Musyawarah Nasional Perempuan dan DRPPA sebagai Gerakan Akar Rumput

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Musyawarah Nasional Perempuan pertama kali diinisasi di tahun 2023 ini dan masih banyak tantangan yang memerlukan langkah stategis dengan mengangkat kebergaman kondisi berperspektir GEDSI yakni  perempuan miskin, perempuan disabilitas, perempuan kepala keluarga, perempuan berhadapan dengan hukum dan   perempuan pekerja tanpa upah dan perempuan dengan berbagai lainnya.


Sedangkan tujuan musyawarah nasional perempuan menurut ketua panitia Budi Mardaya, adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas perempuan dengan berbagai kondisi yang dimulai  dari desa, memastikan bahwa suara perempuan diakomodasi, mengintegrasikan program integratif yang dikembangkan oleh Kementerian PPPA di akar rumput yakni Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) yang menjangkau 34 provinsi dan 68 kabupaten/ kota.

Dalam musawarah nasional yang diikuti secara hybrid oleh 3000 peserta di 136 kab kota selama dua hari, melibatkan lima kementerian dan Bappenas serta delapan organisasi masyarakat sipil dan organisasi difabel serta kemitraan yakni : KAPAL Perempuan, BaKTI, Aisyiyah, PEKKA, SIGAB, Migrant Care, Kemitraan dan PKBI.
  
Hasil dari musyawarah nasional ini adalah perempuan terlibat aktif dalam pembangunan dan rujukan hasil musyarawarah  sebagai masukan penyusunan dokumen RPJMN  dan perencanaan pembangunan sektor lain  serta penyusunan analisis berbasis GEDSI.

Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri PPPA,menyatakan bahwa  partisipasi dan suara perempuan benar-benar bermakna harus dipastikan. Tahun 2023 adalah tahun perencanaan  separuh jalan pelaksanaan SDG's,   juga RPJMN dalam waktu bersamaan. Momentum ini sangat penting untuk memastikan suara dan partisipasi perempuan yang tercermin baik dalam proses maupun perencanaannya.  

Juga sebagai pengakuan negara bahwa tidak boleh adanya diskriminasi dan negara melindungi dari segala bentuk diskriminasi dan pelanggaran  yang tertuang di UU 45.

Bintang juga mengatakan bahwa Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarutamana Gender, ada  pengarusutamaan pembangunan dan terumuskan dalam RPJMD dan RPJM Nasional. Lalu bagaimana kita dapat menyusun pembangunan yang mewujudkan kemerataan perempuan, anak dan perempuan  difabel? 

Bagi pemda, acuannya adalah Undang-Undang  nomor 23 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak  dan hal ini wajib dilakukan oleh pemda. Prinsip kesetaraan gender tercanrum di SDG's dan harus dipastikan No One Life Behind semua harus ikut serta. Perencanaan pembangunan yang repsonsif gender harus dilakunan dari desa sampai di tingkatan atasnya. 

Perempuan 49,5% mengisi setengah dari populasi Indonesia  dan anak 1/3 Indonesia.  Perempuan dan anak adalah sumber daya. Namun hingga saat ini ketika pelaksanaan pembangunan akan selesai masih banyak persoalan di berbagai sektor dan bidang pembangunan.

Ketimpangan gender masih menjadi persoalan yang mendasari ketertinggalan perempuan dan anak. Juga kuatnya norma-norma budaya patriarki yang realitanya berdasar data dan  indeks. 


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia memperlihatkan tren peningkatan tapi kualitas pendidikan,  kesehatan dan ekonomi semakin hari semakin baik namun jika dibedah berdasar jenis kelamin justru perempuan tertinggal terutama perempuan rentan dan marjinal.


IPM hanya bergerak maju di bawah satu digit. Kedudukan Indonesia di Asean nyaris pada posisi terendah yaitu 9 dari 10 negara. Demikian juga di antara negara G20, Indonesia menduduki rangking 16 dari 20 negara  juga rangking MIKTA, 4 dari 5 negara. Padahal dalam forum-forum tersebut Indonesia selalu memimpin sebagai ketua. Demikian juga ketika melihat indeks pemberdayaan gender memperlihatkan postur perkembangan jauh lebih baik dengan adanya lonjakan angka 2019 ketika prosentase keterwakilan perempuan meningkat.  

Namun dari variabel pendapatan perempuan sesungguhnya masih lebih rendah dari laki laki. Selain tiga indeks yang dipaparkan oleh menteri. Di tingkat global terdapat dua indeks lagi, yang juga selalu diukur dan diperbandingkan setiap negara adalah indeks ketimpangan gender dan global gender gap indeks. Dari angka-angka indeks ketimpangan gender dan global gender gap tampak rendah.

Rencana Aksi Nasional (RAN) di kementerian dan lembaga masih menjadi PR, tentu butuh dukungan Pemda dan pemkot serta pemangku kepentingan lainnya  menjadi sangat urgen. 

Pada perlindungan anak, untuk menghitung perlindungan sosial pada anak secara komprehensif, sejak tahun 2018 Kemen PPA bersama BPS membagi 3 indeks yaitu indeks perlindungan anak yang terbagi ke dalam indeks pemenuhan hak anak dan indeks perlindungan khusus. Keselurahan itu  semua yang dimanatkan 5 cluster dan sub konvensi hak anak.

Sekalipun pembangunan responsif gender telah diupayakan dalam berbagai cara dan strategi serta berbagai sektor bahwa postur angkatan kerja Indonesia  masih timpang,  hanya separuh perempuan bekerja secara formal  sebab perempuan terus-menerus dihadapkan dengan pilihan terus bekerja atau mengurus anak. 

Tingginya pernikahan anak membuat perempuan harus memaksimalkan peran ekonominya. Juga terkait terus turunnya angka partisipasi sekolah, saat pandemi teres turun angka partisipasinya dan menjadi salah satu  faktor yang menghambat peran sosial ekonomi. Dari hal ini dapat dilihat sumbangan perempuan dan rendahnya pendapatan per kapita yang perlu diapresiasi, demikian dikatakan Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dalam kepemimpinan perempuan, menurut Gusti Ayu Bintang, semakin banyak provinsi di atas rata-rata. Angka harapan hidup perempuan Indonesia cukup tinggi dan cukup tinggi di masa COVID-19.

Berlangsungnya dampak perubahan iklim masyarakat pesisir yang menjadikan  hilangnya sumber daya alam di hadapan mereka.  Belum lagi bahwa perempuan masih berada dalam siklus kekerasan .

Data dari SIMFONI dan SAPA memperlihatkan tren peningkatan. Angka peningkatan bisa dilihat sebagai tren semangat masyarakat untuk mengakhiri kekerasan. 

Survey yang dilakukan oleh Kemen PPPA , yang terjadi  pada perempuan dan anak  kalau dilihat angka nominal maka jumlahnya memprihatinkan sebab  prosentase kekerasan seksual  melebihi prosentase kejahatan lain. Perempuan dan anak mengalami terus- menerus kekerasan sehingga menghambat mereka maju.

Kementerian PPA  mendapat 5 prioritas dari Pesiden  maka harus dikerjakan bersama baik lokal sampai nasional antara lain :   1.  Upaya kesetaraan gender, 2. Meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak. 3.  Langkah mengakhiri kekerasan  

Betapa luas dan kompleks masalah tersebut sehingga Kemen PPPA bisa pastikan bahwa kemajuan perempuan  dan anak berdampak nyata pada indikator manusia indonesia. 

Menteri akui bahwa meski pembangunan sudah luas namun belum  berhasil menjawab ketimpangan. Ketimpangan gender terjadi pada akses partisipasi dan kontrol program pembangunan sehingga perempuan tidak dapat merasakan manfaat pembangunan. Serta terdapatnya   layanan perlindungan yang belum menyeluruh ada di pelosok-pelosok.

Untuk itu kualitas perencanaan pembangunan harus lebih ditingkatkan dan diperkuat kualitas partisipasi masyarakatnya  dalam perencanaan. Dan harus betul-betul dipastikan terjadi. (ast)