau memiliki kekhawatiran terlalu tinggi. Juga ketika  bekerja di hotel  dianggap miring oleh sebagian masyarakat.  Ada pemahaman negatif dari masyarakat.

Ketiga adalah tempat pekerjaan atau pekerjaan  sendiri  yang masih awam. Banyak yang belum tahu mandat pekerjaan. Mereka (pihak perusahaan) juga masih belum memiliki kapasitas jika ada disabilitas bekerja. Kalau mereka bersedia menerima maka perusahaan mestinya menyediakan Akomodasi Yang Layak (AYL) dan infrastruktur serta apa kebutuhan difabel seperti  penguatan terkait SOP serta bagaimana mereka merekrut. Selayaknya adalah proses perekrutan dengan menjalani  analisis  yang diberikan berdasar ragam disabilitas. Misalnya resepsionis pada ragam disabilitas apa dan  cleaning servis pada disabilitas apa.

"Perusahan harus punya SOP dan kalau ada mitigasi kebencanaan, bagaimana evakuasi difabel saat bencana datang," terang Lusia.

Tantangan disabilitas dalam mendapatkan peluang kerja di sektor formal banyak menemui kendala. Dari mereka mengakses surat keterangan sehat dari pihak kelurahan saja tidak mudah. Pastinya disabilitas yang minim orientasi mobilitas akan mengalami hambatan. Belum lagi difabel fisik misalnya pengguna kursi roda jika menemu tempat yang belum akses bagi dirinya. Kolom surat keterangan kesehatan di puskesmas tidak ada kolom ragam disabilitas. Ini jadi  tantangan.

Nielma Palamba Kadisnaker Makassar yang menjadi narasumber seminar menyatakan bahwa pihaknya telah berkolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk upaya inklusivitas difabel dalam mengakses pekerjaan. Saat ini menurutnya ada salah seorang difabel yang bekerja di Hotel Novotel Makassar dan beberapa perusahaan swasta lainnya.

 

Akomodasi Yang Layak Bagi Pekerja Tuli di Sektor Formal

Andi Kasri Unru atau biasa dipanggi Akas, pegiat Tuli dari Makassar menyatakan bahwa peluang dan Tantangan Tuli memasuki dunia kerja salah satunya karena stigma. Teman Tuli dianggap tidak bisa bekerja, terlebih bagaimana mereka yang tidak memiliki SIM, dan gaji yang lebih rendah dari lainnya.

Banyak teman Tuli belum bisa mengadvokasi hak-hak kerja seperti cuti, THR, pra menstruasi bagi perempuan. Akomodasi Yang Layak (AYL), pada akses komunikasi  misalnya jika ada rapat disediakan JBI  atau notulensi, serta  kesadaran difabel Tuli itu semdiri.

Banyak orang di perusahaan yang mau menerima pekerja Tuli tapi belum paham tentang budayaa Tuli. "Tapi tidak apa-apa, terima dulu teman Tulinya. Apalagi banyak Tuli terhambat pendidikannya. Banyak yang hanya lulusan SD.

Di dunia Tuli ada yang dinamakan audism yakni orang dengar potensinya dianggap lebih daripada Tuli. Ada Tuli yang tidak diberi kenaikan jabatan. Ada kesenjangan antara Tuli yang bisa berbahasa isyarat dan Tuli yang tidak bisa berbahasa isyarat. Tuli tidak dilibatkan dalam keputusan-keputusan perusahaan. "Saya alami audism saat melamar pekerjaan, lalu dijawab lewat email dan di situ saya  menyatakan jika saya Tuli kemudian perusahaan tersebut  membatalkan katanya tidak butuh Tuli,"ungkap Akas.

AYL, menurut Akas bagi Tuli adalah JBI, visual , alarm lampu, juru ketik, video ada subtitle. Ini membantu Tuli bisa berkomunikasi  atau tidak. Kalau JBI tidak bisa hadir, komunikasikan dengan Tuli itu sendiri, apakah ia membutuhkan notulensi atau tidak. (Ast)