Pemenuhan Hak Anak dengan Disabilitas dan Kusta

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Asken Sinaga, Executive Director  Netherland Leprosy Relief (NLR) Indonesia dalam seminar nasional, Selasa (4/7), terkait  penanganan kusta dan pemenuhan hak anak disabilitas dan kusta di Indonesia memaparkan bagaimana kontribusi NLR  Indonesia melalui Program PADI. Asken mengatakan situasi kusta di Indonesia,  data dari WHO,  Indonesia berada di urutan 3 penyumbang kusta di dunia terbanyak, setelah India dan Brasil.

Tahun 2020 kasus kusta baru di Indonesia tercatat 15 -17 ribu. Mengapa tahun 2021 kasus  turun?  karena paling besar kontribusinya  dari pandemi COVID-19. Tahun 2022 ada di angka 19 ribu. Dan tahun 2023 ini sudah tercatat 12-17 ribu. Tahun 2019 ke belakang relatif stagnan setelah pandemi mengalami  penurunan/membaik.

Kasus pada anak demikian juga dari 2014-2019 persentase sekitar 11-12 %. 2020-2022 menurun dan prediksi 2023 akan naik lagi. Kasus baru kusta pada anak berada di 10-12% anak. Target pemerintah adalah 5% dan saat ini belum tercapai.

Untuk wilayah persebarannya  merah /tinggi : Sumatera, Jawa,  Kalimantan, Sulawesi,  Bali dan Papua. Kalau dari angka ada status eleminasi kusta artinya kasusnya lebih kecil dari 1/10 rb penduduk. Ada 4 wilayah  yang eliminasi sedangkan  yang belum ada 15 wilayah. Ada 113 kab/kota yang belum eleminasi.

Data dari Kemenkes per 21 Januari 2023, kasus  baru muncul di hampir seluruh wilayah. 30 maret 2023 Indonesia memiliki  Rencana Aksi Nasional Kusta dan diluncurkan. Ada 4 strategi yang akan dilakukan pemerintah berdasar  4 pilar : masyarakat, tata kelola programnya, strategi akselerasi, integrasi multi sektor dan lintas sektor menuju Indonesia eliminasi 2030.

Kenapa NLR mengurusi anak?

Karena 10-12% penyakit kusta ada pada  anak. Kusta termasuk penyakit tropis yang terabaikan. Sedangkan anak paling rentan. Anak-anak adalah masa depan bangsa Indonesia.

Mengapa NLR menyentuh anak dengan disabilitas? Karena kusta termasuk disabilitas menurut Undang-undang  Nomor 8 Tahun 2016.  NLR  percaya ketika gerakan dilakukan  bersama maka akan lebih kuat alias jejaring lebih powerfull.

Program PADI antara NLR dan  Liliana Foundation memprioritaskan anak disabilitas Indonesia. Program PADI ada  di 17 provinsi dan hampir 50 persen adalah daerah endemi kusta dan memiliki untuk memastikan pemenuhan hak anak dengan disabilitas

Selama ini NLR melakukan dua pendekatan yakni

1.Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) yakni kesehatan, sosial, pendidikan, pekerjaan dan pemberdayaan.

2.Twintrack approach  : intervensi ke anak dan  intervensi ke supporting  imparment

Tahun 2022 ada 1.183 anak dijangkau oleh NLR. Pada  aspek pendidikan, di tahun 2022 berkolaborasi dengan 14 dinas kab/kota. Ada 138 sekolah yang ikut serta program ini, 101 sekolah inklusi dan 37 sekolah khusus serta  862 anak dengan disabilitas  kusta penerima manfaat   Bentuk dukungan salah satunya pembiayaan biaya perawatan  sekolah. Ada pendampingan belajar, penguatan pendidikan informal, dukungan transportasi ke sekolah, perbaiikan akses disabilitas ke sekolah.

Dari lifelihood ada 210  penerima manfaat. 11 diantaranya  difasiliitasi di unit usaha formal. 59 menjalani pelatihan usaha dan mendapat modal dan pendampingan 14 orang kerja di organsiasi  lokal.

Dari aspek  sosial yakni menambah kapasitas orangtua, membangun RBM tingkat desa, meningkatkan sistem pendataan anak serta membangun sistem jaringan dan pembangunan sosial.

Tujuan program PADI dengan mitra Liliane Foundation salah satunya mensosialisasikan "My  Body is Mine" Tentang Hak Kesehatan Seksual dan  Reproduksi (HKSR)  ada Kubik berupa  pengembangan  kapasitas disabilitas  termasuk ahli terapi.

Diyah Puspitarini, komisioner KPAI yang   juga menjadi narasumber diskusi dan mengatakan bahwa  salah satu yang menjadi agenda utama KPAI di tahun 2023 adalah memiliki instrumen pengawasan  yang baku tentang pemenuhan dan perlindungan anak disabilitas bahwa selain pemenuhan haknya, saat ini ada beberapa kasus yang terjadi baik ia sebagai  korban (jumlahnya banyak)  untuk kasus-kasus kekerasan. Juga anak disabilitas sebagai pelaku yang harus juga mendapatkan perlakuan khusus.

Diyah baru bergabung KPAI  akhir Desember 2022 dan ada di bagian  khusus yakni  perlindungan anak disabilitas. Tanggung jawab perlindungan anak menurut Diyah ada pada anak itu sendiri sebagai subjek, lalu  orangtua dan keluarga, serta  masyarakat, dan negara/pemerintah.

Diakui oleh Diyah bahwa kasus pemenuhan hak anak disabilitas  belum maksimal, masih ada temuan-temuan :1. Masih adanya  akses akta anak kelahiran disabilitas yang belum maksimal, 2. Pengasuhan anak belum dipahami oleh orangtua, 3. Akses kesehatan kurang maksimal, kurangnya kesempatan pendidikan, kurang informasi, pengetahuan dan akses sikap keagamaan bagi anak disabilitas. (Ast)