FGD Partisipasi Publik Terkait RUU Kesehatan

Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Pada akhir Maret 2023, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kolegium Juris Institute dan Fakultas Hukum UGM menyelenggarakan FGD partisipasi publik terkait RUU Kesehatan.

Narasumber Dr. Hasrul Buanamona, pakar hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta di hadapan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan empat poin gagasan yaitu : 1. Integrasi dan sinergitas peraturan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan pelayanan kesehatan, 2. RUU Kesehatan harus mempermudah pengangkatan tenaga profesi medis dan tenaga profesi kesehatan untuk ASN dan PPK untuk menjawab kurangnya tenaga medis di wilayah terpencil (3 T), 3. Mengatur norma terkait Kedudukan Rekam Medis sebagai alat ke dalam RUU Kesehatan, 4. RUU Kesehatan harusnya membuat peradilan profesi medis yang keududukannya di bawah Mahkamah Agung demi terwujudya acces for justice.  

Seperti diketahui bersama bahwa dalam proses pembentukan hukum terdapat empat aspek penting : yaitu : 1. aspek regulasi, 2. Aspek Sumber Daya Manusia, 3. Aspek Kelembagaan dan infrastruktur, 4. Aspek Budaya.

Hasrul menyatakan bahwa wajah politik hukum kesehatan di Indonesia penuh dengan konflik pembentukan norma, tumpang tindih aturan, sampai berebut kewenangan. Hal ini disebabkan politik hukum peraturan perundang-undangan dalam pelayanan kesehatan tidak saling terintegrasi. Contoh kecil ada pada : Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit), dalam konsiderannya tidak memuat sama sekali UU Nomor 36 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) sehingga menjadikan mundur karena menjadikan industri perumahsakitan. 

Ini juga terjadi di UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (UU BPJS). Konsiderannya sama sekali tidak memuat UU Kesehatan sehingga jelas menampakkan internal pemerintah belum memiliki kesatuan paradigma pelayanan kesehatan yang baik sebagai hak konstitusional masyarakat. Harusnya keempat UU itu terintegrasi. Sebagai payung hukum UU BPJS, UU Praktik Kedokteran, UU Kebidanan, UU Keperawatan, UU BPJS, UU Kesehatan.

Pelayanan sebagai Hak Ekosob HAM, sebagai politik hukum tidak bisa melepaskan intervensi kebijakan hukum pemerintah sebaliknya pemerintah tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya pada masyarakat. Beberapa poin yang bisa dicatat kembali adalah : 1. Kehadiran RUU ini untuk menghitung lagi berapa biaya pendidikan kedokteran yang saat ini masih sangat mahal., 2. Memberi subsidi atas pembiayaan pendidikan. Tersebut, 3. Bencana COVID-19 , pemerintah harus mengangkat tenaga kesehatan (nakes) honorer untuk jadi ASN untuk menjamin kepastian hidup. Sebab para nakes menerima beban kerja yang luar biasa dari para nakes yang berstatus ASN., 4. Esensi hukum dalam rekam medis agar tak bertentangan dengan UU Perundungan Data Pribadi, 5. RUU ini mengatur pembentukan peradilan profesi medis/ kesehatan di bawah Mahkamah Agung (MA). (ast)