Catahu Komnas Perempuan 2023 : Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Negara Meningkat

Penilaian: 4 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia pada 2022. Angka ini menurun dibanding sebelumnya. Dalam kumpulan data tersebut, data laporan kekerasan terhadap perempuan di ranah negara meningkat tajam dari tahun sebelumnya.

Pengaduan kasus kepada Komnas Perempuan justru mengalami peningkatan yakni 4.371 kasus. Rata-rata Komnas Perempuan menerima aduan sejumlah 17 kasus setiap hari pada 2022.

Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah negara mencapai 80 persen atau 68 kasus, yang naik hampir dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, demikian dikatakan Andy Yentriyani dalam peluncuran Catahu Komnas Perempuan, Selasa (7/3).

Menurut data, kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum (PBH) sejumlah 35 aduan berupa kriminalisasi (18 kasus), pengabaian hak korban (9 kasus), penyiksaan (5 kasus) dan konflik agraria (5 kasus). Dari beragam kekerasan, kekerasan berbasis gender (KBG) menempati angka tertinggi, yang berasal dari personal 99 persen atau 336.804 kasus. Kekerasan itu dilakukan oleh orang-orang terdekat yang memiliki relasi personal, yakni orang-orang yang seharusnya memberi perlindungan kepada perempuan dan anak justru menjadi pelaku. Catahu juga mencatat pola kekerasan di ranah personal yang hampir sama dengan tahun sebelumnya, yakni tingginya kekerasan psikis yang dialami perempuan. Kekerasan psikis menempati urutan pertama aduan kepada Komnas Perempuan yang mencapai 40 persen. Kekerasan tersebut meliputi : ancaman, peretasan, pemalsuan akun media sosial, penyebaran foto, dan penyalahgunaan data pribadi.

Kekerasan psikis yang diikuti oleh kekerasan seksual baik di dunia nyata dan Maya sebanyak 29 persen, fisik 19 persen, dan ekonomi 12 persen. Berbagai hambatan dalam memeroleh keadilan ditemui oleh para perempuan korban kekerasan. Tidak adanya harmonisasi kebijakan  dan UU TPKS yang belum memiliki aturan pelaksana di bawahnya, menjadi penghambat dalam penanganan kasus kekerasan di ranah publik.

Sedangkan di ranah personal, Komnas Perempuan mencatat beberapa hambatan dalam penanganan kasus antara lain : lambatnya respons tempat pelaku kerja, penggunaan mekanisme pembatalan perkawinan untuk menghindari penghukuman pelaku kekerasan terhadap istri, perebutan hak asuh dan pembatasan akses terhadap anak, korban didiskriminasi dan mengalami perundungan, stigma kepada perempuan yang berhubungan tanpa status, manipulasi dari pacar atau mantan pacar, kurang bukti terkait keberadaan saksi. (Ast)